NovelToon NovelToon
Surai Temukan Jalan Pulang

Surai Temukan Jalan Pulang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sci-Fi / Fantasi Timur / Spiritual / Dokter Genius / Perperangan
Popularitas:238
Nilai: 5
Nama Author: Hana Indy

[Sampul digambar sendiri] Pengarang, penulis, penggambar : Hana Indy

Jika ada yang menganggap dunia itu penuh dengan surga maka, hanyalah mereka yang menikmatinya.
Jika ada yang menganggap dunia penuh dengan kebencian maka, mereka yang melakukannya.

Seseorang telah mengatakan kepada lelaki dengan keunikan, seorang yang memiliki mata rubah indah, Tian Cleodra Amarilis bahwa 'dunia kita berbeda, walau begitu kita sama'.

Kali ini surai perak seekor kuda tunggangnya akan terus memakan rumput dan berhagia terhadap orang terkasih, Coin Carello. Kisah yang akan membawa kesedihan bercampur suka dalam sebuah cerita singkat. Seseorang yang harus menemukan sebuah arti kebahagiaan sendiri. Bagaimana perjuangan seorang anak yang telah seseorang tinggalkan memaafkan semua perilaku ibundanya. Menuntut bahwa engkay hanyalah keluarga yang dia punya. Pada akhirnya harus berpisah dengan sang ibunda.

-Agar kita tidak saling menyakiti, Coin-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 Batu Locatan

..."Seseorang telah menerima hadiah dari kaki menapak tanpa alas kaki tanah. Meloncat dari lantai dua, malam ketika sang seruling mati tewas ditikam. Siapa tahu dunia penuh cahaya telah membebaskannya pergi." -Surai....

Tangan besar menyikap tubuhnya paksa. Ketika baru saja selesai mendirikan tenda seorang penjaga kapal turun dan menemukan sebuah harta karun. Bola mata yang unik dengan tubuh bersih tanpa luka apapun. Bak kemilau di dalam mata mereka semua.

Seorang kapten bajak laut berdiri menendang kaki lelaki itu pelan. "Siapa namamu?" Memberikan tekanan pada setiap aura yang hampir bsaja tumpah mengenai dirinya sedikit bergemetar.

"T-Tian," berusaha berbicara walau tenggorokannya tercekat.

"Berapa usiamu?"

"13 tahun," jawabnya dengan susah payah.

Kapten beranjak menelisik tubuh Tian. Kulitan yang unik dengan halusnya perasa. Mata yang runcing. "Apakah dia berasal dari bangsawan?" Mengelus janggutnya yang tidak berambut.

"Dia adalah Putra Regen."

Senyum merekah seketika. Melihat tumpukan uang berada tepat di depan matanya. "Angkut dia, sungguh akan menghasilkan bayaran yang melimpah."

Dengan perlahan menyeret tubuh kurusnya.  Tian kehilangan berat badan tidak cukup signifikan. Senyum yang terpatri diwajah cantiknya dia nampakkan. Setidaknya ada jalan lain yang harus dia korbankan.

Perlahan meninggalkan pulau yang menjadi tumbuh besarnya sebuah kota. Meninggalkan tumpukan manusia roboh dalam hangatnya surga. Ada janji yang tidak terucap yang terus diputar dalam otak. "Kakak, aku akan kembali dan merebut semua yang telah dirampas. Hanya aku sekarang tidak berdaya."

...***...

Alunan musik terdengar sampai kepenjuru rumah sekalipun. Tamu yang hadir membuat siapa saja yang mendengarkannya akan terus memuji. Itu hanya hal kecil yang Coin lakukan untuk menyambut perjamuan. Dengan segelas anggur merah ditangan mereka, masing-masing berjalan pelan kesana-kemari memberi salam. Ada yang sekedar mampir dalam panggung Coin lalu mengajaknya bermain gelas, memberikan toast. Coin hanya ramah membalas.

Adapula yang tertarik dengan Coin lalu mengajaknya mengobrol sebentar. Hanya karena ketampanan juga wajahnya. Dibalutkan pakaian indah dari Tuan Bon. Banyaknya renda juga cadar tipis melekat diwajahnya.

Seorang wanita memiliki sikap anggun berhenti di depan panggung Coin. "Aku sangat memuji kemampuan musikmu."

"Terima kasih," Coin menunduk kecil.

"Bisakah lain kali aku memberikan penampilan ini kepada tamuku suatu saat nanti?" Nyonya dengan senyum merah berujar malu.

