Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENYEBALKAN
Setelah dari kamar mandi, Glori mampir dulu ke kantin. Meski sebentar lagi jam masuk, masih banyak anak-anak yang berkeliaran ke kantin. Glori cepat-cepat membeli makanan demi menghindari kejadian yang tidak di inginkan. Sesuai dengan firasat Glori, ada saja masalah yang muncul.
“Woy Glori. Ga sibuk kan? Ikut gue sebentar,” ucap seorang perempuan.
“Ngapain? Disini aja bisa kan?” balas Glori, ia bukan takut. Namun malas mengikuti perempuan itu sambil membawa banyak makanan.
“Ish, lu yang minta ya!” bentak perempuan itu tiba-tiba.
“Aku ga minta apa-apa tuh. Kamu kelas berapa sih? Kelas sepuluh ya? Masih kecil ga usah kurang ajar sama senior,” balas Glori dengan nada mengejek.
Entah apa yang ia inginkan, tiba-tiba saja perempuan itu dengan sengaja menjatuhkan makanan yang Glori bawa. Glori menatap tajam ke arah perempuan itu.
“Ups, maaf tangan gue licin,” seisi kantin akhirnya melihat ke arah Glori dan perempuan itu.
“Makanya jangan main-main sama gue. Kenalin, Riska anak IPS 1. Enak ga di giniin? Makanya jangan main-main sama cegil nya Jovan.” bisik Riska pada Glori.
“Oh, gara-gara cowo aneh itu? Emang kamu di sukain balik sama dia? Cegal, cegil, mending kamu keluar deh dari sekolah ini. Orang gila kan? Pantes ga bisa menghormati orang lain.” Sahut Glori dengan sedikit tersenyum.
Seisi kantin tertawa mendengar ucapan Glori. Riska merasa terpojok karena tak ada yang membela nya. Sebenarnya Glori ingin cepat-cepat pergi dari sana. Tapi tiba-tiba saja Riska menunduk dan seakan-akan memungut makanan Glori yang jatuh. Glori tak heran lagi, karena ternyata circle Jovan baru saja datang ke kantin. Seisi kantin masih saja mengolok-ngolok Riska.
Di dalam pikiran Glori, anak itu sudah benar-benar gila. Bagaimana ia bisa ber-sandiwara seperti itu demi perhatian Jovan? Sesuai dugaan Riska, circle Jovan mendekati mereka berdua.
“Kenapa ini? Glori? Kamu ngebully adik kelas?” celetuk Jovan.
“Ah, ngga ko kak. Tadi aku ga sengaja nyenggol kak Glori. Makanan nya jadi jatuh deh, aku ga mau buat kak Glori marah. Jadi nya aku pungutin lagi makanan nya,” ucap Riska yang berpura-pura terlihat menyedihkan.
Glori merasa jijik melihat kelakuan Riska. Riki, Sebastian, Evan, dan Jovan sendiri merasakan hal yang sama dengan Glori.
“Udah, udah. Glori ga marah kok sama kamu. Lagian itu kotor ga bisa di makan lagi,” sahut Jovan yang sok dekat dengan Glori.
“Kalau dia mau makan ya gapapa lah. Aku ga ngelarang kok,” balas Glori yang terpancing emosi.
“Glori kok kamu gitu sih ke adik kelas? Kasihan loh dia. Ini cuma makanan loh, kan bisa di beli lagi,” tambah Jovan dengan nada yang cukup ketus.
“Udah lah, Jovan. Ini urusan perempuan, ngapain lu ikut campur?” timpal Sebastian yang berusaha menengahi.
“Ya ga gini juga lah cara nya. Masa ada senior yang tega nyuruh junior nya mungutin makanan? Jangan kejam banget deh ke orang lain. Lama-lama sifat mu sama kaya Ayah mu, Glori,” entah apa yang di pikirkan Jovan hingga menyinggung Ayah nya Glori. Seisi kantin jadi terdiam mendengar ucapan Jovan. Mereka tahu bahwa Jovan adalah anak yang cukup terkenal, tapi kenapa ia berani sekali menyinggung orang tua Glori?
“Itu udah di luar konteks ya. Lu juga sama kaya sampah sekarang,” timpal Evan tiba-tiba.
Jovan cukup kesal mendengar Evan tiba-tiba saja membela Glori. Riki dan Sebastian jadi bingung harus mengikuti yang mana. Kedua nya adalah teman mereka.
“Huh, ya jelas dong. Kan Ayah ku, wajar dong sifat nya sama. Kecuali aku anak pungut itu baru aneh. Kalau mau belain, belain aja sana. Kamu bilang aku jahat kan, ya udah mungut bareng aja sana. Temenin, kasian bentuk nya udah kaya gembel,” jawaban Glori tidak disangka-sangka oleh semua orang.
“Itu keterlaluan ya, Glor,” balas Jovan yang sudah terlihat sangat emosi.
“Udah kak, jangan berantem gara-gara aku. Aku yang salah kak,” sahut Riska yang mengira Jovan marah demi diri nya.
Padahal Jovan tersinggung dengan kata anak pungut yang jelas-jelas sengaja di lontarkan oleh Glori untuk menyinggung nya.
“Aku ga masalahin makanan ku. Tapi itu ada es titipan Seanna sama makanan Shavinna. Kalian tahu kan Shavinna lagi sakit, maka nya aku beliin bubur kesukaan nya. Eh malah di jatuhin sama dia. Aku bisa aja beli lagi, tapi malah dia sok drama. Seharus nya aku nganter makanan mereka dari tadi,” mendengar ucapan Glori membuat Riki dan Sebastian kesal.
“Aku pesenin bubur lagi buat Shavinna,” ucap Riki yang langsung bergegas memesan bubur.
“Seanna mau nya es kantin pojok kan? Nanti aku ikut anterin ya,” tambah Sebastian.
Glori hanya tersenyum ke arah Jovan. Jovan kira Glori tak akan melawan dengan cara seperti itu. Ia cukup kesal kepada Glori saat ini. Jovan benar-benar di permalukan oleh Glori. Semua orang tidak heran lagi dengan sifat Sebastian, tapi mengapa Riki begitu perhatian pada Shavinna.
“Udah drama nya? Ayo kita ngomong sebentar, Glori.” Ucap Evan yang langsung menarik Glori pergi.
Sekarang hanya tersisa Jovan dan Riska. Karena kesal, Jovan akhirnya meninggalkan Riska sendirian.
Di tengah jalan Glori melepaskan genggaman tangan Evan.
“Udah, jangan berlebihan. Lagian yang tadi itu ga seharus nya kamu lakuin kan?” ucap Glori.
“Nih,” Evan tiba-tiba memberikan obat kepada Glori.
“Makasih, emang keliatan banget ya?” tanya Glori sambil menerima obat yang di berikan Evan.
“Banget, jangan sampai mereka sadar. Lagian aku kasihan liat kamu,” balas Evan.
“Owh, ya. Makasih sekali lagi.” jawab Glori.
Evan hanya tersenyum dan pergi meninggalkan Glori. Tak ingin membuang waktu, Glori langsung kembali menuju UKS.