Di usia mudanya, Falya terpaksa menjadi tulang punggung keluarga. Padahal sebelumnya kehidupannya sangat sempurna. Tapi karena kesalahan fatal ayahnya, akhirnya ia dan keluarganya menanggung beban yang sangat berat.
Dan suatu hari,ia tak sengaja bertemu dengan sosok arwah penasaran yang justru mengikutinya ke mana pun dia pergi.
Siapakah sosok itu sebenarnya? Dan seberapa kuatnya seorang Falya menjalani kehidupannya???/
########
Untuk pembaca setia tulisan receh mak othor, mangga....di nikmati. Mohon jangan di bully. Mak othor masih banyak belajar soalnya. Kalo ngga ska, skip aja ya! Jangan di ksaih bintang satu hehehehe
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 04
Falya beristirahat untuk makan siang di nurse station. Sebenarnya sudah jauh dari jam makan siang karena hari sudah semakin sore. Dan setela makan nanti, ia bertugas memandikan Rayan.
"Makan sendiri aja!'' celetuk Zidan yang tiba-tiba berjongkok di depan Falya.
"Bisa ngga kalau datang tuh jangan tiba-tiba terus ngagetin?'' tanya Falya. Zidan tertawa pelan dan hal itu cukup menghipnotis Falya.
"Woy...kedip ngapa? Baru banget gitu liat orang ganteng?'' tanya Zidan sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Falya.
"Ckkkk...narsis!'' sahut Falya yang kemudian melanjutkan suapannya.
Zidan menopang dagunya dengan kedua tangannya sambil menatap Falya yang sedang makan.
"Ngapain sih?'' Falya mendengus lalu menoleh ke temannya yang sedang duduk di bangku atas.
"Liatin kamu makan jadi ikut kenyang.''
"Emang hantu bisa laper, bisa kenyang?'' tanya Falya. Zidan mengangkat bahunya.
Falya membereskan tempat bekalnya lalu di masukan ke dalam tas.
"Aku mau tugas lagi! Sonoan!'' kata Falya.
"Galak banget! Pantes ngga punya pacar!'' sindir Zidan. Falya memanyunkan bibirnya.
"Harus banget ya punya pacar? Heuh!!'' Falya menabrak lengan Zidan tapi namanya hantu, ia terlewat begitu saja. tapi herannya, Zidan bisa menyentuh Falya!
Falya masuk ke ruangan Arrayan, sedang Zidan menghilang entah ke mana.
Falya menyiapkan pakaian untuk pasiennya. Setelah itu ia mengambil air hangat dari dalam kamar mandi dengan wadah stainless yang sudah ada di sana sebelumnya.
Perlahan Falya melepaskan pakaian Rayan yang memang model kimono itu dengan pelan. Ia takut pasiennya bangun di saat Falya sedang 'menelanjangi' nya. Falya menelan ludahnya dengan kasar. Dada bidang dengan tonjolan khas nya yang maskulin juga warna kulitnya kuning langsat membuat jantung Falya berdetak cepat.
''Sabar Falya...sabar!'' monolognya. Ia mengelap dada itu dengan perlahan setelah memeras kain lap yang hangat, Sesekali gadis itu menarik nafasnya dalam-dalam untuk menetralkan detak jantungnya. Dan dengan kekuatan sepenuhnya ia bisa mengangkat tubuh itu meski hanya memiringkannya. Selain untuk mengelapnya, ia juga harus mengganti pakaiannya kan?
Sebuah tato berbentuk abstrak karena Falya tak tahu menyebutnya apa, terukir di punggungnya yang lebar.
"Duh, sayang banget sih kulit mulus gini di gamabarin kaya gini. Emang ngga sakit apa?'' gumam Falya. Ia terus mengelapnya dan tak lupa mengoleskan lotion mahal yang memang sudah di sediakan di sana.
Akhirnya ia berhasil memakaikan kembali pakaiannya pada tubuh Rayan. Dan inilah puncak deg-degannya. Ia harus membersihkan area pribadi Rayan sekaligus menggantikan pakaian dalamnya.
Falya menutup matanya saat berusaha melepaskan kain segitiga itu. Ia memang tak melihatnya tapi ia bisa merasakan bentuk dan ukurannya wkwkwkwkwk
Falya membuka matanya hanya saat mengambil kain lap lalu di kembali menyentuh anggota tubuh Rayan. Suster Angel yang baru masuk ke ruangan itu tertawa pelan melihat keluguan Falya. Perempuan yang sudah berusia empat puluhan itu menggeleng pelan. Ia yakin, suster Falya masih menjaga kegadisannya di jaman yang sudah gila ini.
