Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum pantas
Semburat senja mulai meraja di langit yang semula biru. Cakra sedikit melangkah dengan gontai keluar dari kelasnya.
'"Kusut banget muka, lo. Tumben, biasanya paling semangat kalau kelar kelas," ujar Bahran tanpa melihat lawan bicaranya, pemuda itu sibuk melihat aplikasi ojeknya, berharap ada order yang nyantol.
Cakra hanya berdecak tanpa niat menjawab, wajahnya terlihat lesu tak bersemangat, sangat berbanding terbalik dengan keadaannya tadi pagi. Bahran menyimpan ponselnya, lalu mengeryit menatap Cakra yang mengehentikan langkah dan bersandar di tembok seperti orang kurang makan, padahal tadi siang Cakra dengan lahap memakan 3 porsi bakso.
"Lo kenapa? Sawan?" tanya Bahran sambil menempelkan punggung tangannya di kening Cakra.
"Nggak anget? lo beneran sawan ya, gue anter ke dukun bayi yok Ka." Bahran segera menarik tangan cakra dengan wajah sedikit panik.
Alih-alih menurut Cakra segera menghempaskan tangan Bahran yang menariknya.
"Lo apa-apaan sih, lo pikir gue mau beranak!" tukas cakra dengan nada kesal.
Dia sungguh tidak habis pikir dengan jalan pikiran Bahran, pemuda yang sekarang melihatnya dengan cengiran kuda.
"Lha ... siapa tau lo kesambet setan mau beranak makanya lo kayak gini, aneh," tukas Bahran tidak mau kalah.
Cakra hanya mendelik tajam tanpa berniat membalas. Bahran semakin mengangkat alisnya, menatap sahabatnya dengan aneh. Bukannya tadi pagi Cakra masih sangat bersemangat. Bahkan subuh dia sudah sampai di kampus untuk memasang semua banner, tentu Bahran juga ikut membantunya meski sedikit terpaksa, dia juga yang membantu menurunkan banner-banner itu setelah dapat teguran dari dosen.
"Gue nggak bisa nganter Kakak cantik pulang," gumam Cakra lirih dengan wajah lesu, kepalanya bersandar lemah di dinding.
Bahran menoleh dengan alis berkerut menatap Cakra yang lesu seperti ayam sayur.
"Bukannya lo emang nggak pernah nganterin Kak Aluna pulang kan? Lo kan cuma ngintilin dia dari belakang doang."
"Ya itu maksud gue." sahut Cakra tanpa tenaga.
"Ah elah ketimbang gitu doang aja lemas kayak nggak makan lima hari lo," tukas Bahran sambil memutar matanya jengah, kalau sudah bucin gini emang susah.
Cakra menegakkan tubuhnya, sedikit menarik tali tas ransel yang ada di punggungnya. Pemuda itu mengambil ponselnya dari saku lalu melakukan transaksi online, beberapa detik kemudian benda pipih milik Bahran menjerit keras.
Bahran melotot, melihat angka yang tertera dinotifikasi dompet digitalnya.
"Lo ngapain tiba-tiba tranfer?" pekik Bahran yang terkejut dengan dengan uang yang tiba-tiba masuk ke akun dompet digitalnya dengan angka yang lumayan, bisalah bertahan buat makan untuk tiga hari kedepan.
"Lo ikutin mobil Ayang gue, pastiin dia sampe rumah dengan selamat."
Cakra menjeda ucapannya untuk melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Lima belas menit lagi kelas Kakak cantik selesai, lo cepet standby di dekat kelasnya," perintah Cakra dengan wajah tegas.
Bahran menegapkan tubuhnya dengan tangan hormat miring di pelipis.
"Siap laksanakan, jadi makin cinta sama dompet lo," cengir Bahran di akhir kalimat.
"Amit-amit, najis! Cepet pergi sono," ketus Cakra sambil menyentuh pelan pantat Bahran dengan ujung sepatunya ( sengaja diperhalus biar lolos review)
"Kasar banget sih, Ka," rengek Bahran dengan wajah memelas, mulutnya melengkung ke bawah dengan mata berkaca-kaca dan tangan yang mengusap bekas ciuman sepatu Cakra di pantatnya.
"Bebong, najis banget muka lo kayak gitu!" Sarkas Cakra dengan raut wajah jijik.
Bahran tertawa dan segera berlari menjauh sebelum ujung sepatu Cakra kembali mengincarnya.
