Novel ketiga Author septi.sari
Karya asli dengan ide alami!!
Anissa terpaksa menerima perjodohan atas kehendak ayahnya, dengan pria matang bernama Prabu Sakti Darmanta.
Mendapat julukan nona Darmanta sesungguhnya bukan keinginan Anissa, karena pernikahan yang tengah dia jalani hanya sebagai batu loncatan saja.
Anissa sangka, dia diperistri karena Prabu mencintainya. Namun dia salah. Kehadiranya, sesungguhnya hanya dijadikan budak untuk merawat kekasihnya yang saat ini dalam masa pengobatan, akibat Deprsi berat.
Marah, kecewa, kesal seakan bertempur menjadi satu dalam jiwanya. Setelah dia tahu kebenaran dalam pernikahanya.
Prabu sendiri menyimpan rahasia besar atas kekasihnya itu. Seiring berjalanya waktu, Anissa berhasil membongkar kebenaran tentang rumah tangganya yang hampir kandas ditengah jalan.
Namum semuanya sudah terasa mati. Cinta yang dulu tersususn rapi, seolah hancur tanpa dia tahu kapan waktu yang tepat untuk merakitnya kembali.
Akankan Anissa masih bisa bertahan??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 8
Tuan Brahma terperanjat, begitupun bu Marita. Keduanya saling melempar tatap seolah tidak menyangka putrinya sudah berdiri tegap didepanya.
Ayunda juga menoleh, lalu bangkit dari duduknya. Sembari berlirih "Mbak Anissa...?!"
Anissa menatap adiknya sekilas, lalu kembali menatap kedua orangtuanya secara bergantian.
Merasa terintimidasi oleh tatapan Anissa, tuan Brahma sontak saja bergegas mendekat kearah putrinya. Parubaya itu menarik kuat lengan Anissa untuk dibawanya keluar cafe.
Awwh!!
Anissa merintih, terhuyung kebelakang saat tuan Brahma menghempaskan lenganya dengan kuat.
"Kamu apa-apaan, Nissa!! Kamu ngapain coba disini!! Mana suamimu...mana??"
Ucapan tuan Brahma memberat, hingga urat dilehernya terlihat menonjol ingin keluar. Dia merasa terganggu karena kehadiran putri sulungnya yang tak terundang.
Anissa tersenyum kecut, "Ayah yang apa-apaan!! Ayah tega menjual Anissa dengan pria asing," katanya sambil menunjuk kebelakang. "Demi memberi kesenangan untuk ayah...tanpa memikirkan nasib putrimu bagaimana!!"
Plakk!!
Anissa membekap sebelah pipinya yang baru saja mendapat tamparan dari sang ayah. Brahma yang merasa terkuliti, hanya bisa melampiaskan amarahnya dengan melayangkan jemarinya tanpa dosa.
Kebas, nyeri, panas kini menjadi satu menyelimuti rahang bersihnya. Namun bukan itu yang parah, melainkan hatinya. Hati itu seakan sudah mati jikapun hanya untuk meratap saja. Dinding jiwanya berhamburan jatuh. Bahkan, untuk mengingat kasih dari pria dihadapanya untuk yang terakhir kalinya saja, begitu sukar tercerna.
"Apa maksudmu berkata seperti itu~Anissa??" sahut bu Rita dari dalam.
Wanita parubaya, yang berpenampilan klasik itu datang sambil bersidekap dada. Tatapanya penuh kebencian yang terbalut wajah tenangnya kini. Bu Marita masih mengunci tatapan putri tirinya yang kini juga melayangkan tatapan tajam kearahnya.
"Jika saja ayahmu tidak memohon kepadaku, jangan harap aku akan sudi menerimamu dari kampung secara cuma-cuma!!" kata bu Marita menekan kalimatnya.
