Cerita ini mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Andreas yang bernasib menyedihkan selama bersama keluarganya sendiri.
Setelah ibunya dan kakak pertamanya membawanya pulang ke rumahnya, alih-alih mendapat kasih sayang dari keluarganya, malah dia mendapat hinaan serta penindasan dari mereka.
Malah yang mendapat kasih sayang sepenuhnya adalah kakak angkatnya.
Akhir dari penindasan mereka berujung pada kematiannya yang tragis akibat diracun oleh kakak angkatnya.
Namun ternyata dia mempunyai kesempatan kedua untuk hidup. Maka dengan kehidupan keduanya itu dia gunakan sebaik-baiknya untuk balas dendam terhadap orang-orang yang menindasnya.
Nah, bagaimanakah kisah selengkapnya tentang kisah pemuda yang tertindas?
Silahkan ikuti terus novel PEMBALASAN PUTRA KANDUNG YANG TERTINDAS!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PPKYT 004. Dua Pemuda yang Bernama Andre
Baru beberapa langkah Leonard melangkah hendak kembali berkumpul bersama orang-orang yang selalu memanjakannya selama ini, dia langsung oleng cukup hebat sambil memegang kepalanya.
"Kamu kenapa, Leon?!"
"Kamu kenapa, Nak?"
Kejut Pak Hendrick, Nyonya Victoria, serta Stephanie dan Evelyne dengan panik melihat keadaan Leonard yang begitu mengenaskan secara tiba-tiba.
Kejap berikut Leonard langsung terbatuk-batuk. Sementara tubuhnya semakin oleng bagai hampir jatuh. Untung saja Nyonya Victoria dan Stephanie yang dekat dengannya langsung menangkapnya.
Sedangkan Andreas yang merasa tidak melakukan apa-apa juga dibuat heran bercampur bingung dengan tingkah Leonard yang begitu tiba-tiba.
"Ada apa dengan Leon itu?" gumamnya dalam heran.
Tapi batinnya sudah berfirasat buruk kalau Leonard tengah memainkan peran yang pasti akan mencelakainya lagi kali ini.
Pak Hendrick, Nyonya Victoria, Stephanie maupun Evelyne semakin panik melihat kondisi Leonard yang tampak tersiksa. Tampak wajah anak itu sudah memerah.
"Kamu kenapa, sayang?" kata Nyonya Victoria panik bercampur sedih. "Jangan bikin mama panik?"
Dengan susah payah Leonard berbalik menghadap ke arah Andreas yang masih berdiri bingung. Lalu perlahan tangan kanannya terangkat, terus menunjuk ke arah Andreas.
"Mi... minu... man... i.. itu...," dengan susah payah Leonard mengeja kalimat itu bagai lehernya tercekik. Terus langsung terbatuk-batuk.
"Minumannya kenapa, Leon?" kejut Stephanie makin panik.
"Jangan-jangan... anak sialan itu menaruh racun di minuman Leon," tuduh Evelyne langsung sambil menunjuk-nunjuk Andreas.
"Aku... aku... aku... nggak melakukan apa-apa," Andreas langsung gugup campur panik juga dituduh seperti itu.
Pak Hendrick langsung bertidak setelah mendengar ucapan putrinya barusan. Dia langsung mendekati Andreas yang masih bingung, gugup, serta panik dengan cepat.
Terus meraba-raba sekitar tubuh luar Andreas bagai memeriksa sesuatu yang disembunyikan Andreas.
Sementara Andreas yang merasa tidak melakukan apa-apa seolah membiarkan saja tubuh luarnya diperiksa oleh papanya.
Belum lama memeriksa tubuh Andreas, Pak Hendrick menemukan botol kecil dari dalam saku celana depan Andreas. Di botol itu tertulis tulisan kecil 'RACUN PEMBASMI HAMA'.
"Apa ini, Andre?" bentak Pak Hendrick dengan murka sambil menunjukkan botol itu di depan wajah Andreas. "Kamu bilang tidak melakukan apa-apa hah! Tapi nyatanya kamu hendak membunuh kakakmu!"
Leonard kembali terbatuk-batuk setelah ucapan berang Pak Hendrick barusan. Yang membuat semua keluarganya semakin panik.
"Benar, pa, aku... aku nggak melakukan apa-apa," Andreas masih membela diri dalam gugup dan paniknya. Wajahnya seketika pucat. "Aku nggak meracuni Kak Leon...."
Dalam bingung Andreas masih bisa mengingat kalau botol itu diberikan oleh Leonard lima hari yang lalu yang menyuruhnya membasmi hama yang ada di taman belakang.
Namun, karena dia juga lagi sibuk menghadapi ujian semester terakhir, tentu dia tidak melakukan suruhan pemuda sialan itu.
Siapa sangka botol racun hama yang masih berada di dalam saku celananya yang tentu saja dia sempat melupakan, akan menjadi malapetaka buatnya hari ini.
"Anak sialan!"
Plaaak!
