"Mulai sekarang gue yang jadi tutor lo sampai ujian kenaikan kelas."
Awalnya Jiwangga hanya butuh Keisha sebagai tutornya, itupun dia tidak sudi berdekatan dengan anak ambis seperti Keisha.
Sayang seribu sayang, bukannya menjauh, Jiwangga malah dijodohkan dengan Keisha.
Lantas bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mashimeow, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dukungan Motivasi
Seperti info yang beredar di kalangan yang tahu-tahu aja dan cepat menyebar dari mulut ke mulut, siswa di SMA Manggala bisa masuk lebih siang dari pada biasanya. Hal itu jelas dimanfaatkan oleh Keisha dan Luna yang sengaja satu malam sebelumnya begadang nonton drama korea. Untung saja mereka bisa sampai di sekolah setengah jam lebih awal sebelum bel masuk berbunyi.
Sudah banyak siswa lain yang berkumpul di sekitar aula dan koridor kelas masing-masing. Waktu luang yang tersisa digunakan sebaik mungkin oleh para siswa untuk melakukan banyak hal. Seperti menyalin tugas milik teman, para gadis berkumpul untuk saling membicarakan gosip paling hangat—topiknya tidak jauh dari Chaos Brotherhood.
Berbicara tentang ketujuh pemuda berandalan itu, Keisha tidak sengaja berpapasan dengan empat manusia di antaranya saat menuju kantin. Gadis itu berjalan lebih cepat nyaris berlari ke arah gerombolan pemuda yang tengah berjalan santai. Saat langkahnya kian mendekat, ia melebarkan kedua tangannya sejajar untuk menghalangi langkah selanjutnya dari para pemuda itu.
“STOP!” teriaknya.
Kata tegas dan spontan itu berhasil menarik atensi salah dua dari gerombolan tersebut hingga membuat keduanya merasa heran dengan tingkah gadis itu yang sedang berusaha menghadang mereka. Lucas dan Joshua yang awalnya acuh dan kembali melanjutkan langkah, tetapi, kembali Keisha menahan pergerakan dua pemuda itu.
“Lo ngapain sih berdiri di tengah jalan? Ganggu banget.” Joshua mendorong perlahan kedua lengan kecil milik si puan agar sedikit menyingkir dari jalanan utama.
“Minggir, gue mau lewat,” sentak Lucas.
Keisha melayangkan tatapan tajam penuh rasa intimidasi pada keempat pemuda tampan itu dengan tangan bersedekap di depan dada. “Jiwangga mana?” tanya Keisha.
“Lo nyegat kita cuma mau nanyain Jiwangga doang? Ngapain nyari yang kagak ada sih Kei. Gue nggak kalah oke juga dari Jiwa,” sahut River. Pemuda itu dengan santai dan sok kenal dekat merangkul akrab pundak Keisha dan langsung ditepis oleh si cantik.
“Gue nggak ada urusan sama lo. Sekarang mana Jiwangga?” tanya Keisha ketus.
“Emangnya lo mau ngapain kalau Jiwangga ada sekarang?” balas tanya Lucas. Pemuda berambut gondrong dengan warna pirang itu seperti menantang Keisha dari nada bicaranya.
“Jiwangga mulu nih yang dicari dari kemarin. Kecewa kecil gue Kei nggak dilirik sama lo,” goda Joshua lalu terkekeh kecil.
“Kalian nggak lagi cari alasan buat sembunyiin dia dari gue kan?” tuduh Keisha.
Harvey melewati Keisha karena dikejar oleh waktu. Hanya terjebak dengan gadis itu dan pertanyaan tidak penting malah membuang waktu saja. “Jiwa nggak masuk hari ini. Percuma juga lo mau tanya ke gue, mereka, atau anak-anak lain pun lo pasti bakal dapat jawaban yang sama,” jelas Harvey.
“Biasanya sih besok masuk ya kalau dia bolos hari ini,” ucap River santai. “Tapi gue nggak janji juga kalau Jiwa bakal langsung datang sih,” sambung pemuda itu.
“Kalau pun masuk juga dia nggak mau ketemu sama lo,” sambar Lucas. Pemuda Damarlangit itu lantas merangkul pundak River dan mengajak sahabatnya untuk segera pergi.
Keisha terperangah tidak percaya. Bagaimana bisa penyakit menyebalkan yang dimiliki Jiwangga bisa menyebar pada seluruh teman-temannya? Memang benar kata orang, kalau tidak memiliki satu kesamaan mana mungkin bisa awet berteman. Cocok sekali dengan nama grup mereka, Chaos Brotherhood, mereka lah kekacauan yang sesungguhnya.
Gadis berambut kecoklatan panjang itu seketika melupakan niatnya untuk ke kantin demi membeli beberapa cireng isi sebagai sarapan. Pasti sekarang sudah tidak ada lagi stok karena makanan berbahan aci itu cepat sekali habisnya. Semua gara-gara Chaos Brotherhood!
***
Bagaikan menemukan lotre di tumpukan jerami, Keisha berhasil mendapatkan satu porsi cireng isi ayam suwir pedas dan keju dari penjual langganannya. Ibu Kantin menyisihkan beberapa untuk gadis itu karena tahu si primadona SMA Manggala sangat menyukai camilan gurih ini. Dalam satu wadah berisi empat cireng berukuran sedang namun gendut. Rasanya dia tidak ingin berbagi dengan siapa pun.
