menceritakan tentang seorang gadis mantan penari ballet yang mencari tahu penyebab kematian sang sahabat soo young artis papan atas korea selatan. Hingga suatu ketika ia malah terjebak rumor kencan dengan idol ternama. bagaimana kisah mereka, yukkk langsung baca saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon venn075, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Pagi itu, Cassi duduk dengan tenang di ruang kerjanya yang luas, meskipun pikirannya sedang terganggu oleh rumor yang beredar tentang dirinya. Setiap detik, kabar tersebut semakin menyebar, menambah tekanan yang sudah cukup berat dalam hidupnya. Saat ia tengah berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya, ponselnya berdering, memecah kesunyian ruangan. Nama "Mommy" muncul di layar, dan seketika, Cassi merasakan ketegangan yang mendalam.
Dengan tangan yang terampil, ia menjawab panggilan tersebut tanpa ragu.
“Halo, Mommy,” suara Cassi terdengar tenang, meski ada sedikit ketegangan yang tak bisa disembunyikan.
Di ujung telepon, suara Mommy Cassi terdengar lebih khawatir dari biasanya. “Cassi, apakah kamu baik-baik saja? Aku mendengar tentang rumor yang beredar... Aku khawatir kamu sedang merasa tertekan.”
Cassi menatap layar ponselnya, menarik napas panjang sebelum menjawab. “Mommy, aku baik-baik saja. Hanya saja, aku merasa semuanya berjalan begitu cepat dan tidak terduga. Rumor itu... cukup mengganggu, tapi aku akan menghadapinya.”
Mommy Cassi mendesah perlahan, nada suaranya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. “Aku tahu ini pasti bukan hal yang mudah untukmu. Namun, kamu harus berhati-hati. Dunia luar tidak akan pernah berhenti menghakimi, dan sekarang lebih dari sebelumnya, kamu harus menjaga citra diri. Apapun yang terjadi, kamu adalah wajah dari Seaggel Group.”
Cassi menundukkan kepalanya sejenak, meresapi kata-kata Mommy-nya. “Aku mengerti, Mommy. Namun, ada hal-hal yang lebih besar dari sekadar citra atau reputasi. Ini tentang kebenaran, dan aku tidak bisa membiarkan diriku terperangkap dalam sebuah kebohongan hanya demi mempertahankan nama baik.”
Mommy Cassi terdiam sejenak, merenungkan jawaban anaknya. Suasana hening itu cukup lama, hingga akhirnya suara Mommy-nya terdengar kembali, lebih hati-hati. “Cassi, aku memahami bahwa kamu ingin mencari kebenaran, tetapi kamu harus ingat bahwa dunia ini sering kali tidak adil. Ada banyak yang akan mencoba memanfaatkan keadaanmu. Jangan biarkan perasaanmu mengaburkan penilaianmu.”
Cassi menatap keluar jendela, matanya menerawang jauh, seolah mencari jawaban dalam keheningan pagi. “Mommy, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Namun, aku juga tidak bisa berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Ada banyak hal yang harus aku selesaikan, dan aku tidak bisa menghindar dari kenyataan itu.”
Mommy Cassi menghela napas lagi, kali ini dengan suara yang lebih lembut. “Aku selalu mendukungmu, Cassi. Ingatlah untuk menjaga dirimu, baik fisik maupun mental. Jangan biarkan apapun menghalangimu, tetapi tetaplah berpikir dengan jernih. Dunia ini penuh dengan permainan kekuasaan.”
Cassi mengangguk meskipun Mommy-nya tidak bisa melihatnya. “Terima kasih, Mommy. Aku akan melakukannya dengan cara aku sendiri.”
Percakapan itu diakhiri dengan kata-kata penuh pengertian dari Mommy Cassi, “Aku selalu di sini jika kamu membutuhkan bantuan. Jaga dirimu baik-baik, anakku.”
Setelah menutup telepon, Cassi meletakkan ponselnya dengan tenang. Meski hatinya sedikit terguncang, ia tetap teguh. Ia tahu, apa pun yang terjadi, ia tidak akan mundur. Kebenaran harus ditemukan, dan ia akan menjalani perjuangannya dengan kepala tegak, meskipun itu berarti menghadapi kenyataan yang lebih keras dari yang ia bayangkan.
----
Malam sudah larut, dan Jihoon duduk di ruang kerjanya yang tertata rapi, dikelilingi oleh berbagai dokumen penting dan layar komputer yang menyala. Wajahnya yang tampak lelah menunjukkan betapa banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan. Namun, seiring berjalannya waktu, pikirannya terus kembali pada satu hal yang tak bisa ia lepaskan—rumor yang mengaitkan dirinya dengan Cassi, pewaris Seaggel Group, dan masa lalu yang penuh dengan misteri.