Pak Hendrick langsung menampar Andreas dengan amat keras setelah memakinya. Membuat pemuda bertubuh cukup kurus itu langsung terpelanting jatuh ke lantai.
"Ambilkan tongkat penghukum!" titah Pak Hendrick dengan murka.
Evelyne langsung melaksanakan perintah itu. Dia langsung mengambil tongkat penghukum yang ada di situ. Terus dengan cepat diserahkan ke papanya.
Setelah menerima tongkat penghukum dari Evelyne, dengan kemurkaan yang sangat, Pak Hendrick langsung mencambuk Andreas dengan kuat berkali-kali, tanpa belas kasihan.
Nyonya Victoria menatap adegan itu dengan marah bercampur sedih, hingga matanya kini berkaca-kaca. Marah terhadap tindakan mengerikan yang dilakukan Andreas. Sedih, kenapa Andreas tega melakukan demikian.
Begitu pun juga dengan Stephanie. Sedangkan Evelyne menatap benci sekaligus dendam pada Andreas.
Sementara Leonard, menatap Andreas yang sudah begitu mengenaskan itu dengan mata liciknya sambil tersenyum jahat dengan samar.
★☆★☆
"Ampun, Pa..., ampun...! Aku nggak melakukan apa-apa!" Andreas masih saja melakukan pembelaan di tengah jeritannya yang memilukan. "Aku nggak ngeracuni Kak Leon.... Beneran, Pa...."
Pak Hendrick terus saja mencambuk Andreas tanpa belas kasihan, tanpa mendengar jeritannya, dengan sekeras-kerasnya sambil terus memaki pemuda malang itu.
"Rasakan ini, anak sialan! Kamu benar-benar anak durhaka. Tega-teganya mau membunuh kakakmu! Rasakan! Rasakan!"
Namun tiba-tiba di tengah perlakuan jahat sang papa, tubuh Andreas seketika menegang. Kedua telapak tangannya memegang kuat lehernya yang seperti tercekik. Sementara mulutnya memperdengarkan suara bagai sapi digorok.
"Tidak usah berpura-pura, papa tidak akan tertipu dengan sandiwara murahanmu! Rasakan ini!" dengan tega Pak Hendrick terus mencambuk walau Andreas tampak sudah seperti sekarat.
Sedangkan Leonard kembali terbatuk-batuk dengan keras, seolah-olah penderitaan yang dia rasakan semakin parah.
"Pa, Leon semakin parah!" panik Nyonya Victoria sudah hendak menangis.
"Cepat bawa ke rumah sakit!" titah Pak Hendrick dengan cepat.
Tanpa pikir panjang Leonard segera dibawa pergi meninggalkan tempat itu oleh empat orang yang memanjakannya.
"jika terjadi apa-apa dengan Leon, maka nyawamu sebagai gantinya, anak sialan!"
Setelah mengucapkan kata-kata keramat itu, Pak Hendrick menghempaskan cambuknya ke atas tubuh Andreas. Lalu meninggalkan Andreas seorang diri menyusul yang lain.
Sedangkan Andreas....
"Kroookkk...! Krroookkk...! Kroookkk....!"
Pemuda itu semakin sekarat dengan mengenaskan. Tampaknya dia memang benar-benar keracunan, dan sejatinya dialah yang keracunan, bukan Leonard. Pemuda licik berhati keji itu cuma bersandiwara saja.
Andreas cukup yakin Leonard telah meracuninya dengan memberi racun pembasmi hama pada minumannya. Dia tadi sempat melihat gerakan mencurigakan Leonard saat memegang gelasnya pada kedua tangannya yang sedikit tersembunyi.
Siapa sangka saat itulah Leonard membubuhi racun dalam gelasnya sendiri. Lalu menyerahkan gelas itu pada Andreas setelah terisi minuman.
Tidak ada yang menyadari gerakan kecil Leonard tersebut selain Andreas. Tapi hal itu sudah terlambat bukan?
"A... apakah aku akan mati...?" keluh batin Andreas yang menjerit sedih.
"Aku... belum mau mati.... Sungguh aku belum rela, ya Tuhan..., aku belum rela mati.... Aku... belum balas dendam terhadap keluarga yang amat jahat ini, ya Tuhan. Hidupkan aku sekali lagi...! Aku mohon...!"
Tak lama berselang, suara bagai sapi digorok semakin pelan terdengar dari mulut Andreas. Sedangkan tubuhnya, gerakannya semakin melemah.
Hingga akhirnya suara mengerikan dari mulut Andreas tak terdengar lagi. Dan tubuhnya langsung diam terbujur kaku. Sementara wajah memilukannya tampak pucat bagai kapas.
Akhirnya pemuda Andreas mati dengan kematian yang mengenaskan. Mati karena diracun oleh kakak angkatnya yang amat disayang oleh keluarga kandungnya.
★☆★☆
Sementara itu, pada waktu yang hampir bersamaan di tempat lain, tepatnya di sebuah rumah sakit tampak seorang pemuda dewasa berusia sekitar 24 tahun tengah terbaring lemah di atas tempat tidur.
