Dijual oleh ibu tiri ke pada seorang duda kaya berumur 40 tahun tidak serta merta membuat Citara bahagia.
Kekejaman pria beranak dua itu menjadikan Citara sebagai pelampiasan hasratnya.
Sampai sebuah fakta mengejutkan diketahui oleh Citara. Jika, pria yang dinikahinya bukan pria biasa.
Sisi gelap dari pria itu membuat Citara menjulukinya dengan sebutan Monster Salju. Pemarah, dingin, misterius dan mengerikan.
Akankah Citara mampu meluluhkah hati ayah dan anak itu? Simak kisahnya hanya di "Pelampiasan Hasrat Suami Kejam "
Author : Kacan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PHSK 33
Kelopak mata Citara mengerjap pelan, penerangan dari lampu yang ada di kamarnya membuat mata Citara menyipit seketika.
Wanita itu mengangkat sebelah tangannya untuk menghalau cahaya yang masuk.
Sejenak Citara terdiam. Namun, secara tiba-tiba Citara langsung tersentak duduk dengan mata terbuka lebar.
Ia berubah panik, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam pagi.
“Astaga! Aku dalam masalah besar,” pekik Citara seraya mengacak rambut panjangnya.
Tanpa pikir panjang lagi, Citara langsung beranjak pergi ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Begitu sampai di kamar mandi, Citara segera melepaskan seluruh pakaian yang dirinya kenakan secepat kilat sampai tidak tersisa sedikitpun.
Dinyalakannya air shower, lalu tanpa babibu Citara menggosok seluruh tubuhnya dengan terburu-buru, kepanikan membuatnya tidak bisa bersantai, apalagi jika sudah berurusan dengan si Monster Salju.
Tidak berselang lama, kegiatan membersihkan diri pun selesai, Citara lekas memakai handuk kimono, lalu pergi menuju walk in closet.
“Ya ampun kenapa aku bisa ketiduran sih, pasti Monster Salju itu akan menghabisiku.” Citara bermonolog panik sambil mengenakan salah satu dress musim panas sepanjang lutut berwarna kuning pastel.
Saat dress musim panas sederhana itu sudah melekat rapi di tubuh, Citara beralih pada rambutnya. Ia menyisir rambut panjangnya, lalu menyematkan pita rambut berwarna silver di dekat telinganya.
Dirasa sudah selesai, akhirnya Citara berjalan menuju pintu keluar kamar.
Dengan perasaan campur aduk Citara menekan handle pintu kamarnya. Namun, pintu tidak dapat dibuka.
Citara menghela napas berat, lagi-lagi pintu kamarnya selalu dikunci dari luar. Yang bisa dilakukannya saat ini hanyalah menunggu Rani membukakan pintu saat waktu sarapan pagi tiba.
Kepala Citara menoleh ke kanan, dilihatnya jam dinding yang terus berputar.
“Syukurlah aku hanya menunggu lima menit lagi, apa Monster Salju itu akan langsung membawaku ke kamarnya?” tanpa sadar Citara menggigit bibir bawahnya sendiri.
***
Tidak berselang lama Rani datang membukakan pintu kamar Citara.
Citara yang sudah siap sedia berdiri di depan pintu sambil memejamkan mata sontak membuka sedikit kelopak matanya untuk melihat siapa yang membukakan pintu.
“Kak Rani,” kata Citara begitu tahu siapa sosok yang ada di depannya.
Kepala Citara celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri sambil menjinjitkan kaki.
Rani yang melihat gerak-gerik aneh dari istri tuannya lantas tidak bisa menahan mulutnya untuk tidak bertanya.
“Apa ada yang nyonya cari? Saya bisa bantu carikan,” ujar Rani.
Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Citara menghentikan gerak-geriknya dalam sekejab.
“Ah i-itu … apa tu-suamiku sudah berangkat kerja?” tanya Citara kikuk diiringi dengan tangan yang memainkan ujung dress.
