NovelToon NovelToon
Alena: My Beloved Vampire

Alena: My Beloved Vampire

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa Fantasi / Vampir / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Syafar JJY

Alena: My Beloved Vampire

Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.

Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27: Warisan Klan Shevani

Chapter 56: Desa Eldoria: Jejak Para Leluhur

Alena dan Alberd melakukan perjalanan jauh meninggalkan Kota Velmor. Sudah dua minggu sejak pernikahan mereka, dan kini mereka menempuh perjalanan ke barat laut, sejauh 30 mil dari kota.

"Sebelumnya, kita sudah mengunjungi rumah sederhana keluargaku," ucap Alena dengan suara lembut, tatapannya menerawang seolah mengingat sesuatu yang berharga.

"Kali ini, kita akan pergi ke tempat yang lebih penting."

Alberd, yang tengah menyetir, menoleh sekilas dengan rasa penasaran yang tampak jelas di wajahnya. "Tempat apa itu?"

Alena hanya tersenyum misterius. "Nanti kamu akan tahu, sayang."

Mereka akhirnya tiba di sebuah desa terpencil yang tampak sunyi namun menyimpan atmosfer kuno. Rumah-rumah tua berdiri dengan tenang, dindingnya berlumut, sementara beberapa reruntuhan tersebar di antara bangunan yang masih dihuni. Meski tampak sederhana, desa ini memiliki aura yang berbeda, sebuah tempat yang seolah menyimpan kisah besar di balik keheningannya.

Di gerbang masuk desa, sebuah prasasti batu berdiri kokoh dengan aksara kuno yang terpahat di atasnya. Tulisan itu berbunyi:

"Desa Eldoria: Tanah Perjanjian Darah dan Cahaya."

Alena dan Alberd menatap tulisan itu dengan penuh arti.

"Tempat ini dahulu adalah pemukiman yang besar dan makmur. Vampir dan manusia hidup berdampingan di sini dalam damai," suara Alena terdengar lembut, namun sarat emosi yang mendalam.

Alberd memandang istrinya, memperhatikan perubahan ekspresi di wajahnya seakan beban sejarah terpahat di sana.

"Klan Shevani adalah pelindung desa ini," lanjut Alena.

"Sebagai bangsawan vampir, mereka dihormati, bukan ditakuti. Namun semuanya berubah ketika organisasi pemburu vampir menyerang... Mereka tidak hanya membantai para vampir, tetapi juga manusia yang hidup berdampingan dengan kami. Mereka menyebut penduduk desa pengkhianat ras dan penganut sesat..."

Suara Alena sedikit bergetar saat mengucapkan kalimat terakhir. Ia menggigit bibirnya, seolah menahan perasaan yang meluap.

"Aku turut berduka atas apa yang terjadi pada desa ini," kata Alberd, suaranya penuh ketulusan.

Alena tersenyum tipis, matanya menerawang ke arah rumah-rumah yang tersisa.

"Kini, tempat yang dulu ramai dan makmur hanya tersisa desa kecil yang tersembunyi dari dunia luar..."

Mereka terus berjalan, menelusuri jalanan berbatu desa itu. Di tengah desa, berdiri sebuah bangunan tua, dindingnya masih kokoh meski dimakan usia. Batu-batunya dihiasi ukiran simbol vampir kuno, menandakan tempat itu memiliki makna penting di masa lalu. Sesekali, beberapa penduduk desa masuk dan keluar dengan penuh hormat.

Langkah Alena terhenti.

"Ada apa, sayang?" tanya Alberd.

Alena menatap bangunan tua itu dengan mata yang berkilau, seakan tak percaya. "Aku tidak menyangka... Kuil Cahaya Darah ini masih berdiri sampai sekarang..."

(Nama Bangunan Suci: "Kuil Cahaya Darah" atau "Sanctum Noctis"—Sanctuary of the Night)

Mereka melangkah mendekat. Di depan kuil, seorang wanita tua berdiri dengan tongkat kayu berukir simbol kuno. Tatapannya lembut dan bijak.

Alena mendekat, lalu membungkuk hormat. "Salam, Penatua."

Wanita tua itu awalnya tersenyum, namun ketika matanya bertemu dengan tatapan merah bercahaya Alena, tubuhnya gemetar. Bukan karena ketakutan, melainkan karena keterkejutan dan haru.

Matanya yang mulai berkaca-kaca menatap Alena dengan penuh hormat, lalu ia menundukkan kepala dalam-dalam.

"Wanita tua ini menyapa leluhur..." bisiknya penuh takzim.

Alena tersenyum lembut. "Ini suamiku. Kami ingin mengunjungi kastil..."