Di pinggir sebelah kiri tempat tidur tampak dua orang tua paruh baya, laki dan perempuan yang tengah menatap pilu pemuda lemah yang tak lain adalah putra mereka itu.
"Akhirnya kamu sudah sadar setelah sekian lama kamu koma, Andre," kata wanita paruh baya seraya mengelus-elus kepala putranya yang sebenarnya adalah ibu sang pemuda.
"Ma..., pa..., sepertinya... aku sudah nggak kuat lagi," begitu lemah pemuda yang kebetulan juga ternyata bernama Andre berkata sambil menatap pilu pada kedua orang tuanya.
"Jangan berkata begitu, Nak!" kata sang ibu sudah hampir menangis lagi yang didahului oleh air matanya yang sudah menetes. "Kamu pasti sembuh..."
"Kamu istirahat saja, Andre, tidak usah bicara lagi!" kata sang papa bernada duka. "Kami akan menjagamu selalu. Kamu tenang saja...."
"Aku nggak kuat lagi...," suara Andre semakin lemah, tapi dipaksakan tetap berkata. "Tapi... sebelum aku pergi, aku mohon papa sama mama mau mengabulkan permohonanku...."
"Kamu ingin papa dan mama melakukan apa buat kamu, katakan saja!" kata sang papa cepat.
"Aku harap papa sama mama mau memaafkan Kak Keysha," ungkap Andre. "Kasihan dia.... Dia kini berjuang sendiri menghidupi anaknya yang masih kecil.... Panggillah dia pulang, Pa, Ma!"
Sang mama maupun sang papa tidak lantas menyetujui permintaan yang cukup sulit dari Andre barusan. Malah mereka saling tatap sambil kembali memikirkan ulah yang dibuat oleh Keisha, anak pertama mereka.
"Pa, ma, aku mohon dengan sangat...." Andre kembali memohon saat melihat belum mendapat tanggapan dari kedua orang tuanya itu.
"Baiklah, kami akan mengajak kakakmu dan putrinya pulang kembali bersama kita," sang papa buru-buru menyetujui permintaan Andre. "Kamu bisa tenang sekarang...."
"Kamu sekarang beristirahatlah! Jangan bicara lagi!" pinta sang mama yang semakin sedih melihat kondisi putranya yang semakin kritis.
"Pa..., ma..., dalam mimpi aku beberapa kali bertemu dengan pemuda yang juga mirip dengan namaku, yaitu Andre," Andre lagi-lagi mengungkap sesuatu. "Dia seperti sendiri meski punya keluarga...."
"Dia pemuda yang malang yang selalu ditindas oleh keluarganya," lanjut Andre. "Aku mohon pada papa sama mama untuk mengajaknya bergabung dalam perusahaan papa, agar dia bisa jadi orang yang tidak ditindas lagi...."
"Pemuda bernama Andre?!" sang papa maupun sang mama tampak terkejut heran sekaligus bingung di tengah kesedihan mereka.
Benak mereka tentu saja langsung bertanya-tanya tentang pemuda yang bernama Andre, yang sama dengan nama putra mereka.
"Dalam mimpiku diperlihatkan kalau dia seorang pemuda yang jago dalam melukis dan ahli dalam desainer interior," kata Andre memperjelas. "Aku yakin dia bisa menggantikan aku membantu papa dalam mengelola perusahaan papa...."
"Dia sempat menyebut nama keluarganya kepadamu?" tanggap sang papa seperti tertarik.
"Dalam mimpiku dia mengaku berasal dari keluarga Grayden...."
"Baiklah, kami akan mencari pemuda bernama Andre itu," kali ini sang mama yang setuju tanpa pikir panjang, "dan akan membantu masalahnya. Kamu bisa tenang...."
"Akhirnya aku bisa pergi dengan tengang," Andre berusaha untuk tetap tersenyum sambil menatap kedua orang tuanya dengan lembut.
"Pa..., ma..., jaga diri kalian baik-baik...! Aku berharap bisa bertemu kalian lagi di lain orang...."
Belum lama kalimat serta ucapan terakhirnya terlafazkan, kejap berikut pemuda bernama Andre Barnett, CEO muda di salah satu perusahaan keluarga Group Barnett, menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tenang sambil tersenyum.
"Andre....!" jerit histeris sang mama dengan keras sambil memeluk erat mayat putranya. "Kenapa kamu tega meninggalkan mama, sayang....?"
Tidak butuh waktu lama, wanita paruh baya namun masih tampak cantik itu sudah terdengar tangis dukanya yang begitu memilukan.
Sedangkan sang papa hanya bisa menatap duka mayat putranya yang terbujur kaku di atas tempat tidur. Mau tidak mau dia harus merelakan kepergian sang putra untuk selamanya.
Sementara di dalam hatinya telah bertekad memenuhi pesan terakhir putranya sebelum meninggalkan dirinya dan sang mama.
★☆★☆★
Semoga berkenan....