Olivia Caroline adalah seorang wanita matang dengan latar belakang kedua orang tua broken home. Meski memiliki segalanya, hatinya sangat kosong. Pertemuan dengan seorang gadis kecil di halte bis, membuatnya mengerti arti kejujuran dan kasih sayang.
"Bibi, mau kah kamu jadi Mamaku?"
"Ha? Tidak mungkin, sayang. Bibi akan menikah dengan pacar Bibi. Dimana rumahmu? Bibi akan bantu antarkan."
"Aku tidak mau pulang sebelum Bibi mau menikah dengan Papaku!"
Bagaimana kisah ini berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kumi Kimut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32
Olivia menatap wajah Aarav, matanya tak berkedip, seolah ingin memastikan bahwa pria yang berdiri di sampingnya ini benar-benar nyata. Pria tampan dengan sorot mata teduh, namun menyimpan kisah kelam yang tak mudah untuk diabaikan. Ia tak menyangka bahwa seseorang dengan wajah setenang dan setegar itu baru saja keluar dari penjara. Sesuatu dalam dirinya bergetar—perpaduan antara iba, kekaguman, dan ketakutan yang belum bisa ia menguraikan.
Air mata perlahan mengalir dari sudut matanya. Olivia mencoba menahannya, tapi tak mampu. Ia menangis bukan hanya karena kisah pilu Aarav, tetapi juga karena hatinya yang terbelah. Ia ingin sekali melangkah maju, menghapus air mata Aarav yang tak terlihat, menyentuh wajahnya, lalu memeluknya erat-erat, seolah ingin mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi ada tembok tak kasat mata yang menghalangi langkah itu.
Tembok itu adalah perasaannya sendiri.
Bukan karena ia membenci Aarav. Bukan pula karena ia meragukan kebaikan pria itu. Justru sebaliknya—Olivia tahu, jauh di lubuk hatinya, Aarav bukanlah lelaki yang jahat. Ia tahu Aarav pernah salah, tapi ia juga melihat bagaimana pria itu berjuang memperbaiki diri, menghadapi konsekuensi, dan keluar dari penjara dengan kepala tegak. Tapi hati Olivia masih penuh keraguan. Ia belum mantap mencintai Aarav. Ia belum siap menyerahkan seluruh hatinya kepada seseorang dengan masa lalu yang kelam dan penuh luka.
Aarav menatap balik ke arah Olivia, senyumnya tipis, seolah mengerti apa yang berkecamuk di benak perempuan itu. Ia tidak memaksa. Ia tidak mendekat. Hanya berdiri di sana, membiarkan Olivia mengolah emosinya sendiri. Dalam hatinya, Aarav pun berperang. Ia ingin meraih tangan Olivia, menghapus air mata itu, dan berkata bahwa ia tak akan menyakiti perempuan itu. Tapi ia tahu, Olivia butuh waktu. Dan Aarav bersedia menunggu.
Suasana di antara mereka sunyi, namun penuh makna. Angin seolah menyentuh rambut Olivia, membuat helainya menari perlahan. Aarav melihat itu dan tersenyum pahit.
"Pak Aarav," ucap Olivia lirih.
"Ya?" jawab Aarav sambil menoleh ke arah sang gadis. Senyumnya tampak lebih manis dari sebelumnya.
"Apa bapak sedih karena aku bersikap biasa saja?" tanya Olivia dengan suara lirih.
"Hm, ya lumayan sedih. Soalnya, aku kan sudah pengen nikahin kamu. Eh kamunya malah gak antusias. Apalagi kamu kan tahu, aku cinta sama kamu Liv," goda Aarav.
"Gak gitu pak, aku cuma...."
Belum selesai bicara, Olivia dibuat bungkam dengan aksi Aarav yang memeluk tubuhnya." Liv, aku cuma bercanda. Aku senang seperti ini. Aku memang sangat berharap ada rasa dihatimu untukmu, tapi gak perlu secepat itu ...."
"Ya pak, saya setuju."
"Ha? Setuju apa?" Aarav tampak kaget, dia melepaskan pelukannya.
"Setuju, jadi ... Hm, jadi ...."
Olivia masih malu-malu, dia benar-benar gak bisa untuk mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya. Aarav tak mau kehilangan momen, dia lantas bertindak cepat." Kamu mau nikah sama aku? Kamu terima cinta aku?" tanya Aarav dengan raut wajah bahagia.
Olive cuma menganggukkan kepalanya, sambil menunduk. Aarav yang luar biasa bahagia, lantas memeluk lagi tubuh itu dan membuat keduanya berputar bersama-sama.
"Ye jadi kawin dah yey!" teriak Aarav saking bahagianya.
"Hey! Pak turunin aku pak! Nanti aku jatuh hey!" pinta Olivia yang merasa cemas dengan dirinya sendiri, soalnya Aarav gak mikir dua kali buat gendong. Apalagi sampai muter-muter gitu.
Aarav lantas menghentikan putarannya, lalu memegang pundak Olivia erat." Aku janji akan menjagamu, mencintai dan membuat bahagia, Olivia!"
smangat