Sofia Amara, wanita dewasa berusia 48 tahun yang hanya dipandang sebelah mata oleh suami dan anak-anaknya hanya karena dirinya seorang ibu rumah tangga.
Tepat di hari pernikahan dirinya dan Robin sang suami yang ke-22 tahun. Sofia menemukan fakta jika sang suami telah mendua selama puluhan tahun, bahkan anak-anaknya juga lebih memilih wanita selingkuhan sang ayah.
Tanpa berbalik lagi, Sofia akhirnya pergi dan membuktikan jika dirinya bisa sukses di usianya yang sudah senja.
Di saat Sofia mencoba bangkit, dirinya bertemu Riven Vex, CEO terkemuka. Seorang pria paruh baya yang merupakan masa lalu Sofia dan pertemuan itu membuka sebuah rahasia masa lalu.
Yuk silahkan baca! Yang tidak suka, tidak perlu memberikan rating buruk
INGAT! DOSA DITANGGUNG MASING-MASING JIKA MEMBERIKAN RATING BURUK TANPA ALASAN.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DAAP 23
Setelah berjam-jam menunggu, akhirnya pintu ruang operasi terbuka.
Rena, Elleanor, dan Edward langsung berdiri serempak saat dokter keluar dengan wajah tenang.
“Bagaimana keadaannya, Dok?” tanya Edward cepat.
Dokter melepaskan masker medisnya dan tersenyum tipis. “Operasi berjalan dengan sukses. Mioma telah diangkat, dan sekarang pasien dalam pemulihan. Kami akan memantau kondisinya selama beberapa hari ke depan.”
Ketiganya menghela napas lega.
Elleanor langsung meremas tangan kakaknya, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. Edward sendiri tampak lebih tenang, tapi siapa pun bisa melihat bahwa ia jauh lebih rileks sekarang.
“Terima kasih, Dok,” kata Rena mewakili semuanya.
Dokter mengangguk sebelum kembali masuk ke dalam untuk memastikan Sofia dipindahkan ke ruang rawat inap.
Tak lama kemudian, Sofia dipindahkan ke ruangan VVIP.
Rena, yang baru saja duduk untuk beristirahat, tiba-tiba mendengar ponselnya berdering. Ia mengernyit, lalu mengambilnya dari dalam tas. Begitu melihat nama di layar, Rena menghela napas.
“Ada klien yang harus aku tangani,” katanya sambil bangkit.
Elleanor langsung panik. “Tante Rena mau ke mana? Tante Sofia baru saja keluar dari operasi!”
Rena menepuk bahu Elleanor pelan. “Jangan khawatir. Aku hanya sebentar. Kalian berdua di sini dulu, jaga Sofia.”
Edward mengangguk tanpa ragu. “Kami akan menjaganya.”
Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, Rena pun pergi dengan langkah cepat.
Kini hanya tersisa Edward dan Elleanor di ruangan itu.
Elleanor duduk di tepi ranjang, menatap Sofia yang masih belum sadar.
“Tante Sofia .…” bisiknya pelan, “Aku harap Tante segera sadar. Ada banyak hal yang harus kita bicarakan .…”
Sementara itu, Edward berdiri di dekat jendela, tatapannya tajam dan penuh pemikiran.
Tidak ada yang tahu bahwa di kepalanya, ia sedang menyusun rencana.
*****
Malam itu, rumah sakit masih terjaga dalam kesunyian.
Di dalam kamar rawat VVIP, Sofia masih terlelap, napasnya tenang meski wajahnya sedikit pucat.
Pintu kamar terbuka tanpa suara.
Seorang pria melangkah masuk dengan langkah mantap. Wajahnya tampan, meski usia telah menambahkan sedikit kerutan di sudut matanya. Tubuhnya masih tegap dan berotot, menunjukkan bahwa waktu belum mampu meruntuhkan wibawa serta ketangguhannya.
Tatapannya jatuh pada Sofia yang terbaring lemah. Ada banyak emosi yang berputar di matanya—kerinduan, penyesalan, dan kebahagiaan yang samar.
Perlahan, ia duduk di tepi ranjang Sofia.
Jari-jari kokohnya terulur, mengusap lembut rambut Sofia, seolah takut membangunkannya.
“Sudah lama sekali .…” gumamnya dengan suara rendah. “Kau tidak berubah sedikit pun, Sofia.”
Ia menghela napas panjang, sepasang matanya menyiratkan emosi yang sulit diungkapkan.
“Anak-anak kita telah tumbuh besar .…” lanjutnya pelan, “Kau pasti akan terkejut jika tahu siapa mereka.”
Pria itu menggenggam tangan Sofia sejenak, jari-jarinya melingkari jemari Sofia dengan erat.
Tapi kemudian, ia menghela napas lagi, ragu-ragu. “Aku tidak tahu bagaimana harus memberitahumu tentang mereka.” Suaranya bergetar sedikit. “Aku takut … kau akan marah dan membenciku. Tapi aku tidak punya pilihan lain.”
Pria paruh baya tampan itu menatap Sofia sekali lagi, seolah menghafal setiap garis wajahnya.
“Mudah-mudahan … kau bisa menerima semuanya.”
