“Kuberi kau uang satu miliar dalam sebulan. Tapi, kau harus tinggal jauh dariku!” ucap Blue Rivero pada Red Forstrom—gadis desa nan polos yang dijodohkan oleh ayah mereka.
*
*
Blue Rivero, seorang pewaris dari pengusaha terkemuka, terpaksa menjalani perjodohan yang diatur oleh sang ibu demi memenuhi ayahnya.
Dia dijodohkan dengan Red Forstrom, gadis desa sederhana yang begitu polos namun cerdas.
Kedua ayah mereka, yang bersahabat sejak kecil dan berasal dari panti asuhan yang sama, telah membuat kesepakatan agar anak-anak mereka menikah suatu hari nanti.
Meski jarak usia mereka terpaut jauh—Blue berusia 30 tahun dan Red 23 tahun—itu dianggap usia ideal untuk menikah.
Namun, Blue menolak perjodohan ini karena dia sudah memiliki kekasih. Blue menganggap Red pasti kolot dan tak menarik karena berasal dari desa meskipun dia tak pernah berjumpa dengan gadis itu sebelumnya.
Terpojok oleh ancaman ayahnya yang menolak menandatangani hak warisnya, Blue akhirnya menikahi Red.
Dalam keputusasaan, dia membuat kesepakatan dengan Red yaitu wanita itu harus pindah ke luar negeri dengan imbalan uang bulanan SATU MILIAR.
Namun, apakah rencana ini akan berjalan mulus?
Atau justru membuka babak baru dalam kehidupan mereka yang penuh kejutan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Mencegahnya
Siang itu, Blue dan Red baru saja keluar dari kamar setelah menghabiskan waktu berdua dalam gairah asmara.
Ketika mereka keluar ke ruang utama, suasana rumah terasa sunyi. Tak ada suara obrolan orang tua Blue seperti kemarin.
Hanya para pelayan yang lalu lalang dengan raut wajah sedikit canggung.
"Di mana mom dan dad?" tanya Blue pada salah satu pelayan yang sedang membersihkan meja di ruang makan.
Pelayan itu menghentikan aktivitasnya, menunduk sopan sebelum menjawab, "Tuan dan Nyonya sudah pulang lebih awal, Tuan. Mereka bilang ... harus mengejar jadwal pesawat yang sudah disiapkan. Mereka tak ingin mengganggu anda dan Nona Red.”
Red, yang berdiri di samping Blue, langsung memerah telinganya. Dia tahu apa yang dimaksud pelayan itu.
Orang tua Blue pasti tahu apa yang terjadi di kamar mereka tadi.
Blue menghela napas, mencoba bersikap santai meski dalam hatinya ada rasa malu yang menggelitik.
Red menatapnya sebentar sebelum akhirnya berkata., “Aku akan mengambil barangku di kamar. Aku ... mungkin harus pulang," ujarnya pelan, mencoba menahan gejolak di dadanya.
Blue menoleh padanya. Ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya, tapi yang keluar hanyalah, "Iya.”
Red mengangguk, tapi langkahnya berat. Dia berharap Blue akan mengatakan sesuatu—memintanya tinggal, mengungkapkan bahwa dia juga tak ingin berpisah.
Tapi Blue hanya diam, membiarkannya pergi. Red berjalan ke kamarnya dan mengambil barangnya.
Dia melangkah lambat dengan harapan Blue akan mencegahnya pergi dan menyuruhnya tinggal.
Namun, sampai dia keluar dari kamar dan menuju pintu utama—Blue tetap diam dan hanya melihat kepergiannya.
Saat pintu mansion tertutup perlahan, Blue masih berdiri di tempat yang sama, menatap ke arah pintu.
Tangannya mengepal, seolah menahan diri untuk tidak berlari mengejar Red dan memohon padanya untuk tinggal.
Ada rasa kehilangan yang begitu aneh yang kini sedang dirasakannya. Namun, dia mengabaikan rasa itu.
*
*
Di dalam mobil, Red menatap jalanan yang berlalu dengan cepat. Pikirannya berputar pada Blue.
Kenapa dia tidak menahanku? Apa dia benar-benar ingin aku pergi? Apakah percintaan kami sama sekali tak berpengaruh padanya?
Tapi di sisi lain, Red juga tak mau terlihat terlalu mengharapkan karena dia sudah tahu bahwa Blue tak menyukaimya sejak awal.
Red sadar, bahwa Blue hanya mengikuti nafsunya, bukan perasaannya ketika mereka bercinta. Berbeda dengan Red yang memakai seluruh perasaannya dalam percintaan itu.
Dia sudah terlalu banyak memberikan dirinya pada Blue . Jika Blue tak merasa sama, maka bukankah lebih baik dia mundur sekarang sebelum terluka lebih dalam?
Bukankah awalnya dia hanya ingin mendapatkan bayi dari Blue? Dan mungkin kini benih Blue telah bersarang di rahimnya.
Red menghela napas, masih bingung apa yang harus dilakukannya lagi untuk membuat Blue mencintainya.
*
*
Kembali di mansion, Blue akhirnya menghela napas panjang dan menghampiri bar kecil di ruang tamu.
Dia menuangkan segelas wine, meneguknya dalam sekali hirup. Cairan hangat mengalir ke tenggorokannya, tapi tak mampu menghangatkan kekosongan yang tiba-tiba mengisi dadanya.
"Apakah aku harus menahannya?" gumamnya pada diri sendiri.
Entah mengapa masih terlalu banyak keraguan di dalam hatinya untuk menerima Red sepenuhnya, apalagi hubungannya dengan Carol sudah benar-benar berakhir setelah peristiwa waktu itu.
Blue masih enggan membuka hatinya untuk Red masuki. Karena hubungan mereka bukan diawali dengan perasaan cinta, namun paksaan dan rasa benci.
*
*