Dania dan Alvin menjalani pernikahan palsu, kebahagiaan mereka hanya untuk status di media sosial saja, pelarian adalah cara yang mereka pilih untuk bertahan, di saat keduanya tumbuh cinta dan ingin memperbaiki hubungan, Laksa menginginkan lebih dari sekedar pelarian Dania, dan mulai menguak satu demi satu rahasia kelam dan menyakitkan bagi keduanya,
Apakah Dania dan Alvin masih bisa mempertahankan rumah tangganya? Atau memilih untuk menjalin dunia baru?
Ikuti kisah cinta Dania dan Alvin yang seru dan menengangkan dalam cerita ini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noesantara Rizky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24 Berdamai Dengan Keadaan
Langit kota Jakarta masih gelap, tetapi riuhnya orang-orang yang hendak bekerja sudah terdengar dari balik dinding, aroma masakan juga tercium melalui dinginnya udara pagi. Tak jauh berbeda dengan mereka, Dania juga selalu terbangun di jam 4 pagi, bersiap-siap sholat lalu masak untuk suami.
Perempuan itu tampak terkejut ketika melihat Alvin yang tiba-tiba sudah ada disampingnya menggunakan piyama yang sempat dibelikannya dulu. Dania cukup lama memandang suaminya, “Apa yang akan dilakukan putri di saat seperti ini? Katanya yang ingin menyentuh wajah Alvin tetapi diurungkannya niat tersebut.
Dania mulai beranjak dari tempat tidurnya, dia ingin menyiapkan menu sarapan pagi, namun saat dia ingin keluar kamar, terdengar suara suaminya mengigau, “Bukan aku yang membunuhmu… Bukan aku yang membunuhmu!”
Dania tertahan sejenak, dia melihat suaminya yang mengigau seperti itu terus dan berulang-ulang. Ada rasa iba yang membuatnya mendekat dan mencoba untuk menenangkan suaminya, ketika tangan lembutnya menyentuh pipi Alvin, seketika tubuhnya kaku seperti beku saat aliran panas seperti membakar kulitnya, Matanya membulat dan dalam lirih dia berkata, “Ya Allah, Mas Alvin!”
Dania langsung beranjak menuju ke dapur mengambil baskom, air kemudian menarik handuk kecil dari dalam lemarinya. Perempuan mulai kompres suaminya yang kini mulai mengigau, “Putri maafkan aku!” sambil tangan dia dipegang cukup erat. Dania paham benar saat ini kondisi Alvin sangat terpuruk, tak seharusnya dia melayangkan gugatan perceraian dulu, bagaimanapun ini adalah kewajibannya sebagai istri.
Perempuan itu melihat handphone Alvin tergeletak diatas meja kecil, tangannya bergerak ingin mengambil, tetapi kaku seketika karena dia tak tahu kata sandi suaminya. Dia mengurungkan niatnya dan mengambil ponselnya sendiri, tetapi seketika Dania teringat, “aku kan nggak punya nomor sekretaris mas Alvin,”
Dania melihat suaminya yang tampak tak berdaya, pilihan terbaiknya adalah menggunakan handphone suaminya. Dengan hati-hati, perempuan itu menempatkan ibu jari suaminya ke layar ponsel agar aksesnya terbuka.
Tampak notifikasi dari Nila, berdatangan tanpa henti, bukan hanya chat melainkan telepon beberapa kali, “Ternyata kamu memang benar berselingkuh, Mas!” Air matanya mulai menetes perlahan tetapi dia mencoba untuk menguasai diri.
“Tahan emosimu Dania, Alvin sedang sakit, dia butuh kamu!” Lanjutnya yang mengambil nafas panjang lalu dikeluarkan beberapa kali.
Perempuan itu memejamkan matanya mencoba menenangkan diri, butuh waktu sekitar 3 menit agar hati dan pikirannya bisa sinkron dan tidak tersulut oleh emosi. Dalam benaknya, Dania mencoba memberikan pengertian kalau semua ini memang kewajibannya sebagai istri seeta manusia untuk saling membantu.
Dia abaikan pesan dari Nila, tidak dibuka sama sekali, jarinya langsung terarah pada sekretarisnya untuk memberitahukan hari ini Alvin izin karena sakit. Pesan dari Nila kembali masuk, dia sempat membaca satu kata, “honey,” yang semakin mengiris batinnya.
“Sabar… tunggu sampai Alvin sembuh, baru kamu bebas melakukan apapun!” Kata Dania yang kembali menguatkan dirinya untuk bangkit dan membuat bubur ayam kesukaan Alvin.
Satu per satu bahan disiapkan, sambil meracik dan meramu, Dania mulai merasakan apa yang dulu pernah dirasakan oleh Putri. Bagaimana diduakan oleh seorang suami, dia benci namun hatinya paling dalam mulai bisa memahami suaminya.
Dalam sebuah teori yang pernah dibaca, seseorang akan selingkuh karena punya alasan, walaupun tidak dibenarkan namun bisa menjadi refleksi diri sekaligus saling introspeksi.