"Jika berkenan, Anda bisa mendatangi Agensi Surga."

Terkejut wanita itu membungkam mulutnya dengan kipas di tangan. "Astaga, kamu berasal dari sana?"

"Siapa yang akan menduga."

Setelah meninggalkan tempat Coin terduduk, pandangan manik kecil Coin mengedar. Melihat bagaimana Tuan Bon sangat memperhatikan istri kesayangannya itu. Sempat Coin perhatikan diantara tamu yang diundang, mereka berjajar bangsawan dari kalangan atas. Kepolisian, pedagang sukses, penulis syair dan puisi, penjaga utama kerajaan, juga turut hadir beserta gadis mereka.

Terus mengamati tatapan orang kepada pasangan merayakan ulang tahun. Diciumnya wanita itu sembari memotong kue.

"Apakah Tuan Bon sangat menyayangi istrinya?"

Masih Coin ingati ketika Tuan Bon terus berdatangan di paviliun. Merasakan ada yang aneh dari mana lelaki itu tidak hanya menikmati. Kadang dia juga bertemu dengan rekan bisnisnya yang lain di sana. Hanya sekedar membicarakan bisnis yang entah apa dibahas lalu pulang sebelum pagi.

"Apakah ada tujuan lain dari persinggahannya ke paviliun?"

Coin terus memutar harpa. Memberikan isyarat kepada pemain dibelakangnya untuk membunyikan piano dan seruling. Walau begitu, masih banyak yang tertuju pada Coin.

"Jika aku bisa memiliki orang tua seperti mereka yang mengajak para anaknya untuk ikut bersama dengan pesta. Akan sangat menyenangkan."

Kata dan angan hanya mampu dia rapalkan dalam dinginnya suasana. Setelah menjamu banyak orang. Kini saatnya berkemas. Coin memberikan semua salam kepergian untuk para tamu berdampingan dengan Tuan Bon dan Nyonya Bon di depan mereka.

"Sayang, aku akan berbicara dengan rekanku. Apa kamu bisa mengurus semua pembersihannya?"

Nyonya Bon mengangguk. "Tentu saja," jawabnya senang.

Setelah memberikan kecupan selamat tinggal, Tuan Bon meninggalkan istrinya lalu menghampiri salah satu rekannya dalam perjalanan pulang. Hendak menganjaknya menuju taman kecil di depan teras.

"Ayo Coin berkemas," ajaknya dengan lembut. Pribadi yang sangat ramah, sangat anggun, sangat beretika, sangat cantik. Setidaknya kata sangat sudah melampaui batas kewajaran. Coin mengikuti ke mana arah wanita itu membawanya untuk mengemas beberapa alat.

"Apakah ada yang akan kamu tanyakan? Sedari tadi kamu melihatku."

Coin merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang akan terlontar dari mulutnya. Membuat usik Nyonya Bon, merasa bersalah. "Maafkan saya." Segera dia membereskan alat peraganya.

"Apakah kamu terheran aku tidak meemiliki putra?"

"Itu juga termasuk keheranan yang aku alami."

"Aku tidak memilikinya," ucapan singkat walau banyak kesedihan diantara kalimatnya. "Jika ada kesempatan aku memilikinya aku akan sangat bahagia sebenarnya," lanjutnya.

"Apakah saya membuat Anda sedih?"

"Tidak, justru aku senang kamu bertanya. Aku sudah lama tidak membahasnya dengan orang lain. Jika aku memilikinya mungkin seusia kamu." Senyum yang paling Coin tahu adalah harapan. "Aku keguguran dan menyebabkan kerusakan parah di rahimku."

Sekilas sebuah rencana terbesit diantara benak Coin. Bagaimana jika dia mendekati Nyonya Bon maka, kebebasan akan dia dapatkan? Jika benar, maka dia harus bertahan sedikit lama dalam Pavilliun Surga.

Nyonya Bon melihat wajah bahagia Coin. "Apakah kamu bahagia?"

"Saya senang jika Nyonya Bon memiliki kelegaan karena sudah berbagi."

"Mampirlah ke rumah jika kamu berada di luar ya. Aku akan memasakkan sesuatu yang mungkin kamu suka. Hora kesini." Nyonya Bon memberikan sepotong kue ulang tahunnya. "Apa kamu menduga jika ini pembelian? Tidak, aku membuatnya sendiri."

"Wuah, padahal ini kue yang rumit."

