Hamil atau tidak, Danesh dengan tegas mengatakan akan menikahinya, tapi hal itu tak serta merta membuat Dhera bahagia.
Pasalnya, ia melihat dengan jelas, bagaimana tangis kesedihan serta raungan Danesh, ketika melihat tubuh Renata lebur di antara ledakan besar malam itu.
Maka dengan berat hati Dhera melangkah pergi, kendati dua garis merah telah ia lihat dengan jelas pagi ini.
Memilih menjauh dari kehidupan Danesh dan segala yang berhubungan dengan pria itu. Namun, lagi-lagi, suatu kejadian kembali mempertemukan mereka.
Akankah Danesh tetap menepati janjinya?
Bagaimana reaksi Danesh, ketika Dhera tetap bersikeras menolak lamarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#25. Jadi Kamu Pelakunya?••
#25
Rupa-rupanya, membujuk Dhera untuk mau menerima pernikahan mereka, tidaklah mudah, karena pagi ini Dhera tetap bersikeras pergi kendati Danesh telah coba untuk melarangnya. Tapi wanita itu tetap bertekad pergi ke sekolah, dengan alasan harus menghadiri rapat komite sekolah.
Langkahnya tertatih, benar-benar sulit untuk bergerak namun semangatnya membuatnya mampu mengalahkan segala rasa sakit, serta kesulitannya.
Danesh pun pasrah, namun memandang kepergian Dhera begitu saja, tak membuatnya senang. "Baiklah, Aku akan mengantarmu," pungkasnya seraya membuka pintu mobil untuk si wanita pujaan yang bersikeras tak mau menerima bantuan.
Dhera pun pasrah kala Danesh mengatakan akan mengantarnya, karena itulah yang sangat ia butuhkan.
Perjalananan tak berlangsung lama, karena memang jarak rumah dengan sekolah gak terlalu jauh. Namun andai Dhera memilih pergi sendirian, tente saja perjalanan tak akan semudah yang dibayangkan.
Tadi pagi di pembaringan Danesh mengira sudah bisa sedikit melunakkan sikap Dhera, rupanya itu masih tak cukup mempan. 'Baiklah Danesh, Kamu harus berusaha lebih keras lagi, dan ingat jangan terlalu memaksakan', Danesh menggumam dalam hati.
"Beritahu Aku jika acaranya usai, Aku akan menjemputmu," pesan Danesh ketika membukakan pintu untuk sang istri.
"Hmmm baiklah," jawab Dhera singkat.
"Perlu bahuku untuk alat bantu jalan sampai ke dalam gedung?"
Dhera menatapnya datar, mempertimbangkan. "Ayolah, kenapa lama sekali, Aku hanya memberimu bantuan, bukan membuatmu terlihat seperti orang cacat," ujar Danesh tak sabaran.
Dhera mengangguk, memanfaatkan bantuan yang Danesh tawarkan, sedikit lebih baik karena ada orang yang mau menemani langkahnya yang pelan.
kecupan singkat ia berikan, walau Dhera terlihat enggan menerimanya.
•••
Namun siang menjelang sore, Dhera berhasil membuat Danesh merasa geram, karena wanita itu kembali ke rumah dengan diantar Adrian. Padahal sepanjang menunggu, Danesh tak mengalihkan pandangan dari ponselnya, bahkan setiap beberapa detik ia memastikan tak melewatkan panggilan.
Segera ia meletakkan ponsel, kemudian berjalan menyeberangi halaman, suara canda yang tak seberapa itu membuah dadanya bergemuruh. Jelas-jelas Dhera sudah memakai cincin pernikahan, Namun Adrian seolah mengabaikan.
"Keenan belum mau ke sekolah, katanya ia malas karena tak melihatmu di sana."
"Oh iya, baiklah mungkin Aku akan mengunjunginya, jika kondisi kakiku sudah lebih baik, Tuan." Dhera tersenyum lembut, membuat dada Adrian kembang kempis tak karuan.
Namun senyuman itu membuat Danesh tak nyaman, hingga tanpa permisi ia berdiri dihadapan Dhera, dengan tatapan mengancam.
"Tuan muda Adrian, Anda tak diizinkan menggoda istri orang," celetuk Danesh memotong pembicaraan Dhera dan juga Adrian.
Adrian Tercengang, "I-Istri? sejak kapan Dhera menjadi istri orang?" tanyanya kebingungan.
Danesh mengangkat tangan kanan Dhera, tempat cincin pernikahan tersemat, "Lihatlah sendiri."
"Apa yang harus ku lihat?"
Danesh menoleh, menatap jari tangan Dhera yang telah kosong, tak ada apapun di sana. "Lho... mana?"
