NovelToon NovelToon
The CEO’S Saturday Obsession

The CEO’S Saturday Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Percintaan Konglomerat / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali / Kekasih misterius
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Diaz, CEO yang menjual bunga dan coklat setiap hari Sabtu. Dia mencari wanita yang cocok dengan sepatu kaca biru milik ibunya. Apa sebenarnya tujuan mencari wanita itu? Memangnya tidak ada wanita lain? Bukankah bagi seorang CEO sangat mudah mencari wanita mana pun yang diinginkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Masa Lalu

Bab 30

“Diaz?”

Samir terkejut dengan kedatangan bos sekaligus sahabatnya pagi-pagi buta seperti ini. “Ada apa ke sini?”

Diaz tidak suka saat dia yang bertanya justru malah ditanya balik. "Aku yang bertanya," respons Diaz tegas.

Samir dengan santai menjawab, “Kemarin kamu bilang tidak usah dijemput. Katanya mau bawa mobil sendiri. Ya sudah, aku jemput Nona Lili saja.”

Ekspresi Diaz tetap dingin, namun sorot matanya jelas menunjukkan kekesalan. Dia menatap Samir tajam.

“Kalau kau jemput Nona Lili, bagaimana cara dia pulang nanti? Bagaimana kalau nanti kita sibuk dengan pekerjaan?”

Samir tertawa kecil, menganggap Diaz terlalu berlebihan. “Ayolah, Diaz, jangan berpikir pendek seperti itu. Nona Lili juga punya sopir pribadi. Jika nanti sore aku sibuk dan tidak sempat mengantarnya, dia bisa menelepon sopirnya. Gitu aja kok repot.”

Diaz mendengus pelan dan bergumam, “Dasar laki-laki tidak bertanggung jawab.”

“Hah?” Samir mengerutkan kening, merasa ingin membela diri, tetapi sebelum sempat berbicara, suara langkah kaki terdengar mendekat.

Lili muncul dari lantai dua, dari arah kamarnya.

Dia sudah siap dengan pakaian kantornya, terlihat segar dan elegan seperti biasa. Namun, ekspresi wajahnya menunjukkan kebingungan saat melihat dua pria yang berdiri di teras rumahnya.

“Kalian?” Lili menatap mereka berdua. “Kenapa kalian datang?”

Diaz tidak membuang waktu. “Ayo, Nona Lili, kita langsung berangkat.”

Samir langsung menolak. “Tidak bisa. Aku yang duluan datang.”

Diaz menatapnya tajam. “Kau menentang bosmu?”

Samir terdiam sejenak, sebelum akhirnya berubah sikap. “T-tidak. Silakan, kalian pergi," ucapnya dengan nada yang lebih formal.

Lili hanya bisa menatap mereka dengan bingung. Dia tidak diberi tahu apa-apa, hanya mendengar dari pelayan bahwa seseorang datang menjemputnya untuk pergi ke kantor.

Jadi siapa sebenarnya yang menjemputnya?

Samir atau Diaz?

Atau keduanya?

Atau jangan-jangan, Diaz datang diantar oleh Samir?

Ah… membingungkan!

###

Diaz membukakan pintu mobil untuk Lili. Dan ini pertama kalinya, sampai Lili heran. 'Ada apa dengan Tuan Diaz. Tumben.' batin Lili.

Suasana di dalam mobil terasa sunyi. Bahkan alunan musik pun tak terdengar sama sekali.

Lili tidak banyak bicara, begitu juga Diaz.

Padahal ada banyak pertanyaan di kepalanya. Kenapa repot-repot menjemputku? Bagaimana keadaan Samir? Kasihan, dia pasti bingung. Dan kenapa sikap Diaz tiba-tiba berubah.

Akhirnya, suara dehaman dari Diaz memecah keheningan.

“Ekhm… Nona Lili, bolehkah aku memanggilmu Lili saja? Supaya lebih akrab.”

Lili menoleh dan tersenyum. “Iya, tidak apa-apa, Tuan Diaz. Kita sudah kenal cukup lama. Masa masih kaku? Benar, bukan?”

Diaz mengangkat alis. “Kalau begitu, jangan panggil aku ‘Tuan’.”

Lili terdiam sejenak.

“Tapi… Anda tetap tuanku.”

Mobil Diaz mendadak berhenti.

Lili tersentak dan menatap Diaz, yang juga menoleh ke arahnya. Mereka saling berpandangan.

Diaz menyipitkan mata. “Maksudnya?”

Lili tiba-tiba merasa gagap. Dia menatap Diaz dengan tatapan ragu sebelum akhirnya menjelaskan, “A-aku sadar diri dengan statusku. Jadi, di mataku, Anda tetap Tuan. Maksudku begitu. Meski sekarang Tuan Asher adalah Papiku, tetap saja aku adalah Lili dari kalangan orang biasa.”

Diaz menoleh sekilas, ekspresinya tetap dingin. “Aku tidak suka membahas status. Jangan diulangi.”

Dia langsung kembali fokus pada jalan dan melajukan mobilnya.

Lili melirik ke arah Diaz dari sudut mata, merasa heran dengan perubahan Pria berhidung mancung ini. Kenapa dia jadi seperti ini? Dingin. Kalau bicara lebih banyak ketusnya.

Dulu Diaz kecil adalah anak yang ceria, penuh perhatian, dan lembut. Tidak ada tatapan tajam yang menusuk seperti sekarang. Diaz kecil tidak menyeramkan.

Lili menghela napas pelan. Apakah waktu telah mengubahnya begitu drastis?