Perempuan itu juga teringat, saat dia memberikan solusi kepada kliennya soal rumah tangga, “Tidak ada salahnya memberikan tiga kali kesempatan, karena berubah itu butuh proses tidak mungkin bisa sekejap,”
Ingatan-Ingatan itu membuatnya mencoba memaafkan semua kesalahannya, tetapi tidak menutup keinginannya untuk balas dendam. Karena kematian Putri harus mendapatkan hukuman yang setimpal.
Aroma bubur sudah mulai tercium, harumnya disebarkan oleh udara hingga sampai ke Alvin. Lelaki itu terbangun dan pergi ke arah dapur dia ingin menikmatinya.
“Loh mas, kenapa kamu bangun!” Kata Dania yang mematikan kompornya lalu membantu Alvin berjalan menuju ke meja makan hingga duduk dengan nyaman.
“Kamu lagi sakit, seharusnya tidur aja biar aku bawakan buburnya kesana!” Kata Dania yang memegang pipi suaminya.
“Masih panas, tetapi sudah mendingan,” Kata Dania dalam hati.
“Kamu mau makan sekarang?” Tanya perempuan itu.
Alvin tak menjawab hanya mengangguk dua kali sambil menatap wajah istrinya untuk beberapa saat. Lelaki itu merasakan kembali kehangatan yang selalu dirindukan, semua ini pernah dirasakannya saat bersama Putri.
Dania mengambil bubur dan semua kondimennya disatukan ke dalam mangkok putih hadiah dari pembelian kopi sachet, dia juga menambahkan kerupuk agar lebih nikmat, “Mau aku suapin, atau makan sendiri?” Kata Dania yang menyajikan bubur itu di meja.
“Aku bisa makan sendiri!” Jawab Alvin lirih.
Perempuan itu kemudian membuatkan teh, lalu duduk di depannya sambil menikmati buburnya, “Kalau kurang bisa tambah!”
“Terima kasih!”
Keduanya makan dengan lahap, suasana ini membuat Dania dan Alvin seperti menjadi sepasang suami istri yang bahagia. Walaupun masih ada masalah yang harus diselesaikan, namun mengorbankan ego menjadi pelajaran berharga untuk keduanya.
“Hari ini nggak usah ngantor dulu! Aku ada bilang sama sekretaris kamu, dan aku juga udah izin!” Kata Dania yang mengambil tisu untuk suaminya.
“Ka..mu sudah chat… sekretarisku?” Tanya Alvin lemah
“Iya kenapa?” Kata Dania sambil mengangguk.
“Jadi kamu?” Tanya Alvin yang menatap wajah Dania
“Iya.. aku buka handphone kamu pakai sidik jari kamu!” Kata Dania yanh nada bicaranya mulai meninggi.
Alvin menundukkan kepala dia merasa bersalah dengan Dania karena istrinya itu tahu tentang hubungannya dengan Nila. Dia ingin mengucapkan beberapa kata, tetapi lidahnya sulit untuk mengatakan.
“Sudah, kamu nggak usah mikir apa-apa, masalah itu kita bahas nanti kalau kamu sembuh!” Kata Dania yang mengambil obat dan air putih.
“Sekarang kamu minum obat lalu istirahat lagi!” Kata Dania yang memberikan obatnya ke tangan Alvin.
Setelah meminumnya, dia membantu suaminya pergi ke kamar untuk istirahat, perempuan itu juga berkata, “Aku akan telepon perempuan itu dan mengatakan kalau kamu sakit, tetapi jangan harap dia bisa kesini!” Kata Dania yang disambut anggukan oleh Alvin.
Lelaki itu hanya bisa pasrah ketika Dania mengambil handphonenya, menghubungi Nila. Sebenarnya, hati Dania benar-benar tercabik ingin rasanya meledak-ledak dan memaki, namun saat ini dia harus menjadi karakter kuat, tak boleh lemah, dan anggun dihadapan suaminya.
“Hallo…” kata Dania yang menekan emosinya sekuat tenaga
“Saat ini Mas Alvin sedang sakit… Tidak usah panik.. aku akan merawatnya… jadi tak perlu repot-repot memberikan perhatian lebih.” Lanjut Dania yang menutup teleponnya.
Sebenarnya perempuan itu sempat mendengar bagaimana Nila ingin mengatakan sesuatu. Namun, perasaannya tak mampu untuk bertahan, dia tak ingin lahar panas meledak saat itu juga.
Ketegarannya memang seperti tembok besar china yang sulit diruntuhkan, namun Dania hanyalah seorang perempuan biasa, dia tetap saja rapuh, tanpa harus memperlihatkan bagaimana kondisinya.
Alvin masih belum bisa tertidur, dia terus memandang handphonenya. Ingin sekali menghubungi Nila, tetapi itu tidak akan mungkin, karena Dania begitu baik kepadanya, lelaki itu tak ingin menambah luka seperti yang pernah digores di masa lalu.
“Mungkinkah aku harus berdamai dengan takdir hidupku? Menerimanya dan berhenti untuk melawan,” kata Alvin dalam hati.
Sementara itu, Dania melihat suaminya dari balik pintu yang sengaja dibuka sedikit, hatinya juga ikut bertanya-tanya, “Mungkinkah, Allah menciptakanku untuk menyembuhkan masa lalu Alvin?”