Keisha mengambil satu lalu mengunyah cireng itu penuh rasa syukur. Seketika mood-nya yang sempat memburuk kini mulai pulih. Makanan enak adalah obat paling ampuh untuk mengatasi mood swing. Di tengah serunya si puan menyantap camilannya, Rasmi datang mendekat ke arah muridnya yang tengah sendirian.
“Bel bentar lagi bunyi loh Kei,” ucap Rasmi mengingatkan.
Keisha menoleh. “Eh ada Bu Rasmi. Masih ada beberapa menit lagi ini, tanggung cireng saya belum habis Bu,” balas Keisha dengan cengiran lebar.
“Gimana perkembangan tutor kamu sama Jiwangga?” tanya Rasmi.
“Saya nggak yakin bisa bikin Jiwangga berubah, Bu. Dia aja nggak ada keinginan buat memperbaiki diri. Kemarin saya nunggu sampai sekolah mau tutup juga mana kelihatan batang hidungnya. Sekarang malah nggak masuk,” dengus sebal Keisha.
“Ini baru awal ya pasti semuanya nggak mudah, Kei. Segala sesuatunya itu bertahap lah nggak mungkin ada yang instan. Tuhan kasih kamu cobaan ini karena yakin kamu mampu.” Rasmi mengusap perlahan pundak muridnya memberi kekuatan.
Keisha menggigit cireng ketiganya dengan ganas. “Ibu mah ini ada cobaan malah dicobain,” protesnya.
“Haha ya nggak apa-apa dong mencoba tantangan baru. Anggap aja kamu membantu teman yang lagi kesulitan. Kamu nggak mau kan lihat dia nanti menyesal di kemudian hari karena nilainya jelek?” tanya Rasmi.
“Ya enggak sih Bu.”
“Nah kalau gitu ya kamu tuntaskan apa yang sudah kamu mulai. Ibu percaya kalau kamu bisa membuat perubahan besar. Siapa tahu kan anak-anak itu bisa berubah jadi sosok yang lebih baik setelah kamu rubah dulu ketua mereka,” tutur Rasmi. Wanita paruh baya itu tersenyum anggun. “Cepat habisin tuh cirengnya terus masuk ke kelas,” sambung sang puan.
“Iya Bu.”
Namun, pada kenyataannya Keisha tidak benar-benar merealisasikan perintah dari sang guru dengan baik. Ia memilih untuk kabur sejenak ke ruang yang jarang terjamah oleh orang-orang disaat pelajaran sedang berlangsung. Rasa pening berkumpul menjadi satu di kepala membuat Keisha tidak bisa berpikir jernih.
Gadis itu melangkah tanpa beban memasuki ruang UKS yang tampak lengang tanpa penjagaan. Ada beberapa ranjang kosong di sana dan Keisha memilih untuk berbaring di atas kasur busa paling jauh dari pintu masuk. Nyaman karena keadaan di sekitarnya tenang.
“Kenapa sih harus gue yang dikasih tanggung jawab buat jadi tutornya Jiwangga? Masih ada gitu loh anak pintar lainnya yang mungkin bisa handle cowok bangor kek dia! Zoa, Jihan, sama Anton nganggur tuh. Arghhh gimana gue jalaninnya!” Keisha membungkam segala bentuk protesnya pada bantal dalam genggamannya.
“Kalau dia nggak mau ada keinginan berubah ya mau sampai gajah naik ke bulan juga nggak bakal kejadian tuh!”
“Sumpah gue sebal banget! Semua yang gabung ke Chaos Brotherhood problematik, norak, ngeselin, bikin susah doang isinya,” umpat Keisha. Ia mengepalkan tangan lalu memberikan tinjuan pada bantal di atas kasur agresif.
“Gue nggak ngerasa seproblematik itu sih.” Suara berat dan dalam dari seseorang di bilik sebelah membuka kain horden miliknya.
Keisha refleks menutup mulut dengan kedua tangan. Kedua netranya membulat sempurna saat semua keluhannya seperti tertangkap basah oleh Harvey Wibisono, salah satu anggota Chaos Brotherhood, yang memiliki ratusan penggemar karena wajah tampannya. Gadis itu panik bukan main. Wajahnya berubah semerah kepiting rebus sampai ke telinga karena malu.
Keisha rasanya ingin melarikan diri sekarang juga dan pergi sejauh mungkin. Baru saja ingin beranjak, tangannya ditahan oleh pemuda itu dan memaksa si puan untuk tinggal lebih lama. Situasi canggung tidak bisa keduanya hindari. Mereka hanya saling melirik tanpa ada niat untuk membuka topik pembicaraan.
“A-anggap aja gue n-nggak bilang apa-apa tadi. Please jangan bilang ke yang lain. Lupain aja apa yang lo dengar tadi ya,” kata Keisha gugup sambil menyatukan kedua tangannya di atas kepala. Membentuk tanda seperti orang sedang bertapa.
“Jiwangga emang keras tapi sebenarnya dia orang baik,” kata Harvey singkat. Pemuda dengan wajah campuran Indonesia-Jepang ini lantas bangkit dari duduknya. Ia tanpa banyak bersuara meninggalkan Keisha seorang diri di UKS tanpa pamit.
“Eh?”