Milan selalu punya ide gila untuk selalu menggagalkan pernikahan Arutala. semua itu karena obsesinya terhadap Arutala. bahkan Milan selalu menguntit Arutala. Milan bahkan rela bekerja sebagai personal asisten Arutala demi bisa mengawasi pria itu. Arutala tidak terlalu memperdulikan penguntitnya, sampai video panasnya dengan asisten pribadinya tersebar di pernikahannya, dan membuat pernikahannya batal, Arutala jadi penasaran dengan penguntitnya itu, ia jadi ingin lebih bermain-main dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tyarss_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua kandidat terbaik
Sudah menjadi kewajiban seorang Lyra untuk menjaga Milan. Sedari kecil ia dibentuk untuk selalu menjadi prisai bagi wanita itu. Ia selalu siaga kapanpun Milan membutuhkannya. Dan sekarang, ia tengah mengerjakan tugas dari Milan. Misi gila Milan untuk mengagalkan pernikahan konglomerat ternama di negaranya. Siapa lagi jika bukan Arutala. Milan sangat terobsesi dengan pria itu.
Lyra berada di café dekat kantor Arutala. tempat biasa Milan mengintai pria itu. Cuaca di luar terbilang cerah dengan matahari yang tidak terlalu terik. Sejenak Lyra melihat suasana luar. Indah sekali. Bisa dibilang ini hari yang tepat untuk date bersama pasangan. Tapi mau bagaimana lagi, Lyra bahkan mengabaikan kehidupan percintaanya. Dia beberapa kali putus cinta lantaran pasangannya yang tidak bisa menerima keadaan Lyra. Dan Lyra tidak akan menyalahkan mantan-mantannya itu. Karena memang ialah yang salah. Karena bagaimanapun, Milan prioritasnya.
Dengan laptop dan segelas espresso, Lyra mulai kegiatannya. Ia membuka file yang dikirim Milan.
Mencatat nama-nama yang harus ia cari tau informasi pribadinya. Sampai pada satu nama yang membuat mulut Lyra terbuka cukup lebar. Ia tercengang membaca nama itu.
Getaran dari ponselnya mengalihkan perhatian sejenak. Lyra membuka pesan dari Nida, ibu Milan.
Kanjeng Nida
Lyra, katakana pada Milan bahwa kita akan menghadiri pesta perusahaan Ganapatih.
Jangan sampai menolak. Jika kalian berdua tidak datang, aku sendiri yang akan menyeret kalian dari penthouse. Salam sayang dari mama..
^^^Lyra^^^
^^^Okai, tante..^^^
Milan pasti akan datang.. aku pastikan itu..
Balas Lyra. Pasti Milan akan datang. Kedua sudut bibir Lyra tertarik membentuk senyuman.
"Hahaha.. Damn it. Ini akan jadi kabar yang membuat Milan tercenganng. Entah takdir seperti apa yang membawa wanita itu. Haha.."
"Tuan, ini minuman anda." Kavin yang sedari tadi mencuri pandang dari arah kasir langsung tersadar.
"Oh. Ini uangnya." Setelah melakukan pembayaran dan mengambil pesanannya, Kavin memilih tempat duduk yang dapat dengan jelas memperhatikan Lyra. Ya, dia sedari tadi memperhatikan Lyra dari sudut matanya. Wanita aneh yang dengan mudah berubah ekspresi. Dari mulai wajahnya yang terlihat frustasi, sedih, tenang, dan sekarang wanita itu justru tertawa aneh. Tidak ada yang spesial dari wanita itu. Bahkan jauh dari typenya. Wanita itu cenderung tidak terlalu peduli dengan penampilannya. Tapi mampu membuat Kavin tertarik.
Lyra fokus pada laptop miliknya sampai tidak sadar dengan seseorang yang sedari tadi memperhatikannya.
Untuk menggoda Lyra, Kavin memesankan dessert dan menyuruh pelayan untuk mengantarkannya.
"Maaf saya tidak memesan ini." Ujar Lyra menolak karena merasa tidak memesannya.
"Ini di pesan spesial untuk kakaknya." Jawab pelayan itu.
Lyra mengerutkan dahi. "Dari siapa?"
"Masnya yang di depan." Begitu pelayan menunjuk Kavin yang tepat duduk di meja depannya, Kavin melambaikan tangan diiringi senyum manis.
Lyra tau siapa Kavin. Dia sahabat Arutala. Raut wajah Lyra berubah datar.
Kavin membawa minumannya dan tanpa permisi duduk di depan Lyra. Dengan cepat Lyra menutup laptop miliknya. Jangan sampai Kavin tau apa yang sedang di kerjakannya.
"Hai. Aku hanya ingin berkenalan denganmu saja." Ujarnya.
"Oh ya? Tapi aku tidak ingin berkenalan denganmu tuh." Tolak Lyra.
Menarik. Muncul jiwa Kavin yang ingin menjinakan Lyra.
"Lalu, apa yang bisa kulakukan untuk bisa berkenalan denganmu?"
"Tidak ada. Menjauhlah dariku. Aku tidak ingin berurusan dengan orang sepertimu." Lyra merapikan barang-barangnya. Mengirim pesan kepada Milan bahwa dia akan pulang.
