Demi masa depan, Tania Terpaksa menjadi wanita simpanan dari seorang pria yang sudah beristri. Pernikahan Reyhan yang di dasari atas perjodohan, membuat Reyhan mencari kesenangan diluar. Namun, dia malah menjatuhkan hatinya pada gadis yang menjadi simpanannya. Lantas, bagaimana hubungannya dengan Kinan, dan rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nova Diana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rutinitas setiap hari.
Suara alaram yang memekakan telinga menjadi awal di hari yang cerah ini. Tania bangun dengan malas tapi langsung teringat dosen killer yang akan masuk pagi ini, Tania langsung bergegas mandi dan berangkat kuliah.
Sebelum itu Tania memeriksa beberapa map, makalah dan catatan agar tak ada yang tertinggal. Setelah dirasa sudah lengkap, Tania langsung menuju mobil di parkiran apartemennya.
Tak lupa hal yang harus Tania lakukan setiap pagi.
[Selamat pagi, Mas Reyhan tersayangku. Semangat kerja ya. Tania mau kuliah dulu.] Terkirim.
Biasanya Tania akan memanggilnya Om jutek tersayang. Tapi sejak kemarin kan panggilan Reyhan sudah bukan Om lagi.
Walaupun tak pernah ada balasan dari Reyhan, tapi mengirim pesan pagi hari dan malam sebelum tidur itu wajib.
Pernah sekali Tania lupa mengirim pesan saat pagi. Reyhan langsung menelfon Tania dan menyuruhnya menemui Reyhan diwaktu itu juga.
Syukur, Reyhan memilihkan apartemen yang dekat dengan kampus, mall, dan lainnya yang kalau-kalau di butuhkan mendadak bisa cepat. Jadi lebih membantu Tania.
Padahal, Reyhan memang sengaja agar Tania tidak beralasan macet di jalan saat diminta bertemu diluar.
______
Tania baru saja tiba di parkiran kampus, Tia dan teman-temanya langsung menghampiri Tania dengan pandangan mengancam. Tania bergeming, melipat tangan menunggu Tia dan gengnya sampai.
"Hey, ayam kampus!" panggil Tia, membulatkan mata Tania.
"Kenapa, Keget? Ayam kampus ..." lanjut Tia, dengan wajah mengejek.
"Kenapa harus kaget, aku malah lucu," Tania berjalan mendekat, dan mendekatkan bibirnya kekuping Tia.
"Apa perlu aku print foto seorang wanita yang bergelayut nakal dengan pria berbeda setiap harinya dan aku tempel di majalah dinding," seketika Tia mundur selangkah. Wajahnya merah padam, menahan amarah.
Apa-apaan ini, harusnya aku yang mengancamnya dengan hasil cekrek kan ku, kenapa jadi dia, sih yang ngancem aku. Gumam Tia kesal.
Kedua temannya memandang binggung pada Tia yang tiba-tiba langsung pucat pasi, dan diam saja.
"Minggir. Yayang Toni udah nunggu aku," Tania sengaja menabrakan bahunya. Membuat Tia semakin marah, tapi hanya bisa di pendam saja.
Tania pergi meniggalkan ketiga gadis yang masih mematung di dekat mobilnya.
"Sial!" umpat Tia sambil meremas ponsel yang di genggamnya, yang di dalamnya ada foto Tania yang bersama pria.
"Lu, kenapa, sih Ya. Kok lu diem aja?"
"Tau ni, Tia. Katanya mau labrak tu ayam kampus, kok lu diem aja, emang dia ngomong apa?"
"Diem aja lu pada. Awas aja lu, ayam kampus. Bakal gua beri pelajaran buat, lu." Tia mengepalkan tangannya. geram.
_ _ _
Tania berjalan menuju kantin di kampusnya, disana sudah ada Toni yang menunggu.
"Woy, diem aja, mikirin gua, lu, ya." Tania menepuk pundak Toni, laki-laki itu yang awalnya kesal seketika menjadi senang melihat Tania.
"Apa sih, lu. Buku gua, lu bawa. Ya iyalah gua mikirin elu," jawab Toni.
"Nih. BTW, makasih ya, Ton." Tania memberikan buku yang Ia pinjam pada Toni.
"Iye, sama-sama." jawab Toni.
"Udah makan, lu, Tan?" Tania menggelangkan kepalanya.
"Buru-buru tadi, gua."
"Yaudah, pesen makan gih."
"Oke, bayarin, ya."
"Iye," Toni mendengkus, "untung cantik" gumam Toni.
Tania memesan makanan, lalu kembali duduk di bersama Toni menunggu pesanannya datang. Toni sibuk memperhatikan Tania yang asik dengan ponselnya. Sudah dari awal semester Toni ingin menyatakan cinta pada Tania, tapi belum sempat Toni mengutarakan niatnya, Tania sudah berkata "Semoga kita selalu jadi sahabat ya Ton. Tanpa ada rasa lebih, biar persahabatan kita langgeng." Kata-kata Tania selalu terngiang di ingatan Toni.
Dan biarlah perasaan itu Toni simpan hingga pada saat yang tepat untuk mengutarakannya.
Menurut Toni, Tania gadis yang sempurna. Pasalnya Tania selalu saja cuek bila diajak bicara cowok-cowok lain bahkan dengan Bryan sekali pun yang seorang idola di kampus.