Rani membungkukkan sedikit tubuhnya lalu menjawab, “tuan belum pulang sejak tadi malam, maka dari itu saya dan para maid lainnya tidak memanggil nyonya untuk turun menyambut tuan.”
“Syukurlah,” ucap Citara secara spontan. Namun, sedetik kemudian Citara tersadar dan langsung meralat ucapannya. “Eh! Maksudnya syukurlah kak Rani memberitahuku, sepertinya tu-suamiku lupa mengabari hehehe.” Citara nyengir seperti kuda, menunjukkan deretan giginya.
Tingkah dan jawaban Citara membuat Rani sedikit menyunggingkan senyum, dan Citara merasa lega mendapat respon seperti itu dari Rani, setidaknya ia tidak harus salah tingkah dalam menghadapi siatuasi ini.
“Kalau begitu mari saya antar ke meja makan untuk sarapan bersama tuan muda dan nona muda, Nyonya,” ajak Rani sopan.
Citara menghela napas panjang. “Kita hanya berdua di sini, Kak. Kenapa harus memanggilku nyonya terus,” rajuk Citara dengan wajah merengut.
“Maaf, saya belum terbiasa.” Lagi-lagi Rani menundukkan sedikit kepalanya.
“Hmm ya sudah deh.” Citara merespon dengan perasaan kecewa.
Padahal ia sudah merasa dekat dengan Rani.
“Apa karena aku pernah melakukan usaha untuk kabur dari mansion ini ya?” gumam Citara dalam hati.
***
Citara menyantap makanan yang telah dihidangkan di atas meja dengan lahap karena ia memang sedang merasa lapar.
Hal itu tidak luput dari mata Enzi dan Farah, mereka melihat Citara makan dengan pandangan heran.
“Seperti orang rakus saja,” sindir Farah seraya kembali fokus pada makannya.
Sindiran dari gadis berusia 17 tahun itu membuat Citara menghentikan pergerakan mulutnya.
“Makan jangan sambil bicara karena itu tidak sopan, Enzi sudah selesai. Ma, Enzi berangkat ke sekolah dulu ya.” Enzi membalas sindiran kakaknya dengan aura dingin yang mencekam, lalu berdiri meninggalkan meja makan.
Suasana mendadak tidak enak. Bahkan, Citara kesulitan untuk menelan makanan yang ada di dalam mulutnya.
Sementara itu, Farah menahan kekesalan dan bercokol di hatinya sambil meremat kuat sendoknya yang gadis itu pegang.
Ketegangan semakin terasa, Citara bingung cara mencairkan suasana yang begitu tidak nyaman saat ini. Namun, tiba-tiba ia teringat jika Farah suka hasil tataan rambutnya.
“Emm, apakah hari ini kamu ingin mencoba gaya rambut–”
“Tidak perlu!” sentak Farah kasar.
Suara lantang gadis berusia 17 tahun itu mengagetkan Citara yang belum sempat menyelesaikan ucapannya sampai-sampai sendok yang berada dalam genggaman Citara terjatuh.
Brak!
Farah mendorong kursi yang didudukinya dengan kasar, lalu menghampiri Citara dengan penuh keangkuhan.
“Pasti kau sudah meracuni pikiran Enzi!” tuduh Farah keji sambil menunjuk wajah Citara dengan jarinya. “Orang dari kalangan bawah sepertimu memang licik.”
Citara terdiam dalam menerima semua caci dan maki dari anak sambung tertuanya. Diam-diam Citara menahan air matanya agar tidak luruh berjatuhan.
“Dengar ya, jangan harap kau bisa menjadi bagian dari keluarga kami lebih lama!” ancamnya kemudian melenggang pergi meninggalkan Citara dengan segala luka yang sudah ditorehkan.
Bersambung ….
udh skian purnama telah di lewati, gk muncul2 jga bnus chapterny