Penatua itu mengangguk paham. "Saya akan merahasiakannya. Semoga kalian berdua selalu diberkati."

Setelah membungkuk hormat, Alena dan Alberd kembali berjalan.

Menuju Kastil klan Shevani..

Di ujung desa, mereka tiba di sebuah area yang sunyi. Hamparan reruntuhan luas dengan sisa-sisa tiang batu menjulang. Dulu, tempat ini adalah pusat kemegahan Klan Shevani. Kini, hanya puing-puing yang tersisa, membawa kenangan yang terpendam di balik setiap batu yang berserakan.

Alena berhenti, memandang reruntuhan itu dengan sorot mata penuh makna. Bibirnya bergerak, hampir seperti sebuah doa.

"Aku pulang..." bisiknya.

Alberd menoleh padanya, lalu mengikuti pandangannya ke arah reruntuhan yang pernah menjadi simbol kejayaan keluarganya.

"Ayo, sayang," Alena menggenggam tangannya. "Kita datang ke sini untuk dua hal: meminta restu leluhur... dan mengambil peninggalan Klan Shevani."

Mereka masuk ke area reruntuhan, melangkah menuju altar leluhur yang meski tua dan retak, tampak masih dijaga dengan baik oleh penduduk desa. Mereka berlutut, lalu bersujud tiga kali.

Setelahnya, Alena menggandeng tangan suaminya. "Sekarang kita ke tempat berikutnya..."

Mereka berjalan menuju bagian tersembunyi dari kastil. Di sana, Alena berlutut di depan sebuah ukiran lambang Shevani yang masih utuh di dinding. Dengan gigitan kecil di ibu jarinya, ia menempelkan darahnya ke lambang itu.

KRAK!

Tanah di depan mereka bergetar sebelum perlahan-lahan terbuka, memperlihatkan tangga batu yang mengarah ke ruang bawah tanah.

"Ruang rahasia?" gumam Alberd, matanya membelalak.

Alena tersenyum kecil. "Hanya bisa dibuka oleh darah keturunan Shevani..."

Mereka turun ke dalam kegelapan. Alberd mengangkat satu tangan, menciptakan nyala api kecil di telapak tangannya untuk menerangi ruangan.

Di ujung ruangan, terdapat sebuah peti besar dengan ukiran rumit. Alena menyentuhnya, mengalirkan sihir vampir ke permukaannya. Peti itu bergetar, lalu bersinar merah sebelum terbuka.

Di dalamnya, dua peninggalan kuno tersimpan:

"Bloody Rose" – Sebuah katana elegan dengan bilah berkilau dan terdapat sebuah simbol mawar merah yang indah di pangkal bilahnya. Pedang ini adalah simbol Klan Shevani, senjata kebanggaan leluhur mereka.

"Crimson Tear" – Sebuah liontin kristal merah yang menyimpan kekuatan besar. Liontin ini tidak hanya meningkatkan kekuatan bertarung dan kemampuan deteksi, tetapi juga merupakan kunci untuk membuka peninggalan lain di masa depan.

Alena menatap kedua pusaka itu dengan penuh haru. "Bloody Rose... dan Crimson Tear... Warisan terakhir dari Klan Shevani."

Alberd memandang dengan kagum. "Indah sekali... terutama pedang itu."

Alena mengambil kedua pusaka tersebut, lalu mereka meninggalkan ruang bawah tanah, menutupnya kembali agar tetap tersembunyi.

Saat melewati kuil, Alena kembali menunduk hormat pada Penatua, yang membalas dengan penuh penghormatan.

Lalu, mereka pun meninggalkan Eldoria, desa yang menyimpan sejarah panjang dan darah leluhur yang masih berbisik di antara reruntuhannya.

Chapter 57: Bloody Rose dan Crimson Tear

Sore itu, setelah meninggalkan desa Eldoria, Alena tidak langsung membawa Alberd pulang. Mereka berdua melayang di udara, angin sejuk membelai wajah mereka saat Alena mengarahkan terbang mereka menuju hutan bambu yang berjarak sekitar tiga mil dari desa.

Setelah mendarat di tanah yang beralas dedaunan kering, Alberd menatap istrinya dengan rasa ingin tahu.

"Kita mau ke mana, sayang?" tanyanya.

Alena tersenyum misterius. Matanya berbinar, penuh kepercayaan diri.

"Sayang, selama ini kamu belum pernah melihatku bertarung dengan pedang, bukan?"

Alberd mengerutkan alis, lalu mengangguk pelan.

"Benar. Kamu lebih sering bertarung menggunakan sihir, telekinesis, dan blood control. Aku bahkan tidak tahu apakah kamu bisa menggunakan pedang..."