Bahkan Tania tidak pernah berkencang dengan cowok-cowok manapun. Dan yang membuat Toni lebih kagum hanya ada tiga kontak laki-laki di ponselnya. Toni, Om jutek, dan Ayah.
Nilainya selalu bagus, sopan terhadap dosen hanya saja Tania suka seenaknya membolos kuliah. Setiap Toni bertanya kenapa Tania tak masuk, gadis itu hanya menjawab sedang malas kuliah. Selalu seperti itu.
Pesanan Tania datang, segera gadis itu memakannya. Tak memperdulikan Toni yang sedari tadi memandangnya, senyum-senyum sendiri.
Di tempat lain.
Reyhan sedang berbalas pesan dengan seseorang. Wajah tegas itu tak hentinya tersenyum menatap layar ponsel di tangannya.
[Selamat pagi, Mas Reyhan tersayangku. Semangat Kerja ya. Tania mau kuliah dulu.]
[Nanti, Mas pulang mau ke mall dulu, Meting. Baru tempatmu.] Terkirim 07:12.
[Oke, Mas jutek. Bawa makanan, ya.] Pesan masuk
Secepat kilat Tania membalas pesan dari Reyhan.
[Iya, lingeri nggak sekalian?"] Terkirim
[Aahh, Om nakal, ya. Boleh deh, pink ya.] Pesan masuk
[Maksud aku, yang pink ya, Mas Reyhan yang tampan.] Pesan masuk
[Heemm.] Terkirim
Disanan Tania membayangkan wajah jutek Reyhan saat berkata 'Hemm' dan Tania kesal dengan ekspredi datar itu. Sedangkan disini Reyhan sedang tersenyum membayangkan wajah kesal Tania saat Ia hanya menjawab seperti itu. Menurut Reyhan wajah kesal Tania membuat Reyhan candu, karena Tania sangat imut saat berekspresi cemberut.
[Is, dasar Mas-Mas jutek.] Pesan masuk
Sangking asiknya berbalas pesan, Reyhan sampai tidak sadar bahwa Kinan, istrinya sudah memasuki kamar, setelah selesai mandi.
"Seneng banget, Mas. Lagi chatan sama siapa?" tanya Kinan tanpa menoleh dan asik mengeringkan rambutnya.
Reyhan langsung menaruh ponselnya ke saku celana, "client," jawab Reyhan singkat.
"Ck, client, ya." Kinan mendengkus, tau siapa yang sedang berbalas pesan sampai membuat Suaminya bahagia seperti itu.
"Ck, bahkan dia tak pernah sebagia itu saat bersamaku." gumam Kinan .
Jangan kau fikir aku tak tahu tentang gundikmu itu, Mas Reyhan. Batin Kinan .
"Hem ..." singkat Reyhan menjawab sambil merapikan kemeja dan memakai dasi.
"Apa kau tak pulang malam ini?" Kinan kembali bertanya.
"Tidak," jawab Reyhan.
Kinan menghentikan aktifitasnya, Berjalan mendekati suaminya.
"Mas, aku rindu padamu." Kinan mencoba menggoda Reyhan, dibukanya ikatan tali di bajunya yang tipis.
Menggenggam tangan Reyhan, meletakannya di pipi, lalu dipaksanya tangan Reyhan membelai tiap tanjakan dan lekukan di tubuh Kinan . Wanita itu menikmati, sedangkan Reyhan mulai tidak nyaman.
Tangan Reyhan sampai di area sensitive Kinan , seketika Reyhan menarik tangannya. Membuat Kinan tersentak kaget.
Tak biasannya Reyhan seperti ini, meskipun Reyhan cuek tapi Ia akan selalu menuruti nafsu istrinya jika Kinan sedang ingin bercinta.
"Kenapa!" Kinan meninggikan suaranya.
"Aku ada meting."
"Cih, meting? Dengan siapa? Dengan gadis miskin itu?"
Reyhan kaget mendengar perkataan Kinan , namun raut wajahnya tak menunjukan keterkejutannya. Bahkan wajah tegasnya tetap datar.
"Kau fikir aku tak tau, jika selama ini kau berselingkuh dariku?" Kinan mulai berapi-api.
Reyhan tetap bergeming. Datar.
"Akan kubuat pelajaran pada gadis itu."
Reyhan menoleh pada Kinan , "sehelai rambut saja kau menyentuh gadisku, tak akan ku maafkan kau selama hidupku." Reyhan memberi ancaman.
"Cih, sudah ketahuan berselingkuh, beraninya membela wanita murahan seperti itu, memang apa kelebihannya itu, hah!"
Reyhan membelai pipi Kinan , "Kinan sayang. Sebelum memakiku baiknya kau bersihkan dulu tanda merah di lehermu itu."
Kemudian Reyhan langsung pergi meninggalkan Kinan . Kinan berlari ke meja rias mencari tanda merah di lehernya.
"Sial, dasar bodoh!" Kinan meremas bajunya, kesal.
Memaki dirinya sendiri. Bagaimana ia bisa tidak melihat tanda merah, yang sangat merah meskipun tidak terlalu besar, itu sudah bisa dipastikan bekas kecupan. Niatan ingin mengancam Reyhan, malah Kinan sendiri yang merasa terancam.
Bersambung