"Jaga jarak lima meter! INGAT!" teriak Cakra yang dijawab lambai tangan Bahran tanpa menoleh.
Cakra menghela napas berat, sebenarnya dia tidak rela absen ngintilin sang rembulan kesayangan. Namun Cakra juga tidak bisa melewatkan latihan pertama dengan tim basket inti Nolite University "Stromlite."
Dengan langkah sedikit gontai dan berat ia berjalan ke gedung olahraga. Suara sepatu berdecit menyambutnya kedatangan Cakra. Ia mengedarkan pandangan sejenak sebelum melangkah masuk, suara riuh langkah para pemain memenuhi lapangan basket indoor. Panasnya udara bercampur dengan teriakan instruksi dan suara bola yang memantul di lantai kayu.
Salah seorang dari mereka menyadari kedatangan Cakra. Pemuda dengan kaos basket warna hitam dengan nomer punggung 17 menghampiri Cakra.
"Lo anak baru itu kan?" tanya laki-laki itu sambil menyugar rambutnya yang lepek karena keringat.
"Iya," jawab Cakra singkat.
Pria itu tersenyum tipis lalu mengulurkan tangan.
"Gue Teddy."
"Cakra." Cakra menjabat tangan Teddy sekilas.
"Cepet ganti baju dan gabung sama kita."
Cakra hanya mengangguk, sejujurnya dia sedikit gugup. Hari ini adalah hari pertama Cakra berlatih dengan tim inti Stromlite. Kemarin-kemarin Cakra hanya latihan bersama tim junior. Tapi kemarin pelatih Hans menyuruhnya untuk datang hari ini dan mulai berlatih dengan tim inti.
"Nggak usah canggung, santai aja." Teddy menepuk bahu Cakra sebelum melangkah menjauh, kembali ke lapangan.
Cakra mengambil nafas dalam lalu berjalan ke ruang ganti. Setelah sampai Cakra segera membuka loker miliknya, mengambil kaos dan celana basket yang simpan di sana. Bibir yang tidak terlalu tebal itu tersenyum tipis melihat angka 95 di kaosnya.
"Aka bisa, Aka hebat," gumamnya sebelum mencium lembut kaosnya. Cakra tidak pernah melewatkan untuk ritual ini sebelum latihan ataupun pertandingannya.
Setelah selesai menganti baju dan sepatunya Cakra kembali ke lapangan. Dii ujung lapangan, seorang cowok tinggi menyambut Cakra dengan tatapan tajam, berdiri dengan tangan menyilang di dada.
Galaksa. Kapten tim yang punya nama besar di dunia basket kampus. Semestinya, latihan hari ini hanya pemanasan bagi Cakra sebagai anggota baru. Tapi, sejak awal, tatapan Galaksa pada Cakra bukan tatapan ramah pada junior.
"Lo anak baru, kan?!" suara berat Galaksa menggema. Cakra menoleh lalu mengangguk kecil.
Glaksa menghampiri Cakra yang masih diam mematung di pinggir lapangan. Galaksa semakin mendekat sambil memainkan bolanya. Tiba-tiba lapangan terasa hening, anggota lain berhenti men-drible bola mereka, semua mata tertuju pada gerak Galaksa. Atmosfer tiba-tiba saja terasa tegang.
"Lo pikir lo pantes masuk tim ini?" tanya Galaksa dengan nada mengejek.
lagi-lagi Cakra hanya mengangguk. Rahang Galaksa mengetat, diamnya Cakra semakin membuatnya emosi.
"Tunjukin kalau emang lo bisa."
Galaksa melemparkan bolanya cukup keras pada Cakra, Cakra pun dengan santai menerima bola dari ketua tim-nya itu.
Latihan dimulaidengan passing dan shooting drill. Semua berjalan dengan baik. Namun, saat giliran Cakra memegang bola, tiba-tiba ...
BRUKK!
Sikut tajam menghantam bahunya. Cakra nyaris kehilangan keseimbangan, tapi dia tetap berdiri tegak.
"Ups, sorry," kata Galaksa dengan senyum tipis penuh kemenangan.
Cakra tidak merespons, hanya mengambil bola dan bersiap lagi. Beberapa anggota tim mulai saling pandang, ada yang tertawa kecil, ada yang terlihat sedikit nggak nyaman.
Teddy yang mengetahui klau Galaksa sengaja menegurnya, "Jangan kasar gitu Ga, lo bisa bikin dia cidera."