Suasana ruangannya yang tenang tiba-tiba terpecah oleh suara deringan telepon. Jihoon melihat layar ponselnya, tertera sebuah nomor yang tidak dikenal. Tanpa ragu, ia mengangkat telepon tersebut.
“Halo?” suaranya terdengar serius, namun sedikit keheranan menyelimuti nada suaranya.
Di ujung telepon, suara yang ia dengar tidak asing, tetapi juga tidak dapat dikenali sepenuhnya. “Jihoon... aku merindukanmu,” kata suara itu dengan lembut, namun ada sesuatu yang aneh dalam intonasinya. Jihoon merasa sesaat tertegun, tetapi segera menahan diri.
“Ada apa? Siapa ini?” tanya Jihoon dengan tegas, meskipun dalam hatinya rasa penasaran semakin besar. Suara itu memunculkan perasaan yang tak dapat ia jelaskan, seperti kenangan yang terpendam jauh di dalam hatinya, namun belum pernah benar-benar ia ingat.
Suara itu tertawa pelan, namun tetap tidak memperkenalkan diri. “Tidak ada yang perlu khawatirkan, Jihoon. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa aku merindukanmu... sangat merindukanmu.”
Jihoon merasa sekejap rasa dingin merambat di sepanjang tubuhnya. Ada sesuatu yang menggelitik dalam kata-kata itu, sebuah keanehan yang membuatnya semakin waspada. Ia tidak mengenali suara itu, tetapi rasanya seperti kenal—terlalu kenal, bahkan jika ia tidak bisa memastikan siapa yang berbicara.
“Kenapa kamu menelepon?” Jihoon akhirnya bertanya, suaranya lebih dingin dan terkontrol.
Sebelum suara itu menjawab, ada hening yang cukup lama, seolah-olah orang di ujung telepon itu sedang mempertimbangkan kata-kata yang akan diucapkan. “Aku hanya ingin kamu tahu, Jihoon, bahwa aku selalu mengawasi... dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Tidak ada yang bisa melupakan masa lalu kita.”
Hati Jihoon berdegup lebih cepat. Kalimat terakhir itu mengusik pikiran-pikirannya yang sudah lama terkubur. Pikirannya pun mulai berkelana pada masa lalu yang ia coba lupakan, namun selalu kembali menghantuinya. Namun, ia tidak bisa menyimpulkan apapun tanpa mengetahui lebih banyak.
“Cukup!” Jihoon akhirnya berkata dengan suara yang lebih tegas, hampir membentak. “Aku tidak ingin permainan seperti ini. Jangan hubungi aku lagi.”
Namun, sebelum ia bisa menutup telepon, suara itu kembali berbicara, kali ini lebih serius. “Kami akan bertemu lagi, Jihoon. Jangan khawatir, kita akan kembali bersama. Itu janji aku.”
Telepon itu pun terputus tanpa peringatan, dan Jihoon hanya terdiam, menatap layar ponselnya yang kini gelap. Hatinya masih dipenuhi rasa penasaran yang mencekam. Ia tidak tahu siapa yang telah meneleponnya, tetapi satu hal yang pasti—itu bukan percakapan biasa.
Setelah beberapa detik, Jihoon segera berdiri dari kursinya dan menekan tombol di ponselnya. “Tim, segera selidiki nomor ini. Aku ingin tahu siapa yang baru saja menghubungiku. Jangan biarkan apapun terlewatkan,” perintahnya dengan nada yang penuh tekanan.
Beberapa detik kemudian, tim keamanannya mulai bergerak cepat, mencari jejak dari nomor misterius yang telah mengganggu pikiran Jihoon. Jihoon berjalan mundar-mandir, matanya yang tajam dan penuh fokus memancarkan ketegasan. Ia tahu, bahwa kejadian ini bukanlah kebetulan. Ada seseorang yang mengamatinya—seseorang yang tidak ingin ia biarkan bebas begitu saja.
“Jika ini memang ada kaitannya dengan masa lalu, aku harus berhati-hati,” pikir Jihoon dalam hati. "Aku tidak bisa membiarkan diriku terjebak dalam permainan yang tak aku mengerti."
Ia kembali duduk di meja kerjanya, menatap ponselnya, menunggu hasil dari penyelidikan timnya. Rasa cemas yang mulai tumbuh itu dipenuhi oleh tekad untuk menemukan siapa yang berada di balik telepon itu, dan apa yang sebenarnya mereka inginkan darinya.