"Hari ini acara yang istimewa, kami sudah bersama lebih dari 40 tahun. Pada tahun ke 10 kebersaman kami. Dia melamarku dan kami menikah dua bulan setelahnya. Dia sangat setia kepadaku sehingga memberikan apa saja yang aku inginkan. Aku berharap tidak akan mengecewakannya. Tetapi...,"

Nyonya Bon melihat suaminya berjalan menuju dalam rumah. "Aku mengacaukan harapan dia memiliki putra."

"Sampai sekarang Tuan Bon tidak membawa istri lain ke rumah sudah membuktikan bahwa beliau mendukung Anda secara mental." Tanpa sadar kata itu terucap. Mendengar keheningan yang melanda membuat Coin menyadari perkataannya. Dilihatnya Nyonya Bon yang menitikkan air mata.

"Maafkan saya Nyonya Bon."

"Tidak Coin. Apa yang kamu katakan adalah benar. Maafkan aku yang masih dirundung kesedihan." Nyonya Bon mengusap air matanya. "Terima kasih," ucaopnya sembari memeluk lelaki bertinggi 170 cm iu dngn kedua tangannya.

Tuan Bon melihat istrinya berpelukan dengan putra yang sudah dia minati sejak awal. Mengulas senyum penuh keartian.

Sampai malam hampir habis, lelaki yang masih membersihkan badan diruangan nyaman kini mengusapb wajahya. Berdiri di depan kaca sembari merutuki diri. "Sudah aku putuskan jika harus bertahan sedikit lama," ambisinya.

...***...

Sekian lama jam telah berputar mengusap luka yang telah lama hilang. Bagaikan nyanyian setiap malam sudah dia dengar. Hari ini libur sudah. Ada anak yang akan menjadi temannya baru saja bergabung. Kepada dirinya yng sudah tiga tahun bersama dalam jurang neraka, Coin memasuki pintu Tuan Jaza.

D

iketuknya pelan, mendengar sahutan lalu beranjak menuju dalam ruangan. Matanya terpaku sempurna melihat anak dengan bungkam dimulutnya. Rambut acak-acakan juga kerangkeng besi masih menjerat.

"Coin, kamu lihat anak itu?"

"Iya Tuan Jaza," jawab Coin tegas.

"Sebelumnya aku memberitahukan jika Nyonya Bon dan Tuan Bon memberikan upeti untukmu sebagai hadiah terima kasih telah menghibur mereka."

Penjaga berkacamata hitam memperlihatkan sebuah hadiah berupa pakaian juga sepasang sepatu. Ada juga aksesoris emas serta perak. "Sampaikan salam terima kasihku," Coin menutup hadiah itu.

"Mengenai anak kecil iotu, dia berusia 13 tahun sekarang. Setidaknya 3 tahun lebih tua darimu. Aku ingin kamu mengajarinya bermain musik, atau menemukan bakatnya. Jika sudah berikan laporannya kepadaku. Akan aku tunggu."

Ditundukkannya kepala Coin hormat. Dibukanya kerangkeng besi. Melihat tangan dan kaki masih diborgol. Coin menatap lekat ke dalam matanya. Sedikitnya ada sebuah pesan yang diharapkan oleh lelaki itu, seakan minta tolong.

"Siapa namanya?" tanya Coin mata melirik Tuan Jaza.

"Hm, Tian."

"Aku aku mengasuhnya."

Setelahnya pengawal membawa Tian menuju kamar selama ini Coin tinggal. Melihat semua alat musik yang bergantung sejajar dalam ruangan. Satu ranjang tidur juga kamar mandi kecil berada di sudut. Tian mendecih. Con terlihat sangat terganggu dengan sikap itu. Diisyaratkannya pengawal agar pergi.

"Perkenalkan, Tian. Namaku Coin Carello."

Setelah didengar banyak langkah kaki meninggalkan ruangan Coin. Tian dengan segera menyergap lelaki itu hingga terbanting di tanah. Lelaki yang Tian sergap sama sekali tidak memiliki kemampuan beladiri. Tian mengernyit. "Mengapa kamu tidak melawan?"

Pisau yang dia bawa hampir saja mengenai leher Coin.

"Ada apa denganmu?" Coin berusaha melawan Tian tetapi hanya dorongan kecil bagi Tian. "Lepaskan anak bodoh. Kamu pikir, kamu bisa lari dariku?"

Tian mereda. Dilepaskannya cengkeraman tangannya lalu melonggarkan tikaman. Lelaki asing yang sudah menjadi gurunya semenjak sekarang kini menghela nafasnya. "Aku juga sama sepertimu. Kesal akan dunia." Coin bangkit, duduk disamping lelaki itu.