Setelah mengatakan itu, pria tersebut akhirnya berdiri dan berjalan keluar dengan tenang, meninggalkan aroma maskulin yang samar.
Beberapa menit setelah kepergiannya, pintu kembali terbuka.
Elleanor masuk dengan langkah cepat, membawa kantong camilan di tangannya.
Di belakangnya, Edward berjalan lebih santai, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana.
“Aku lapar, kak.” Elleanor mengeluh sambil membuka bungkus cokelat. “Kenapa di rumah sakit nggak ada restoran enak?”
Edward tidak menanggapi. Ia hanya menatap ruangan dengan ekspresi datar—tapi matanya berkilat tajam. Ia bisa merasakan sesuatu.
Aura seseorang masih tertinggal di dalam kamar ini. Dan ia tahu pasti siapa orang itu. Senyum tipis terangkat di sudut bibirnya.
“Dasar … nakal,” gumamnya pelan.
****
Cahaya matahari pagi menerobos masuk melalui jendela kamar rawat VVIP.
Sofia perlahan membuka matanya, kelopak matanya terasa berat, tetapi rasa kantuk itu segera tergantikan dengan kesadaran.
Begitu melihat Sofia mulai sadar, Elleanor langsung berlari ke sisi ranjang dengan mata berbinar.
“Tante Sofia! Akhirnya sadar juga! Aku hampir kena serangan jantung semalam.”
Sofia tersenyum kecil melihat reaksi gadis itu. Sementara Edward yang berdiri di sisi lain hanya menghela napas lega.
“Bagaimana perasaanmu, Tante?” tanya Edward dengan suara tenang, tetapi sorot matanya jelas menunjukkan kekhawatiran.
Sofia mencoba duduk, tetapi Elleanor dengan sigap menahan tubuhnya.
“Pelan-pelan saja, Tante. Jangan banyak gerak dulu.”
Sofia tersenyum kecil, merasakan kehangatan yang begitu asing namun menyenangkan.
Tak lama setelah itu, ketukan terdengar dari pintu.
Rena masuk terlebih dahulu, disusul oleh dua orang pekerja Sofia, Yaya dan Lia.
Begitu melihat Sofia telah sadar, ketiganya tampak lega.
“Astaga, Sofia! Aku hampir stres karena menunggu dirimu yang belum sadar!” Rena mendekat sambil menatap sahabatnya dengan cemas.
Sofia tersenyum, “Aku baik-baik saja, hanya butuh sedikit istirahat.”
Yaya dan Lia yang berdiri di belakang Rena ikut mendekat sambil membawa keranjang buah.
“Bu Sofia, bagaimana keadaan Anda?” tanya Yaya dengan nada sopan.
“Kami sangat khawatir, Bu,” Lia menimpali.
Keduanya meletakkan keranjang buah di meja samping ranjang.
“Kami datang untuk memastikan Anda baik-baik saja.”
Sofia tersenyum hangat melihat perhatian mereka. “Terima kasih, kalian berdua. Maaf membuat kalian khawatir.”
Yaya dan Lia saling bertukar pandang sebelum tersenyum.
“Oh ya, Bu, jangan khawatir soal ruko. Kami sudah mengatur semuanya, semuanya masih aman terkendali.”
“Iya, jadi Bu Sofia bisa istirahat dengan tenang dulu,” tambah Lia.
Sofia menghela napas lega. Meskipun hatinya masih merasa gelisah karena meninggalkan pekerjaan, mendengar bahwa semuanya baik-baik saja membuatnya sedikit lebih tenang.
Rena menepuk pundak Sofia dengan lembut.
“Kau dengar sendiri, kan? Jangan terlalu banyak berpikir. Fokus saja untuk pulih.”
Sofia tersenyum dan mengangguk.
Di dalam hatinya, ia berjanji bahwa setelah pulih, ia akan bekerja lebih keras lagi untuk mewujudkan impian barunya.
🍃🍃🍃🍃
Di sisi lain, di kediaman Rahardian, pesta pernikahan Robin dan Vanessa akhirnya digelar.
Dekorasi yang mewah memenuhi ruangan besar itu. Lampu kristal menggantung megah di langit-langit, meja-meja dihiasi bunga segar, dan alunan musik lembut mengiringi suasana.
Di tengah ruangan, Robin dan Vanessa berdiri berdampingan, mengenakan pakaian pengantin yang serasi.
Robin mengenakan setelan jas hitam yang elegan, sementara Vanessa tampak anggun dalam gaun putih yang menempel sempurna di tubuhnya.
Di mata mereka terpancar kebahagiaan.
Saskia, ibu Robin, tersenyum bangga melihat putranya akhirnya menikahi wanita yang ‘lebih baik’ daripada Sofia.
“Lihat, Robin, kau akhirnya bersama wanita yang benar-benar pantas untukmu,” ujar Saskia sambil menggenggam tangan putranya.
Robin tersenyum dan mengangguk. Dia merasa lega karena semuanya berjalan sesuai keinginannya.
Vanessa pun menatap Robin dengan penuh kemenangan. Dia kini telah menjadi istri sah Robin, mendapatkan status dan kehormatan yang selama ini diinginkannya.