Darah memang lebih kental dari pada air. Tidak dapat dipungkiri, sesimpati apa Marita kepada Anissa, tetap saja Anissa adalah anak tirinya. Kasih sayangnya sungguh berbeda jauh dari Ayunda. Meski demikian, Anissa selalu memposisikan dirinya sebagai pekerja dalam rumah tangga ayahnya. Dia tidak hanya makan, tidur, ataupun menikmati fasilitas lainnya.
Sama halnya seperti kalimat yang baru saja dia rajut waktu lalu. ~Hiduplah seolah kamu dibutuhkan. Lalu pergi jika kehadiranmu sudah tidak diberdaya~
"Sejak kecil saya sudah ditinggalkan ayah saya, demi menikahi anda!! Saya hanya memperjuangkan hak saya sebagai putrinya!! Jikapun saya tahu, jika kehadiran saya dianggapnya sebagai barang jual beli. Demi Tuhan, saya rela tidak diakui anak olehnya seumur hidup!!" suara Anissa kali ini begitu mengiris hati, bagi siapa saja yang mendengarnya.
Bu Marita semakin menggeram, karena merasa kalah telak atas ucapan putri tirinya saat ini. Dia menarik nafas panjang, sambil mengolah kalimatnya kembali. "Kamu itu anak yang tidak tahu diri~Anissa!! Bukanya berterima kasih sudah dinikahkan dengan orang kaya, lha kok malah marah-marah nggak jelas!!"
"Benar apa yang dikatakan ibumu, Nissa!! Sudahlah, lebih baik kamu pulang saja. Jangan harap kamu kembali lagi kerumah, karena ayah sudah lepas kendali atasmu lagi!! Dan satu lagi, jangan pernah lagi kamu mengganggu keluarga ayah!!" kata tuan Brahma tanpa rasa iba sedikitpun pada putrinya.
Dia lalu menarik istri serta putrinya untuk masuk kedalam, tanpa peduli tangisan Anissa yang sudah menganak sungai.
Ayunda~dia hanya menatap nanar sang kakak dari balik tembok kaca. Ingin sekali dia berontak agar bisa menerima kehidupan Anissa, namun pada akhirnya dialah yang kalah akan perasaanya sendiri. Egonya seakan menebal, tanpa dia tahu kemana untuk mengikisnya.
Berbicara, bercerita, bahkan bercengkrama selayaknya kakak dengan adik, tidak pernah mereka lakukan. Anissa sadar akan batasnya, sementara Ayunda terkekang oleh aturan orangtuanya.
Luka yang sudah tertutup rapat, kini mulai menganga kembali. Penyataan ibunya barusan semakin membuat Anissa yakin, tidak ada kasih cinta yang tulus selain dari orang yang telah membesarkannya, yakni~sang nenek.
Anissa kembali melangkahkan kakinya menuju tempat dokar tersebut bersandar. Wajah putih itu terlihat jelas gambaran jemari sang ayah yang telah parubaya itu lukis dipipi sebelahnya.
*
*
*
Prabu sejak tadi duduk dengan gelisah disofa ukir yang berada ditengah-tengah pusat kediamannya.
Dia menatap kearah arloji yang melingkar pada lengan tanganya. Rupanya waktu sudah menunjukan pukul 7malam. Sebentar-bentar pria itu bangkit sambil melihat kearah pintu, jika saja istrinya sudah tiba.
'Pergi kemana, Nissa?? Kurang ajar, berani-beraninya dia mengabaikan peraturanku!!'
Prabu menggeram menahan kesal, yang kini masih menumpuk dalam hatinya. Detik kemudian dia berjalan kearah depan, lalu menjatuhkan tubuhnya diatas sofa tamu.
"Tuan muda memanggil saya??" tanya pak Amir setelah mendapat pesanya dari tuan mudanya.
Prabu masih menatap lurus kedepan. Kedua netranya kini seolah menembus cakrawala, yang begitu sukar untuk dia rasa. Rasa kesal, panik, berperang menajadi satu dalam pikirnya. Entah mengapa jiwanya saat ini merasa tidak tenang. Apa itu perasaan murni, atau hanya sekedar simpati mengingat Anissa adalah perawat bagi Ailin.