"Apakah kamu juga menginginkan kebebasan?"  Tian sedikit menaruh rasa percaya.

"Aku dijual. Tentu saja aku menginginkan kebebasan."

Tian melepaskan "Kita hanya berbeda lokasi. Aku juga dijual oleh kapten bajak laut sialan dengan bayaran paling mahal."

"Ho, pantas saja jika kamu menjadi anak buahku yang memiliki bintang satu." Tunjuk Coin bingkai lencana di atas ranjangnya.

"Apakah kamu bangga?"

"Tidak."

Tian hanya menggeleng. Dilepaskannya pakaiannya yang sedikit basah karena rintik hujan. Coin menendang pintu almari. "Ada pakaianku. Kamu bisa memakainya."

Mendecih, meremehkan lelaki berbadan kecil. "Apakah baju iita berukuran sama?"

"Hanya itu yang aku punya. Jika tidak kamu akan memakai itu sampai mati."

Tian beranjak menuju almari Coin. Hanya berisikan baju dengan banyak renda untuknya bekerja. sedikit baju kasual juga kemeja. "Aku ambil ini."

Coin hanya mengangguk lemas. "Bagaimana bisa kamu berakhir di sini?"

"Pulauku di genosida." Kumpulan amarah nampak dimatanya. Mengeringkan rambutnya dengan handuk Tian. "Oleh suatu sekte pemuja iblis. Saat ini aku perkirakan hanya sekitar 1.000 penduduk yang berhasil selamat."

"Apa yang akan dilakukan oleh mereka?"

"Ada, rahasia," jawab Tian. Mengalihkan pandangannya menuju jendela. "Aku adalah putra Regen. Dan aku juga memiliki rencanaku sendiri. Untuk saat ini yang bisa kita lakukan adalah mengumpulan uang."

"Kita?" Coin mengejek. "Aku sudah berada di pavilliun ini selama tiga tahun dan aku tidak pernah merencanakan apapun."

"Terdengar membual."

Coin tersenyum. "Kamu benar," ujarnya.

"Aku hanya ingin bebas jika itu hanyalah kematian saja." Adalah permintaan terdalam seorang Tuan Muda Regen baik hati.

"Sekalipun itu hanya kematian rasanya lebih mudah daripada bertahan."

Menyetujui dalam benak masing-masing. Ada jutaan persamaan dalam kata malam itu. Ketika sudah menyingsing fajar. Semua yang disusun akan terus dipertimbangkan. Lalu, akan maju jika sudah saatnya tiba.

Baiknya pagi menyapa, sinar hangat menyinari sebuah taman kecil di samping bar terkenal. Paling mewah paling keren adalah nama yang dicap untuknya. Seorang Tuan meminta sebuah belas kasih kepada lelaki dihadapannya. Seakan pertanyaan mengapa terus saja tidak menemukan titik jawaban paling terang.

"Saya sudah mengatakan Tuan Bon. Kami mungkin tidak menyerahkan lelaki bernama Coin."

"Sepertinya istriku sangat menyyangi anak itu semenjak dia bertamu dalam rumah kami. Jika aku boleh menebusnya maka, aku sudah meenbusnya sekarang. Berapa harga yang akan Anda pasang?"

Tuan Jaza terkekeh. "Mungkin tidak akan kami jual. Dia aset berharga."

Tangan menggenggam terkepal di bawah meja. Ambisi istrinya atau ambisinya sendiri? "Baiklah jika begitu. Aku akan berkujung minggu depan."

"Tentu saja, kami akan menantikan kehadiranmu."

Dua pasang mata mengintip dari balik jendela. Tanpa sengaja ketika akan mengambil gudang perlengkapan, keduanya telah menyaksikan sebuah pertanyaan yang membuat kedua lelaki itu tersenyum senang.

Menanti dengan sabar sembari terus memetik harpanya. Coin belum menemukan nada yang pas untuk Tian. Tetapi, malam ini kedeuanya harus bekerja. Diikutinya Coin dari belakang, memiliki tempat duduk yang sejajar dengan Coin.

"Perkenalkan ini kakak Bergaun Biru. Dia sudah bekerja selama 7 tahun di sini."

"Apakah ini anak asuhmu?"

"Iya, apakah dia manis?" Coin tersenyum mesra.

