Clarisa hanya bisa menyesal setelah diceraikan oleh Arga, suaminya yang dua tahun ini menikahinya karena sebuah perjodohan.
Arga yang sudah berusaha mencintai Risa sepenuh hati sudah tidak tahan dengan sikap Risa yang susah di atur, keras kepala, kekanakan dan suka menghamburkan uang. Bahkan Risa masih sering pergi bersama teman-temannya ke club malam untuk berpesta.
Tapi setelah resmi bercerai, Risa baru tau kalau dia sedang mengandung anak dari Arga. Penyesalan tinggallah penyesalan saat Risa mengetahui Arga sudah menikah lagi dengan mantan pacarnya setelah menceraikan Risa.
"Mama, apa Papa nggak sayang sama Tiara? Kok Papa nggak pernah pulang?"
"Bukannya tidak sayang sama kamu Tiara. Tapi Papa sudah bahagia dengan keluarganya!" Risa hanya bisa menjawab pertanyaan anaknya di dalam hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memburuk
Arga tak mengejar Fatma yang berlari masuk ke dalam kamar mereka. Dia malah menuju ke kamar Keysha. Melihat putrinya yang ternyata sudah tertidur dengan nyenyak.
Arga duduk di tepi ranjang sambil mengusap rambut Keysha dengan lembut.
"Maafkan Papa Key. Lambat laun kamu harus bisa menerima kalau ternyata Papa punya anak lain selain kamu" Ucap Arga pada Keysha yang masih terlelap.
Mata Arga beralih menatap seluruh penjuru kamar Keysha. Kamar anak-anak yang indah dengan cat berwarna biru dan merah muda. Kamar yang ukurannya lebih luas dari ruang tamu kontrakan Risa.
Dulu Arga dan Fatma yang menyiapkan kamar itu untuk Keysha. Memenuhi Kamar itu dengan berbagai macam mainan dan juga boneka.
Tapi sekarang, Arga merasa miris. Keysha bisa mendapatkan segalanya, kasih sayangnya baik secara moril maupun materil. Hidupnya terjamin dan tidak pernah kesusahan.
Sedangkan Ara, Arga melihat sendiri Ara tidur di kasur sempit yang harus berbagi dengan Risa. Tak banyak mainan di rumah kecil mereka. Bahkan hanya boneka kelinci yang sudah usang itu yang menemani Ara selama ini.
"Maafkan Papa Ara" Gumam Arga karena ketidakadilan yang ia berikan pada kedua anak itu meski dia sebelumnya tak mengetahui keberadaan Ara.
Satu minggu pun berlalu...
Selama itu, setiap hari Arga selalu datang ke rumah Risa untuk menemani Ara bermain. Tak ada satu hari pun Arga lewatkan untuk sang buah hati. Beberapa hari yang lalu saat Ara terapi, Arga juga menemani putrinya itu ke rumah sakit.
Sebenarnya Risa juga sudah melarang Arga karena dia tidak mau Fatma datang menemuinya seperti waktu itu. Tapi memang dasarnya Arga yang begitu keras kepala.
"Papa?"
"Iya?" Sahut Arga yang sedang menyisir rambut Ara atas permintaan Ara sendiri. Katanya dia ingin Papanya yang mengepung rambutnya.
"Kenapa sih Papa nggak pernah tidur di sini sama Ara dan Mama? Kenapa kalau malam Papa pasti pergi lagi? Kok nggak kaya Wak Husein yang selalu tidur di rumah Wak Umi?"
"Sayang, kalau Wak Husein itu kan kerjanya di dekat sini. Nah kalau Papa itu kan kerjanya jauh, jadi Papa berangkatnya malam, biar sampai kantor nggak telat" Jelas Risa lebih dulu karena melihat Arga yang kebingungan atas pertanyaan putrinya.
Tapi andai saja bisa, Arga pasti akan tidur di sana. Menemani Ara atau pun Risa. Tapi dia tidak akan bisa tinggal di sana tanpa adanya ikatan pernikahan di antara mereka karena mereka hanyalah sepasang mangan suami istri yang dekat kembali karena anak.
"Oh gitu ya Ma?"
"Iya sayang"
"Ya udah deh" Ucap Ara dengan kecewa.
Arga pun hanya diam karena dia tidak bisa menjanjikan lebih banyak lagi karena dia takut tidak bisa menepatinya.
Semakin lama Arga menyisir rambut Ara, ternyata rambut panjang milik putrinya itu begitu banyak berjatuhan dan tertinggal di sisir yang ia gunakan.