Suster Angel membiarkan Falya menyelesaikan tugasnya tanpa ingin mengganggunya. Sebenarnya suster Rita sudah mengatakan jika Falya akan bekerja sampai malam. Tapi suster Angel tak tega. Di hari pertamanya membiarkan Falya long shit tentu tak manusiawi. Setidaknya harus ada persiapan sebelumnya bukan?
'"Alhamduillah! Selesai juga!'' Falya bernafas lega.
"Biar nanti saya saja yang mengganti perban di mukanya, sus Falya!'' kata suster Angel mendekati Falya dengan langkahnya yang pelan namun tegas.
"Sus Angel? Kata suster Rita...'' ucapan Falya terpotong karena sus Angel menyela.
"Kamu belum ada persiapan apa-apa buat jaga sampai malam kan? Memang kamu bawa baju ganti sama perlengkapan mandi? Ngga kan?'' tanya suster Angel.
"Heheh iya sih sus. Tapi kan suster Angel harus istirahat.''
Suster Angel tersenyum tipis.
"Suami saya dinas malam di IGD, ngapain saya di rumah sendirian. Anak saya lagi liburan ke kampung neneknya.''
"Suami sus Angel dinas di IGD?'' tanya Falya.
"Iya, dokter Yunus.''
Falya mengangguk sambil sedikit menganga. Memang ia sempat mendengar kalau istri dokter Ynnus perawat di sini,tapi Falya tak tahu kalau ternyata istrinya adalah suster Angel yang jadi partner kerjanya saat ini.
"Lebih baik sekarang kamu bersiap pulang! Biar selanjutnya jadi tugas saya'' ujar suster Angel.
"Terimakasih lho sus, tapi saya ngga enak sebenarnya....''
"Udah, saya ngga apa-apa!'' kata suster Angel. Falya pun langsung keluar dari ruangan Rayan menuju ke nurse station untuk mengambil tasnya. Ternyata memang jam tukar shif sekarang. Banyak rekan Falya yang juga sedang mengambil tas mereka.
Falya dan sesama perawat itu hanya saling melempar senyuman di balik masker yang di pakai. Mungkin rasanya aneh kalau tiba-tiba mereka akrab.
Falya berjalan cukup jauh menuju ke gedung parkir sepeda motornya. Mungkin besok ia akan parkir di tempat yang lebih dekat dengan gedung khusus VVIP itu.
"Pelan aja kenapa jalannya!'' suara Zidan terdengar di samping telinga Falya.
"Ih...kebiasaan!'' Falya mengibaskan sebelah telinganya. Zidan terkekeh kecil melihat tingkah menggemaskan teman barunya itu.
"Mau pulang?'' tanya Zidan.
"Ngga sih, mau camping'' jawab Falya ngasal.
"Dih...!'' sahut Zidan sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana panjang hitamnya.
Falya berjalan santai tanpa berbicara apa pun lagi dengan Zidan. Ia hanya tak ingin di anggap 'sakit' karena berbicara sendiri.
"Kok kamu malah nebeng aku sih?'' tanya Falya saat Zidan duduk di belakang Falya.
"Iya...emang kenapa?'' tanya Zidan.
"Ishh,...aku mau pulang! Ngapain ikut?'' tanya Falya dengan gigi bergemeletuk.
"Salahnya di mana kalau aku ikut?'' tanya Zidan bingung.
"Salah dong! Kamu kan cowok, aku cewek! Mana tinggal bareng. Ngga-ngga!'' tolak Falya.
"Emang masalahnya apa sih?'' Zidan melipat kedua tangannya di dada.
"Bang Zidan, kita ini bukan muhrim.Jadi mana mungkin aku ngiijijn kamu ikut tinggal di rumahku. Ngga ngerti maksudnya?''
"Tunggu! Emang selain kamu, ada keluarga kamu yang punya kemampuan lihat aku?'' tanya Zidan. Falya menggeruk kepalanya yang gatal.
"Ngga tahu juga sih'' sahut Falya.
"Buruan jalan deh! Keburu tengah malem ntar!'' kata Zidan. Falya mendengus kesal karena Zidan sudah bertengger dengan nyaman di belakangnya. Bahkan tubuh tingginya itu seakan memeluk dan melindungi badan kecil milik Falya. Sedangkan di sebuah tempat yang gelap, Boy sedang mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja. Lelaki itu sedang memikirkan Arrayan yang tak kunjung bangun dari komanya. Walaupun sebenarnya ia di untungkan jika sahabatnya itu belum siuman. Tapi ada hal yang tak bisa ia beritahu pada orang lain.
"Uhhh....Rayan!!!'' gumam Boy sambil memejamkan matanya.
Kira-kira apa yang Boy pikirkan????
*************
Terimakasih