Tapi sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, pikirannya tersentak oleh kemungkinan yang baru terpikirkan. Matanya membesar, suaranya dipenuhi antusiasme.

"Jangan bilang... kamu bisa menggunakan pedang?"

Alena tertawa kecil, menikmati ekspresi suaminya yang tampak begitu bersemangat. Dengan anggun, dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, lalu mengangguk.

"Kamu benar, suamiku. Aku menguasai Kenjutsu, teknik pedang yang diajarkan oleh ayahku. Tapi karena selama ini aku tidak memiliki pedang, aku belum sempat menunjukkannya kepadamu."

Alberd ternganga. Kekaguman membuncah di dalam dirinya, melihat istrinya bukan hanya seorang penyihir kuat, tetapi juga seorang pendekar pedang. Ia tertawa kecil, lalu merangkul pinggang Alena dengan penuh kasih.

"Istriku luar biasa..." katanya sambil menatapnya dalam-dalam.

Alena tersenyum lembut, lalu dengan langkah ringan, ia berjalan ke tengah-tengah hutan bambu. Alena mengangkat tangan kanannya.

"Summon.." ucapnya pelan.

Dan dalam sekejap, katana Bloody Rose muncul di genggamannya.

Alena melangkah ke depan, berdiri di antara batang-batang bambu yang melingkupinya seperti pagar hijau alami. Tangannya perlahan mengelus sarung Bloody Rose, pedang katana yang kini berada dalam genggamannya.

Alberd berdiri sekitar dua puluh meter darinya, mengamati dengan tatapan serius.

Alena memejamkan mata, mengatur napas, membiarkan energi vampirnya mengaliri pedang itu membuatnya mengeluarkan cahaya kemerahan.

Alena menarik bloody rose dari sarungnya.

Dan kemudian..

SREETT!!

Dalam satu kedipan mata, Alena melesat dengan cepat dan anggun, bilah Bloody Rose menari di udara, mengiris ruang dengan kecepatan luar biasa. Gerakannya begitu cepat hingga mata manusia biasa takkan bisa mengikutinya. Kilatan merah membelah udara, menciptakan angin tajam yang menyapu dedaunan ke segala arah.

Semua itu hanya berlangsung selama tiga detik..

Alena berdiri diam di tengah lingkaran bambu yang masih tegak. Ekspresinya tetap tenang, seperti seorang master pedang sejati. Dengan gerakan elegan, ia menyarungkan Bloody Rose kembali ke sarungnya, seraya perlahan membuka matanya. Kilauan putih di bilah pedangnya memantulkan sinar matahari sesaat sebelum hilang di dalam sarungnya.

Lalu…

"KRAKK!!"

Dalam satu detik, batang-batang bambu di radius sepuluh meter dari tempat Alena berdiri rubuh serempak, terpotong begitu rapi seakan ditebas oleh tangan dewa. Suara gemuruh bambu yang bertumbangan memenuhi hutan, menggema di udara sore yang semakin temaram.

Alberd hanya bisa terbelalak. "Ini… luar biasa…!" gumamnya kagum.

Alena berjalan mendekatinya dengan langkah tenang. Matanya yang berwarna merah menyala tampak bersinar dalam bayangan hutan yang mulai gelap.

"Itu adalah Kenjutsu, teknik pedang yang diajarkan turun temurun oleh klan Shevani." ucap Alena.

Alberd tak bisa menahan diri. Ia langsung melompat dan memeluk istrinya erat.

"Istriku benar-benar luar biasa!" katanya, sebelum mendaratkan ciuman hangat di pipi Alena.

Alena tertawa kecil, lalu menepuk dadanya dengan lembut.

"Saat ini masih siang, kekuatanku hanya setengah dari seharusnya. Kalau ini malam hari… mungkin aku bisa menebas habis seluruh hutan ini."

Alberd menegang sejenak, lalu perlahan melepaskan pelukannya.

"Tunggu… Apa? Bukankah itu terlalu berlebihan? Bahkan di malam hari pun, aku rasa kekuatanmu takkan sampai meratakan seluruh hutan…"

Alena tersenyum penuh arti, lalu mengangkat tangan dan menunjukkan liontin berwarna merah tua yang tergantung di lehernya, Crimson Tear.

"Itu karena keistimewaan Bloody Rose dan liontin ini… Aku akan menjelaskannya." balas Alena.

Mereka berjalan perlahan, lalu duduk di atas batu besar di tengah hutan. Sinar matahari yang tersisa memantulkan warna jingga keemasan pada dedaunan di sekitar mereka.

"Bloody Rose bukan hanya sekedar simbol klan Shevani," Alena mulai menjelaskan.

