Lana, seorang gadis yang tumbuh dalam pengabaian orangtua dan terluka oleh cinta, harus berjuang bangkit dari kepedihan, belajar memaafkan dan menemukan kembali kepercayaan pada cinta sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lidya Riani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 34 ASING
Lana membolak-balik kertas soal yang ada di hadapannya, setelah yakin bahwa semua pertanyaan telah terjawab tanpa terlewat satupun, gadis itu akhirnya bisa bernafas lega.
Ya, hari ini adalah hari terakhir siswa siswi kelas 12 di sekolahnya melaksanakan ujian nasional. Sejauh ini Lana tidak terlalu kesulitan mengerjakan semua tes akan tetapi tetap saja dirinya merasa gugup terlebih dia harus mempertahankan prestasi akademiknya agar kesempatan lulus beasiswa yang dia incar lebih besar.
Selain itu, cepat atau lambat, Lana harus segera keluar dari rumah tempat ia tinggal saat ini. Dengan bujukan Putra, untungnya Sofia bermurah hati untuk menunda penjualan rumah tersebut. Ia akan mulai menjual rumah peninggalan Kakek dari Lana tersebut setelah gadis itu lulus SMA dan mulai memasuki bangku perkuliahan.
Lana tentu saja bersyukur, walaupun tak menampik bahwa dirinya sangat sedih harus kehilangan rumah tempatnya tinggal beberapa tahun ini. Bagaimanapun jika impiannya untuk berkuliah di Singapura terlaksana, ia memang harus keluar dari rumahnya dan meninggalkan tanah air.
Bagiamana hubungannya dengan Sakha?
Tidak membaik atau pun memburuk
Namun...asing...
Hanya terkadang berpapasan tanpa saling menyapa.
Atau berbicara seadanya untuk keperluan akademis mereka.
Lana, tentu saja merasa kehilangan...apalagi Sakha adalah satu-satunya pemuda yang bisa membuatnya jatuh cinta.
Dia adalah cinta pertama gadis itu....
Tapi ia bisa apa..
Lagipula dia sudah sering kehilangan..setiap yang berharga baginya..akan pergi menjauh cepat atau lambat..
Ia hanya perlu menyiapkan diri..walaupun sakit...
Sekali lagi, Lana hanya punya dirinya sendiri untuk bertahan.
...------------...
"Yakin kamu mau kuliah di Yogyakarta?"
Nenek Yasmin berkali-kali menanyakan hal yang sama pada Sakha. Ia tidak menyangka akan tiba saatnya melepas pemuda itu jauh dari pantauannya walaupun hanya untuk berkuliah.
Ia sadar bahwa Sakha bukan lagi cucu kecilnya yang penakut, yang selalu bersikap manja padanya. Pemuda itu mulai dewasa dan berusaha menentukan jalan hidupnya.
"Ngomong-ngomong, kok Lana enggak suka main lain kesini? Nenek kangen lo sama dia." ujar Nenek Yasmin seraya mengambil posisi di sofa tempat Sakha duduk.
Sakha hanya mengedikkan bahunya tanpa menjawab. Berpura-pura asyik bermain game di ponselnya.
Nenek Yasmin menaruh sedikit kecurigaan bahwa hubungan keduanya sedang tidak baik-baik saja, namun ia tidak enak hati untuk mencari tahu lebih banyak urusan pribadi cucunya tersebut.
"Kalau Lana, dia mau kuliah dimana?"
Nenek Yasmin menyambut Berry yang meloncat ke pangkuannya, dielusnya bulu lembut kucing itu dengan penuh sayang.
"Singapore."
"Wah..hebat! Lana ambil jurusan apa?"
"Desain."
"Ohh." Nenek terus mengangguk-angguk. "Kamu lagi marahan ya sama Lana?"
Sakha mengedikkan bahunya.
"Kamu ini, katanya udah gede. Mau jadi Sakha yang dewasa, tapi masih ngambek-ngambekan sama anak gadis orang."
"Enggak tahu ah nek, jangan bahas dia." sewot Sakha.
"Sakha! Kamu enggak boleh ya seperti itu. Nenek tidak tahu ada masalah apa antara kalian, tapi nenek yakin kalau Lana bukan anak yang suka cari perkara. Jadi, di sini pasti kamu masalahnya."
"Nenek, jangan ikut campur." Sakha menautkan kedua alisnya. Wajahnya kentara malas sekaligus emosi dengan topik yang dibahas neneknya.
Nenek Yasmin memijat pelipisnya seraya membuang nafas kasar.
"Jika memang kalian berdua ada masalah, maka selesaikan baik-baik. Jangan malah uring-uringan seperti ini. Tidak baik Sakha, menyimpan dendam atau emosi terlalu lama. Kamu itu harus belajar sabar, belajar mengalah, belajar ikhlas."
Nenek Yasmin bangkit dengan menggendong Berry di pangkuannya, diliriknya sekali lagi Sakha yang masih seolah tak menghiraukan ceramahnya sejak tadi. Cucunya ini memang cukup sulit diberikan nasehat jika belum kena batunya. Maklum, sejak kecil Sakha sangat dimanjakan oleh kedua orangtuanya.
Sakha yang mendapat omelan dari neneknya, merasa kesal bukan main. Bukannya sadar, dadanya malah makin panas.
"Nenek tidak mengerti apa-apa!"
"Kalau nenek tahu yang sebenarnya, pasti nenek juga akan ikut membenci Lana seperti dirinya."
tak bapak tak ibu sama aja dua duanya jahat sama anak sendiri