Tiba-tiba, Diaz mengumpat pelan.

“Argh, sial.”

Lili yang mendengar itu tidak banyak tanya, meski cukup terkejut dengan umpatan itu. Dia langsung bisa melihat situasi. Ternyata mobilnya terhenti di tengah kemacetan. Matanya menatap lurus ke depan, melihat deretan kendaraan yang tak bergerak.

Pagi-pagi begini sudah macet?

Diaz mengetukkan jemarinya di setir dengan ritme pelan. Apa ada kecelakaan? Kenapa akhir-akhir ini sering sekali terjadi kecelakaan?

Dia mendesah, lalu melonggarkan dasinya dengan satu tangan. Meski AC mobil menyala, dia tetap merasa sesak dalam situasi seperti ini.

Karena Diaz tidak suka kemacetan. Tidak suka waktu terbuang percuma. Lili memperhatikan Diaz yang menarik dasinya dengan kasar.

“Tuan, dasimu nanti rusak kalau seperti itu,” ucap Lili spontan.

Dia baru sadar, lagi-lagi dia keceplosan. Itu adalah kebiasaannya sejak kecil Refleks.

Sama seperti saat itu, hari ulang tahun Diaz yang ke-10.

Saat itu, Diaz kecil berdiri di tengah ruangan dengan wajah bosan. Dia sebenarnya tidak suka pesta ulang tahun yang penuh dengan orang asing. Berisik dan melelahkan.

Namun, karena tidak ingin mengecewakan orang tuanya, dia tetap diam dan mengikuti acara. Dia juga tidak nyaman memakai pakaian formal. Jas dan dasi terlalu kaku, tubuh rasanya tidak leluasa bergerak.

Berkali-kali Diaz mencoba melonggarkan dasinya, menariknya dengan kasar karena merasa sesak.

Leri, yang saat itu berusia tujuh tahun, menegur dengan polos, “Tuan, dasimu nanti rusak kalau seperti itu. Sini, aku bantu longgarkan.”

Diaz kecil terdiam ketika Leri dengan lincah merapikan dasinya, menurunkan simpulnya agar sedikit lebih longgar.

Jarak mereka sangat dekat.

Diaz kecil menatap mata Leri dan berkata, “Leri, kamu lebih takut dasinya yang rusak daripada aku yang sesak?”

Leri tertegun.

Dia merasa bersalah atas ucapannya.

***

Lili tersadar dari lamunan masa lalunya, dan buru-buru menarik tangannya kembali sebelum sempat menyentuh dasi Diaz.

“Maaf,” gumamnya, sedikit panik. “Itu tadi refleks.”

Diaz menegang sesaat. Dia juga terkejut dengan gerakan spontan Lili, namun dia hanya mengangguk singkat. Lalu dengan sekilas sambil mengoper gigi mobil karena bersiap akan melaju, Diaz berkata;

“Lili, kamu lebih takut dasinya yang rusak daripada aku yang sesak?”

"Hah?" seketika Lili merasa bingung, apa maksud dari ucapan Diaz.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Diaz kembali fokus ke jalan dan memajukan mobilnya karena kemacetan mulai terurai.

Selama perjalanan, keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Lili menggigit bibirnya, merasa dirinya sangat ceroboh. Dia sudah memutuskan untuk tidak terlibat terlalu jauh dengan Diaz. Dia ingin tetap merahasiakan jati dirinya yang asli.

Tapi, dalam beberapa situasi, reaksinya justru spontan—seolah-olah dia masih Leri. Dia sadar, jika terus seperti ini, cepat atau lambat Diaz akan curiga.

Sementara itu, Diaz mencuri pandang ke arah Lili beberapa kali. Ada sesuatu yang mengusiknya. Bukan hanya kejadian tadi. Tapi sejak awal. Gerak-gerik Lili, tatapannya, bahkan kata-katanya... dia memang mirip Leri, sama persis seperti Leri kecil.

Tapi Diaz tidak ingin berasumsi terlalu cepat.

Ketika mobil mereka mendekati pertigaan menuju gedung Asher Corp, tiba-tiba Diaz mengambil arah yang berlawanan.

Lili terkejut. Dia langsung menoleh, merasa ada yang tidak beres.

“Tuan Diaz, kita—”

Diaz tidak menjawab.

Matanya tetap lurus ke depan, ekspresinya tenang, namun ada sesuatu dalam sikapnya yang membuat Lili merasa... gelisah. Lalu menelan ludah.

Kenapa Tuan Diaz tiba-tiba berbelok? Ke mana dia akan membawanya?

Jantung Lili berdegup lebih cepat. Ada sedikit rasa takut dalam dirinya. Apa yang akan Diaz perbuat?

Bersambung...

1
Zainab Ddi
semoga rencana kakek guru gagal
Zainab Ddi
iya author istirahat dulu biar sehat selalu biar bisa update lg esok
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
kyky lili punya misi untuk ayahnya
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya
Zainab Ddi
semoga rencana katek guru gagal
Zainab Ddi
wow licik sekali kakek2
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya selalu 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
wah lansung beraksi sikakek2
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
kakek2 licik hati2 lili diaz
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
terima lili biar Monica dan enriva tambah panas
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 💪🏻🙏🏻😍
Zainab Ddi
jangan2 Monica yg menelepon
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
ayo lili mengaku aja
reza indrayana
makin penasaran nichh. 🫰🏻🫰🏻😘😘😘
reza indrayana
Manarik nich..., mampir Thor...💙💛💙🫰🏻🫰🏻😘😘😘
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!