"Wow.. memangnya orang seperti apa diriku ini?"
Lyra tidak menjawab. Dia beranjak dari duduknya. "Yang jelas, bukan orang dari kalangan sepertiku." Setelah mengatakan itu, Lyra berjalan keluar. Meninggalkan Kavin yang terus memperhatikannya dengan penasaran. Wanita itu terlalu berani dan... entahlah, Kavin suka.
...\~*\~...
Apa bekerja memang seberat ini? Bagi Milan yang selalu dibiasakan dengan adanya asisten, kini justru ia malah berperan sebagai asisten tersebut. Coba tebak, sudah berapakali Arutala memanggilnya? Dan panggilan kali ini adalah yang ke sepuluh kalinya.
Sambil berjalan sempoyongan, Milan membuka pintu kantor Arutala.
"Ada apa lagi Pak Aru memanggil saya?" ujar Milan mencoba menahan geramannya.
"Kamarilah, aku butuh bantuanmu untuk membacakan dokumen milikku. Kepala ku rasanya hampir pecah membaca banyak dokumen ini."
Milan melihat Arutala yang memang terlihat lelah. Bahkan dasi pria itu sudah tidak beraturan dengan kencing kemeja atas pria itu yang terbuka. So hot. Kalau begini bagaimana Milan bisa fokus bekerja. jika pemandangan Arutala sangatlah menggoda baginya.
"Kenapa kau masih berdiri di situ Milan? Cepat kemari." Milan yang tersadar bahwa dirinya ternyata masih di ambang pintu, kemudian mendekat di samping Arutala.
Berdiri dekat dengan pria itu. Mengambil dokumen yang di maksud Arutala, mulai membacanya.
Arutala memutar kursinya, ia memperhatikan Milan dengan intens. Jelas sekali Milan terlihat kewalahan di hari pertamanya kerja. Dan Arutala tau persis apa yang di perbuatnya. Ia memang sengaja melakukan ini semua. Ingin melihat seberapa lama Milan bertahan.
Gila, Milan merasakan tatapan Arutala itu. Serasa menusuk jiwanya. Ia tidak sanggup lagi.
Tak!
Milan sedikit keras mengembalikan dokumen yang ia baca di meja. Ia balas menatap Arutala dengan berani.
"Pak Aru, anda mendengarkan yang saya baca atau tidak?" geram Milan. Sebenarnya ia tengah gugup.
"Hmm. Aku mendengarkan. Kenapa kau berhenti?" balas Arutala kelewat santai.
"Bagus. Tapi kenapa anda harus memperhatikan saya sampai sebegitunya?"
Arutala mengerutkan dahi. "Saya harus melihat bibir kamu Milan. Agar bisa dengan jelas mencerna apa yang kamu baca."
Milan memejamkan matanya, ia mengigit bibir bawahnya. Mencoba membuat dirinya tetap tenang. Ingat, saat ini ia bekrja di bawah Arutala. "Kenapa harus seperti itu Pak? Bapak bukan orang tuli. Dan Pak Aru bahkan bisa dengan jelas mencerna apa yang saya baca dengan telinga bapak."
"Memang. Tapi mata saya lebih tertarik untuk melihat gerak bibirmu." Jelas Arutala. Ia suka melihat ekspresi Milan yang seperti ini. Hiburan yang cukup menarik. Sepertinya Arutala akan sering menggoda kesabaran Milan. "Oh ya Milan, apa seperti ini caramu bicara dengan bosmu? Kau terdengar cukup tidak sopan?"
Sadar dengan kelancangannya, Milan menundukan kepala. Ia kembali meraih dokumen itu. "Maaf pak, mari kita mulai lagi."
Milan mulai membacakan lagi dokumennya. Sampai pada halaman terakhir. Dan apa yang di bacanya itu lumayan banyak. Sampai ia merasa mulutnya bisa saja mengeluarkan busa.
"Akhirnya, sudah sel-" Milan menghentikan ucapannya begitu mendapati Arutala yang tertidur.
Satu detik, dua detik. Milan tak tahan untuk tidak memegang rahang tegas Arutala. Mencondongkan sedikit tubuhnya, Milan mengamati lamat-lamat wajah tertidur Arutala. Tangannya dengan berani mengelus rahang pria itu. Sampai pada bibir Arutala, tangan Milan berhenti.
"Damn, apa kau begitu menikmati ciuman dari wanita itu? Aku benci ketika seseorang menyentuh milikku."
Milan mendaratkan ciuman singkat di bibir Arutala. "Aku harus menghapusnya bukan?" ujar Milan begitu menyelesaikan kecupan singkatnya.
"Aku senang akhirnya bisa berada di dekatmu." Senyuman manis terukir di bibir Milan. Tak ingin menganggu tidur siang Arutala, Milan keluar begitu saja.
Kedua mata Arutala yang tadi tertutup kini terbuka. Tatapannya menggelap. Ia tidak tidur. Ia hanya berpura-pura. "Kita lihat, sampai mana kau akan bertindak Milan." Gumamnya.
Arutala memegang bibirnya. Ia masih dapat merasakan ketika bibir hangat Milan bersentuhan dengan bibirnya. Ternyata Milan wanita yang cukup berani. Menarik.