Memiliki pakaian dengan warna senada dengan Coin. Sedikit banyak kain untuk menutupi tubuhnya yang kekar dan berotot tebal. Kini Tuan yang sudah memesan anggur juga layanan prima akan segera datang.

Perlahan namun pasti alunan musik sudah memenuhi ruangan. Hari ini dilihatnya hanya Kakak Bergaun Biru sendirian dalam gemerlapnya malam.

Sebentar lagi pelanggan akan datang dan nampak murung wajahnya..

“Kakak,” sapa Coin berbisik. “Kemana Kakak Kupu-kupu?”

Gadis beranjak dewasa itu tersenyum kecut. Menarik nafas hendak bercerita kepada adik seperkerjaannya. “Dia hamil dan mengambil cuti.”

Bak sambaran petir. Menjaga diri adalah hal yang paling baik dari segala hal. Mengingat hanya Tuan Bon yang selalu memilih Gadis Kupu-kupu. Mengingat Tuan Bon juga tidak memiliki putra dan berharap akan lahirnya anak.

Apakah mungkin jika tebakan awur-awuran ini nyata?

“Siapa yang dimaksudkan?” Lamunan Coin tersentak.

“Kakak Kupu-kupu,” jawab Coin asal. Entah Tian akan mengerti atau tidak apa yang dimaksudkan.

Karpet merah sudah dibentangkan. Kepada Tuan Bon kamu persilakan masuk dan menikmati setengah minuman.

Merasa kecewa salah seorang diantara tidak hadir. “Kemanakah Gadis Kupu-kupu?”

“Maaf Tuan Bon. Saat ini Tuan hanya bersama dengan saya. Kakak Kupu-kupu sakit.”  Menunduk ya paling dalam meminta maaf.

Namun, sepertinya bukan masalah bagi Tuan Bon. Melihat lelaki yang sangat diinginkannya membuat Tuan Bon terobati rasa kecewa.

“Tidak apa-apa. Hari ini aku ingin kalian menceritakan kisah kalian kepadaku. Aku tidak bernafsu untuk meminum air.”

Keheranan mampir diwajah semua orang. Hanya hari ini sebuah kelegaan mampir diwajah semuanya.

“Mengapa demikian?” Coin bersuara.

Tuan Bon berjalan mendekati Coin lalu duduk di sampingnya. “Hari ini aku memintamu menjadi putraku. Tetapi, Tuan Jaza tidak mengijinkan.”

“Jadi, aku ingin mendengar cerita kalian.”

Tian beserta Coin hanya saling melirik. Seperti yang dikatakan oleh Tuan Bon bercerita mengenai keindahan dunia juga sudut panjang mereka telah ceritakan.

Melihat selalu bagaimana bibir itu bergerak bercerita tertawa bersama. Malam itu sedikit rasa hangat yang disebut dengan rumah berada di depan mata Coin. Seakan melihat adanya cahaya dalam kegelapan yang telah dia dekap sendiri.

Cinta sejenisnya juga seperti seram, ketika bahagia lelakinya bersama wanita cantik, ada seorang ibunda yang mungkin menunggu kepulangannya.

Sedikit khawatir menuju cemas. Dinginnya malam, hanya bilang membawa bocah yang sudah ingin dia dapatkan. Merayu Coin dengan segala cara. Wanita anggun ini melipat tirai.

“Lama sekali,” rutuknya.

Dilihat jam dinding menunjukkan lewat tengah malam. Sedikit gerimis mulai turun membelai mesra. Bulan masih bertengger manja ditemani rintik bintang kini menghilang perlahan.

“Apakah dia bisa membawa Coin pulang?”

Menanti kepulangan sang suami.

...*...

Merencanakan hal gila. Tian dan Coin berpulang dalam lelahnya malam. Hampir subuh ketika par penjaga sibuk membereskan bekas dagangan. Coin dan Tian berjalan menuju teras paviliun.

Bersama akan menanggung beban.

Melihat kedua anak yang melarikan diri secara terang-terangan. Tuan Jaza mengerahkan seluruh anggotanya untuk mencari kedua anak melarikan diri.

Dua jam berlalu semenjak mereka berlari. Penjaga masih setia mengejar.

Teruslah melangkah hingga sebuah tembakan hampir menyentuh kedua mata lelaki bermata runcing. “Kita mempertaruhkan nyawa!” teriak Tian.

Coin melempar bebatuan ke arah penjaga yang terus mengejar.

Rasa tidak sabar memburu para penjaga. Dengan brutal ditembakkannya peluru, satu demi satu habis, isi lagi.