"Pedang ini memiliki kekuatan khusus. Saat dialiri sihir vampir, bilahnya menjadi lebih tajam dan tak bisa dihancurkan."

Alberd mengangguk, matanya tak lepas dari wajah istrinya yang begitu serius.

"Tapi itu bukan satu-satunya keunggulannya," lanjut Alena.

"Pada malam hari, kekuatannya meningkat tiga kali lipat. Kalau di siang hari aku hanya bisa memperkuat bilahnya, maka di malam hari… aku bisa melepaskan tebasan sihir jarak jauh yang bisa membelah bukan hanya bambu, tapi puluhan pohon besar dalam radius tiga puluh meter."

Alberd terkejut, "Puluhan pohon…?! Kamu serius, sayang?"

Alena tersenyum, mengangguk. "Dan itu baru kekuatan Bloody Rose. Aku belum menjelaskan tentang Crimson Tear."

Alberd menoleh dengan ekspresi tidak percaya. "Maksudmu… liontin itu juga memiliki kekuatan?"

Alena mengangguk lagi. "Tepat sekali. Crimson Tear bukan liontin biasa. Pusaka ini menyimpan kekuatan luar biasa yang bisa meningkatkan seluruh kemampuan pemakainya baik sihir, telekinesis, maupun blood control. Tapi kekuatan ini hanya bisa digunakan di malam hari."

Alberd menelan ludah. "Jadi… jika kedua pusaka itu digunakan bersamaan di malam hari… kamu bisa…?"

Alena tersenyum. "Meratakan seluruh hutan dengan satu tebasan."

Alberd tersentak, matanya membesar. "Apa?! Satu tebasan?!"

Alena mengangguk pelan. "Dulu, leluhur terhebat klan Shevani pernah menggunakan kedua pusaka ini untuk membantai ribuan pasukan Lycan yang menyerbu seorang diri. Bahkan dia pernah meratakan satu desa Lycan hanya dengan satu serangan."

Alberd benar-benar kehabisan kata-kata. Napasnya terasa sedikit berat saat membayangkan kekuatan destruktif yang tersembunyi dalam dua pusaka itu.

"Tapi ada batasnya," Alena menambahkan. "Menggunakan kekuatan penuh kedua pusaka ini sekaligus akan menguras hampir setengah energi vampir murni. Itu sebabnya, ini hanya digunakan sebagai kartu terakhir. Dan yang paling penting, kedua pusaka ini hanya bisa digunakan oleh keturunan klan Shevani."

Alberd terdiam sejenak. Lalu, tanpa sadar, ia meraih tangan istrinya, menatapnya dengan ekspresi sedikit cemas.

"Sayang… sebaiknya kita segera pulang. Hari sudah semakin gelap."

Alena mengangkat alis. "Kenapa? Kamu takut aku akan menghancurkan seluruh hutan ini?" tanyanya, nada suaranya menggoda.

Alberd mengangguk cepat. "Iya!" jawabnya tanpa ragu.

Alena tak bisa menahan tawanya. "Baiklah sayang, kita pulang."

Mereka bergandengan tangan, meninggalkan hutan bambu yang kini dipenuhi batang-batang tumbang. Cahaya senja memancarkan warna keemasan, mengiringi langkah mereka pulang.

*Note: malam hari dihitung saat matahari sepenuhnya terbenam hingga saat matahari terbit.

1
Wulan Sari
critanya sangat menarik lho jadi kebayang bayang terus seandainya kenyataan giman
makasih Thor 👍 salam sehat selalu 🤗🙏
John Smith-Kun: Terima kasih, kebetulan ini novel pertama yang saya tulis, syukurlah klo ceritanya menarik
total 1 replies
Siti Masrifah
cerita nya bagus
John Smith-Kun: Thank u👍
total 1 replies
Author Risa Jey
Sebenarnya ceritanya bagus, ringan dan cocok untuk dibaca di waktu santai. Cuma aku bacanya capek, karena terlalu panjang. Satu bab cukup 1000 kata lebih saja, agar pas. Paling panjang 1500 kata. Kamu menulis di bab yang isinya memuat dua atau tiga chapter? ini terlalu panjang. Satu chapter, kamu buat saja jadi satu bab, jadi pas.

Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.

Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.

Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
John Smith-Kun: Untuk sifat asli Alena ada di bab 15 dan terima kasih atas sarannya
Author Risa Jey: 5.

Pengen lanjut baca tapi capek, gimana dong penulis 😭😭😭
total 5 replies
Dear_Dream
Jujur aja, cerita ini salah satu yang paling seru yang pernah gue baca!
Siti Masrifah: mampir di cerita ku kak
John Smith-Kun: Terima kasih🙏
total 2 replies
John Smith-Kun
Catatan Penulis:
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.

Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!