Dia sempat terdiam kemudian menatap Risa yang kebetulan melihat apa yang ada di tangannya. Mereka berdua saling terdiam namun mata mereka terlihat berkaca-kaca.
Ingin sekali Arga menangis saat ini karena putrinya harus merasakan efek samping dari kemoterapi yang ia jalani selama ini. Rambut rontok, hingga mual yang begitu parah. Keadaan Ara justru semakin memburuk.
"Sudah sayang, sekarang Ara main ke kamar dulu ya?"
"Iya Papa" Ara segera turun dari pangkuan Arga. Dia membawa mainan yang tadi baru saja dibelikan oleh Papanya masuk ke dalam kamar.
Arga segera menutup wajahnya dengan kedua tangan yang masih menggenggam banyaknya rambut rontok milik Ara tadi.
"Anak kita Sa, dia sekecil itu harus merasakan semua ini!"
Risa yang sebelumnya masih bisa menahan tangisnya, akhirnya pecah juga saat ini. Mereka berdua sama-sama menangisi anak mereka.
"Kenapa bukan aku saja yang sakit? Kenapa harus anak ku yang masih sekecil itu?!"
Braakk...
Rida dan Arga sama-sama terkejut mendengar suara dari kamar Ara.
"Araa!!" Seru Risa kemudian segera beranjak untuk melihat apa yang terjadi di dalam kamar. Begitu pun Arga yang juga ikut menghampiri Ara.
"Araa!!!" Teriak Risa karena mainan yang di bawa Ara tadi telah jatuh berserakan di atas lantai sedangkan Ara terduduk di lantai dengan lemas karena hidungnya terus mengeluarkan cairan berwarna merah.
"Kita ke rumah sakit sekarang!" Tanpa berpikir panjang, Arga langsung membawa Ara ke rumah sakit.
"Ara kenapa Neng?" Wak Umi melihat Arga dan Risa tampak buru-buru menggendong Ara.
"Ara mimisan lagi Wak, saya ke rumah sakit dulu!"
"Ya Allah, iya Neng. Hati-hati Neng!" Teriak Wak Umi yang melihat Ara sudah lemas di gendong Arga.
Arga mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia sudah tidak bisa bersabar lagi apalagi melihat Ara yang sudah tidak sadarkan diri di pangkuan Risa.
"Arga, kenapa Ara?!!" Kebetulan sekali saat Arga tiba, Fatir juga baru saja sampai di rumah sakit.
"Tolong anak gue Tir!!" Arga mengambil alih Ara dari Risa.
Tanpa banyak bertanya, Fatir segera membawa Ara ke IGD untuk penanganan pertama. Mereka terlihat begitu panik saat ini karena keadaan Ara yang tiba-tiba menurun, padahal tadi semuanya baik-baik saja.
Risa hanya bisa duduk diam di depan IGD, tatapannya kosong, tanpa air mata sama sekali. Namun itu justru membuat Risa terlihat sangat menyedihkan. Tampaknya Risa sudah berada di titik terendahnya hingga dia tidak bisa lagi berbuat apa-apa.
Arga berjalan mendekati Risa, dia ikut duduk di samping mantan istrinya itu. Tak tega rasanya melihat Risa hanya diam seperti itu.
"Ara pasti baik-baik saja. Kita berdoa sama-sama ya?" Tangan Arga mengusap punggung Risa dengan lembut meski awalnya tampak ragu, takut jika Risa akan menolak.
"Hiks..hiks.." Tapi usapan lembut itu justru membuat Risa menangis.
Arga tak peduli setelah ini Risa akan memakinya karena dia menarik Risa ke pelukannya.
"Ara pasti baik-baik saja!" Ucap Arga pada Risa yang saat ini menangis di pelukannya.
Dia membiarkan Risa menumpahkan tangisannya dadanya. Mungkin saat ini Risa tak sadar jika berada di pelukan Arga. Tapi Arga saat ini ingin Risa menjadikannya tempat bersandar akan segala kesedihannya.
"Ga!" Fatir keluar dari IGD dan cukup terkejut saat Risa menyembunyikan wajahnya di dada Arga.
Tapi Risa pun langsung melepaskan diri dari Arga. Risa tampaknya baru sadar dengan apa yang ia lakukan.
"Gimana keadaan Ara?" Tanya Arga.
maunya diterangkan dg fathiir..
biara si Fatma ga bisa macam2
dan pr buat kamu Fatir
ngomong ke dokter Elga
jangan Sampe memberi tau keberadaan Arga ke Fatma