Terpental setelah sergapan tidak terduga dari depan kedua lelaki. Baru saja mereka akan membebaskan sayap. Kedua penjaga yang menyergap dari depan kini membekuk keduanya. Satu persatu tangan mereka diikat.

Coin bergerak lebih gesit dari Tian, ditendangnya lelaki tepat Mengani wajahnya. Beberapa pengejar juga membantu rekannya.

Coin tanpa sengaja menginjak salah satu kaki penjaga, membuat mereka jatuh bersamaan. Beruntung penjaga bagaikan kasur untuk Coin. Seorang penjaga lainnya memakai pisau untuk mengancam. Sayatan itu mengenai sebelah mata kanan Coin.

Darah mengalir membasahi dedaunan. “Gakh,” teriak Coin merasakan perih yang luar biasa.

“Bodoh! Wajahnya adalah aset!”

Tian kembali melihat darah merah segar.

Seperti waktu itu!

Seperti waktu itu!

Terpakunya tubuhnya. Kaku menjar langsung membekukan otot. Hanya hujan serapah yang dia lontarkan dalam otak. Memakai apakah ketakutan akan segera hadir? Nyatanya jangan sampai.

Sekali lagi seperti waktu itu!

Tamparan keras mendarat di pipi lelaki babak belur. Dihajarnya tanpa ampun. Dipegang tanpa kira. Dikencang kuat kaki hebat.

“Wajahnya adalah aset!”

Coin mendapatkan jahitan diwajahnya setelah dibawa kembali dalam paviliun. Perkara kesalahan mereka akan dibunuh nanti. Begitulah kedua lelaki ini harapkan.

Apa yang lebih mudah dari mati?

Tidak ada.

Sudah hilang asanya.

“Maafkan saya Tuan Jaza.”

Dengan amarah menggebu menghampiri Coin Lalau melihat sebelah mata perban itu. Mendecih sebal. Keduanya juga masih diikat lalu ditundukkan secara paksa. Bak menyembah Tuhan.

“Bagaimana dia bisa laku kalau seperti ini!”

Seorang pelayan mengetuk pintu tidak sabar. Kebencian di mata Tuan Jaza semakin menjadi. “Ada apa?” tanyanya ketus.

Pelayan itu bahkan bergidik ngeri. “Nona Kupu-kupu sudah melahirkan.”

Membuat hatinya gundah seketika. Merasa buntu akan jalan tiada berujung pula. Dilihatnya Coin dengan saksama. Seketika menyadari jika dan hal lain yang bisa dilakukan.

“Hubungi Tuan Bon.”

Ditebus dengan harga murah berbonus anak laki-laki sebagai pelayan rumahan. Coin disepakati. Namun, apakah yang akan terjadi pada rumah itu?

Seorang ibunda menangis melihat keadaan sebelah mata kanan yang sudah hancur. Coin dinyatakan buta sebelah setelah pisau mengiris bola matanya.

“Apakah kamu melakukan kesalahan?” tanya seorang ibunda yang khawatir.

“Seorang pelanggan membuat matanya buta sebelah. Akhirnya, Tuan Jaza menyerahkan kepada kita.” Suaminya kini menaruh koper.

“Malangnya,” lirih Ibunda itu.

Begitu bahagia mendapatkan seorang anak asuh. Juga bersedih akan kesehatannya. Dilihatnya lelaki berambut abu-abu perak. “Apakah kamu temannya?”

“Iya,” jawab lelaki itu.

“Tetapi, aku hanya akan mengadopsi Coin. Jika kamu mau bekerjalah di sini sebagai pelayan.”

Sudah melebihi rasa syukur juga ekspektasi keduanya. Tian mengangguk setuju tanpa tapi.

Ikatan diantara dua lelaki malam itu hanya sebatas asa. Menyambung luka sendiri lalu menggabungkannya menjadi satu agar sejalan. Menuju sesuatu yang entah apa dia akan raih sekarang. Coin hanya menatap bulan menghilang secara perlahan menyambut pagi.

Hingga pagi pada jendela rumah yang berbeda.

“Aku harus mengunjungi Kakak Kupu-kupu. Nasib putra itu seharusnya jangan mirip aku.”

Bersambung...

1
Galaxy_k1910
ilustrasi karakternya keren
@shithan03_12: Wuahh makasih ya
total 1 replies
༆𝑃𝑖𝑘𝑎𝑐ℎ𝑢 𝐺𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
dia cewek apa cowok thor?
@shithan03_12: kalau Tian cowok..
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!