Galaksa hanya melengos tidak perduli.
"Lanjut! Jangan lemah," teriak Galaksa.
Kemudian drill berubah jadi one-on-one. Dan kali ini, Cakra berhadapan langsung dengan Galaksa.
Bola dilemparkan. Cakra menangkapnya dan mulai menggiring. Tapi sebelum dia bisa bergerak lebih jauh ..
DUAK!
Tubuhnya ditabrak keras.
Cakra terjatuh, punggungnya menghantam lantai dengan cukup keras. Seisi lapangan terdiam beberapa detik.
"Bangunlah, bocah," suara Galaksa terdengar meremehkan.
"Atau lo lebih cocok di tim junior, belum saatnya lo di sini atau lebih baik lo pulang?"
Cakra tetap diam, tapi matanya mulai mengamati. Ekspresi setiap anggota tim. Dia ingin tahu mana kawan dan mana lawan. Dia bisa membalas. Bisa dengan mudah menunjukkan bahwa dia bukan anak kemarin sore. Tapi, bukan itu tujuannya dan Cakra juga tidak ingin membuat keributan di hari pertamanya.
Dengan tenang, dia bangkit. Tidak ada kemarahan di matanya, hanya ada tatapan dingin dan tenang.
"Lanjut?" tanya Cakra santai, seolah yang barusan terjadi bukan apa-apa.
Galaksa sempat terdiam. Dia mungkin berharap Cakra akan kesal atau marah, tapi yang dia dapatkan hanya ketenangan.
"Hah. Bocah ini..." gumamnya, sebelum melempar bola kembali ke Cakra.
"Awas aja kalau lo cuma jadi beban," Gumam Galaksa yang masih terdengar jelas oleh Cakra.
Latihan pun berlanjut sampai akhirnya selesai pukul 7 malam. Setelah menganti bajunya Cakra berjalan sanatai keluar gedung olahraga, namun langkahnya terhenti saat namanya di panggil.
"Cakra!"
Cakra menoleh, melihat pria berambut sebahu yang berlari ke arahnya.
"Iya, kak Teddy butuh sesuatu?" tanya Cakra dengan sopan pada seniornya itu.
"Panggil Teddy aja. Enggak ada apa-apa kok. Gue cuma mau lo lupain soal Galaksa. Gue bukan mau belain dia, apa yang dia lakuin ke lo emang agak kasar, tapi dia kapten yang baik., Gue rasa dia cuma mau ngetes lo doang tadi," ujar Teddy panjang lebar. Teddy bicara seperti ini karena memang Galaksa tidak pernah punya masalah dengan anggota tim basket mereka, dia juga leader yang baik selama ini.
Cakra hanya menyeringai tipis, dia merasa apa Galaksa punya niat tersendiri, terlepas dari senioritas dan tes kelayakan Cakra masuk tim inti.
"Tenang aja, gue aman," sahut Cakra santai.
"Oke, lega gue dengernya. Gue cabut dulu ya, BTW usaha lo keren juga buat dapetin Aluna," kata Teddy yang lansung membuat bibir Cakra tersenyum bangga.
"Iya dong." Cakra menyugar rambutnya kebelakang dengan sok keren. Teddy tertawa, menepuk bahu Cakra sebelum berlalu pergi.
Setelah Teddy menjauh Cakra kembali melanjutkan langkahnya ke parkiran dengan santai, sesekali ia tersenyum melihat foto laporan yang Bahran kirimkan sebagai bukti pekerjaannya. Sesampainya di tempat parkir Cakra langsung menaiki si hitam kesayangannya.
Suara deru motor halus terdengar saat ia menyalakan mesin. Mata Cakra memicing saat melihat sosok yang berdiri terkena lampu motornya. Sosok tinggi itu perlahan mendekat, semakin dekat, dan sampai tepat di depan motor Cakra.
"Jauhi Aluna!" tegas sosok itu dengan sorot mata tajam.
tapi drama kalian, bikin gemes 😅😅😅
drama banget si cakra🤣🤣🤣🤣
typo dikit yaaa 😊😊😊
padahal tanpa luna sadari aka sdh memberi alas agar darahnya ga merembes
aluna lagi bocor aka jadi dia malu . untung ayah Evan datang
drama banget sih cakra🤣🤣🤣
ini baru permulaan, lunn...
nanti jangan kaget karena under wear nya Estentisk 🤣🤣🤣