Dhera buru-buru menarik kembali tangannya, "Aku menyimpannya di tas, Tuan Adrian, sekali lagi terima kasih atas bantuannya."
Adrian mengangguk, lalu permisi pulang. Dhera berbalik meninggalkan Danesh dengan muka geramnya.
"Kanapa tak menghubungiku? bukankah pagi tadi kamu sudah berjanji mengabariku, jika rapat usai?" cecar Danesh, ia mengikuti langkah kaki Dhera yang sangat perlahan.
"Aku hendak melakukannya, tapi Tuan Adrian datang dan menawarkan bantuan. Ku pikir tak ada salahnya, lagi pula kondisimu juga tak sepenuhnya sehat."
Walau cemburu, tapi diam-diam Danesh senang, kala Dher memperhatikan keadaannya. "Tapi Aku tetap tak suka, jika kamu menyembunyikan cincin pernikahan itu."
"Aku sudah bilang kan, Aku belum sepenuhnya setuju. jadi tolong jangan terlalu memaksakan."
•••
Perjalanan mereka diiringi suara audio yang lembut, Dhera tak banyak protes karena ia sendiri tak punya selera musik khusus, ia hanya menikmati apa yang sedang diputar oleh si pemilik mobil.
Pagi ini mereka berniat memeriksakan kandungan Dhera, serta kondisi pergelangan Kaki Dhera.
Danesh mengemudi dengan tenang, sementara tangan kanannya menggenggam tangan Dhera, sementara Dhera lagi-lagi cukup diam menikmati perlakuan manis suami barunya.
Beberapa kali Dhera mencuri-curi ke arah Danesh, yang sedang fokus mengemudi.
“Kenapa? Sepertinya Kamu terpesona sekali padaku?” cetus Danesh, membuat Dhera gugup lalu membuang pandangannya ke luar jendela mobil.
“Ge er,” balas Dhera dengan wajah yang mulai memanas.
“Tuh lihat.” Danesh menunjukkan cermin kecil, bagian dari aksesoris mobilnya, yang mana cermin tersebut, sengaja ia arahkan sudut pandangnya hingga hanya bayangan wajah Dhera yang memantul dari sana. “Aku melihatmu dari sini, dan terbukti Kamu memang sejak tadi menatapku tanpa jeda. Apa Kamu mulai mencintaiku?”
Dhera yang kikuk segera memutar wajahnya, “I-Itu … “ elak Dhera gugup, mendadak ia pun bingung hendak mengatakan apa.
“Hahahaha … tak perlu malu, Sayang. Aku senang kalau memang iya.”
“Kenapa harus malu, lagi pula apa yang Kamu katakan itu seratus persen salah!”
“Hmmm … jadi belum yah? Sayang sekali, padahal dadaku mulai jedag-jedug tak karuan jika melihatmu tidur.”
Dhera panik, mendadak ia parno, jangan-jangan Danesh kini mulai hafal dengan gaya tidurnya yang acak-acakan. “A-apa yang Kamu lihat?!” Dhera menyilangkan kedua lengannya di dada.
“Awalnya kupikir gaya tidurmu manis seperti Cinderella, ternyata wow … “ Danesh mencondongkan tubuhnya ke arah Dhera, karena mobil berhenti dilampu merah. “Membuatku kesulitan tidur malam,” bisiknya.
Dhera menelan ludah, ia gugup namun berusaha semaksimal mungkin menyembunyikan. “Pemandangannya terlalu sayang untuk dilewatkan, karena itulah Aku putuskan menikmati apa yang Kamu suguhkan tadi malam padaku.”
Cup
Danesh mencium sekilas, bibir yang mulai pucat karena malu bercampur geram dengan ulahnya. “Terima kasih, Sayangku.”
“Jadi Kamu pelakunya!?” teriak Dhera kesal. Tiba-tiba ia ingat bercak kemerahan yang semula ia kira reaksi alergi yang biasa ia dapatkan, setelah mengkonsumsi ikan tuna. Tapi ternyata itu bukan karena alergi, tapi karena ada nyamuk yang setiap malam meng^hisap sari madunya.
Akhirnya Danesh tak bisa lagi berpura-pura menyembunyikan kejahatannya semalam.
Paling mulutnya yang rame macam petasan
Kamu msh cinta Dhesi kan...? Ayo benjuang lagi....
Cemungutz Qomar....😂😂😂😂😂
Alhamdulillah,,akhirnya Bu Rita sadar juga...
Eh....siapa gerangan yg diruangan dokter Gadisha...?
Tenang saja Qomar atawa Marco Bu Rita kan gak tahu kalau kamu polisi yg hebat , anak buahnya kapten Danesh??🤔😇😇