"Kumpulkan semua pelayan, sekarang juga!!"
Pak Amir hanya mengangguk tanpa bantahan apapun. Pikiran pria itu sejujurnya melayang ingin bertanya lebih, namun mulutnya seolah kelu untuk melontarkan kalimatnya.
Detik kemudian, kini para pelayan yang berjumlah 10 orang, tampak berjejer rapi sedikit menunduk. Ruangan luas itu mendadak mencekam, seakan bernafas pun mereka sangat sulit. Beberapa pertanyaan berputar dikepalanya, atas hal apa mereka semua dikumpulkan.
"Siapa diantara kalian, yang melihat istri saya keluar??" tanya Prabu menatap satu persatu pelayannya.
Dan kebetulan siang tadi, Mirna lah yang sempat bercengkrama sebentar dengan nyonya mudanya. Mau tidak mau dia harus mengangkat tangnya.
"Saya tuan muda!! Tadi siang sekitar pukul 2, nyonya pamit katanya ingin keluar sebentar cari angin!!" terangnya dengan raut wajah cemas.
Mendengar itu, Prabu sontak bangkit dari duduknya. Matanya memicing berharap ada informasi lebih mengeni kepergian Anissa kali ini. Pikiran negatif sempat timbul, karena saking cemasnya pria muda itu berpikir.
"Apa istri saya tidak berkata lainnya??" tanya Prabu kembali.
Mirna menggeleng lemah, sambil menjawab "Tidak ada tuan!! Saya juga cemas, takutnya nyonya kesasar lagi seperti dahulu!!" imbuhnya.
Hah!!
Prabu menghela nafas panjang, pikiranya berakar ditarik kecemasan yang mendalam. Entah kemana sang istri pergi. Perasaan kesal bercampur cemas, kini seolah sedang bergandeng ria mengitari pikiran serta hatinya. Dia hanya takut, jika sang istri tidak kembali lagi kerumah.
"Satu lagi!! Jangan pernah ada yang membukakan pintu rumah, ataupun gerbang nanti kalaupun istri saya pulang!! Dia sudah berani menentang peraturan rumah saya!! Jika diantara kalian sampai ada yang berani, maka jangan salahkan saya jika pengunduran kalian akan saya percepat!!" gertak Prabu.
10 pelayan itu hanya mengangguk paham, tanpa berani menatap netra tuan mudanya.
"Kalian boleh kembali sekarang!!" perintahnya, "Pak Amir, berikan kunci gerbang kepada saya!! Anda silahkan istrirahat!!" imbuh Prabu pada penjaga gerbang saat ini.
"Baik tuan, ini kuncinya!! Kalau begitu saya permisi..." pamit pak Amir setelah menyerahkan kunci pagar tersebut.
Prabu kembali ingin menuju kamarnya yang berada diatas. Namun baru dua anak tangga dia pijak, dari atas mbok Marni tampak turun sambil menunduk sopan.
"Nyonya belum ada pulang?? Non Ailin belum mau makan malam, karena bukan nyonya yang menyuapi..."
"Ikut saya kembali mbok!!" perintah Prabu. Setelah itu dia langsung melenggang naik keatas bersama kepala pelayang tersebut.
Ceklek!!
Tapp!!
Tap!!
Prabu berjalan pelan dengan senyum mengembang sempurna. Pikiran pria itu kini mengakar dua, antara bahagia melihat sang kekasih yang tengah duduk anggun sambil bermain piano, dan satu lagi kekhawatiran karena memikirkan sang istri hingga kini belum juga kembali.
"Ailin..." seru Prabu berjalan mendekat.
Djengg!!
Ailin menghentikan permainan pianonya, lalu membalikan badan dengan cepat. Dia terperanjat melihat Prabu datang dengan raut wajah ketakutan.
"Jangan...mau apa kamu?? Kamu bukan pangeranku!! Pergi...." teriak Ailin histeris. "Mbok, tolong saya!! Dimana pangeranku, mbok??" teriaknya kembali sambil menatap mbok Marni yang masih berdiri didepan pintu.
Prabu masih tersenyum hangat. Namun jelas sekali jika itu tuntutan, bukan murni dari lubuk hatinya. Asal ada yang mendengar, suami Anissa itu menjerit dalam, berharap ada seseorang datang untuk menolongnya. Dia lelah dihadapkan kenyataan pahit yang tak begitu dia inginkan. Dunianya pekat terenggut oleh ketidak adilan. Namun demi janjinya, dia rela menukar jiwanya seolah kini hidup dalam jiwa yang mati.
"Tenang Ailin...ayo, kemarilah!!" Prabu masih tetap meyakinkan kekasihnya, sambil mengulurkan tangan kearah Ailin.
Hingga tubuh Ailin berhasil digapai oleh kekasihnya. Prabu memeluk tubuh kurus itu, berharap dapat mengurangi rasa ketakutan bagi kekasihnya. Tidak lupa, Prabu juga mengusap lembut surai hitam Ailin, agar sang empunya merasakan kasih sayang yang besar.
'Entah sampai kapan sandiwara itu akan berakhir....nyonya muda yang harus mempertanggung jawabkan semuanya, tanpa dia tahu maksud yang sesungguhnya'
Lidah mbok Marni terasa kelu, hingga dia hanya mampu mengungkapkanya melalui jiwa. Tatapanya masih melekat pada dua insan disebrang yang masih tenang berpelukan.
Setelah Ailin tenang, dia mulai menyuapi kekasihnya itu untuk makan malam. Prabu begitu telaten, begitu lembut memperlakukan wanita disampingnya saat ini.
Jika digambarkan, sudah seperti seorang ayah yang sedang menyuapi putrinya sambil bermain boneka
✨🦋1 Atap Terbagi 2 Surga ✨🦋
udah update lagi ya dibab 62. nanti sudah bisa dibaca 🤗😍
alasan ibu mertua minta cucu, bkn alasan krn kau saja yg ingin di tiduri suamimu.
tp ya gimana secara suaminya kaya raya sayang banget kan kl di tinggalkan, pdhl mumpung blm jebol perawan lbih baik cerai sekarang. Anisa yg bucin duluan 🤣🤣. lemah
mending ganti kartu atau HP di jual ganti baru trus menghilang. balik nnti kl sdh sukses. itu baru wanita keren. tp kl cm wanita pasrah mau tersiksa dng pernikahan gk sehat bukan wanita keren, tp wanita lemah dan bodoh.
jaman sdh berubah wanita tak bisa di tindas.
yg utang kn bpk nya ngapain mau di nikahkan untuk lunas hutang. mnding #kabur saja dulu# di luar negri hidup lbih enak cari kerja gampang.
karena ini Annisa terkejut, bisa diganti ke rasa sakit seolah sembilu pisau ada di dadanya. maknanya, Annisa merasa tersakiti banget
setahuku, penulisan dialog yang benar itu seperti ini.
"Mas? Aku tak suka dengan panggilanmu itu Terlalu menjijikan untuk didengar, Annisa," ucap Parbu dingin dengan ekspresi seolah diri Annisa ini sebegitu menjijikan di mata Prabu.
Tahu maksudnya?
"BLA BLA BLA,/!/?/." kata/ucap/bantah/seru.
Boleh kasih jawaban kenapa setiap pertanyaan di dialog ada dobel tanda baca. semisal, ?? dan ?!. Bisa jelaskan maksud dan mungkin kamu tahu rumus struktur dialog ini dapet dr mana? referensi nya mungkin.
bisa diganti ke
Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu kamar mereka (kamar Prabu yang kini menjadi kamar mereka)
Annisa mulai menyadari sikap dingin Prabu yang mulai terlihat (ia tunjukkan).
BLA BLA BLA, Annisa langsung diboyong ke kediaman Prabu yang berada di kota Malang.
dan kata di kota bukan dikota.
kamu harus tahu penggunaan kata 'di' sebagai penunjuk tempat dan kalimat