Dipaksa pulang karena suatu perintah yang tak dapat diganggu gugat.
ya itulah yang saat ini terjadi padaku.
seharusnya aku masih berada dipesantren, tempat aku belajar.
tapi telfon hari itu mengagetkanku
takbisa kuelak walaupun Abah kiyai juga sedikit berat mengizinkan.
namun memang telfon ayah yang mengatas namakan mbah kakung tak dapat dibantah.
Apalagi mbah kakung sendiri guru abah yai semakin tak dapat lagi aku tuk mengelak pulang.
----------------------------------
"entah apa masalahmu yang mengakibatkan akhirnya kita berdua disini. tapi aku berharap kau tak ada niat sekali pun untuk menghalangiku menggapai cita2ku" kataku tegas. takada sama sekali raut takut yang tampak diwajahku
masabodo dengan adab kali ini. tapi rasanya benar2 membuatku ingin melenyapkan seonggok manusia didepanku ini.
" hei nona, bukankah seharusnya anda tidak boleh meninggikan suara anda kepada saya. yang nota bene sekarang telah berhak atas anda" katanya tak mau kalah dengan raut wajah yang entah lah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsa Salsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
BAB 4
Mobil BMW Z4 melaju kencang membelah malam yang semakin larut. Jalan bebas hambatan semakin mempermudah sang pengendara untuk semakin mempercepat laju mobilnya.
Langit malam yang semakin gelap tak membuatnya merasakan kantuk barang semenit pun. Perkataan sang mama benar- benar mengganggu otaknya. Telefon sang mama tepat saat ia akhirnya sudah bisa undur diri dari kediaman sang bapak produser.
Waktu yang terus menipis dari yang telah ditentukan oleh mamanya membuat wajah frustasinya semakin terlihat. Lelah, marah, bingung, dan merasa bersalah tentunya. Semua menjadi satu dalam otaknya kali ini.
Percakapan paling serius mungkin di dalam hidupnya antara sang papa dengannya enam tahun lalu ikut meramaikan kecamuk dalam otaknya. Tapi fokus yang paling utama saat ini. Agar ia bisa sampai di tempat tujuan dengan selamat. Atau malah akan ada masalah baru yang akan timbul kalau dia lengah sedikit saja.
Pukul tiga pagi akhirnya ia sampai di depan bangunan megah yang ia pikir sepi karena masih begitu petang tapi ternyata pikirannya itu salah besar.
Gerbang besar dibuka dari dalam saat mobil itu berhenti tepat didepannya. Tanda bahwa ia telah dipersilahkan masuk. Bangunan masjid nan megah menyambutnya pertama kali. Sudah tampak banyak sekali santri putra yang berlalu lalang melakukan kegiatan masing- masing.
Suasana yang syahdu dan begitu tenang menurutnya. Kenapa ia selalu menolak ajakan kedua orang tuanya setiap kali datang kemari.
Deringan telefon terdengar dari balik kemeja yang ia kenakan. Baju yang sama saat acara tadi berlangsung. Ternyata telefon dari sang mamalah yang ia terima pagi buta ini. Ia yakin bahwa wanita terkasihnya itu sama sekali tak dapat memejamkan mata barang semenit pun.
“Iya ma, Dipta udah sampek nih. Terus Dipta kemana ini”. Tanyanya pada sang mama di seberang sana.
“Bentar mama kesana sekalian hubungi papa. Kamu di parkirankan ?”. Tanya sang mama memastikan.
“Iya ini di depan masjid, mama cepetan kesini. Orang- orang pada ngelihatin aku kayak mau nerkam”.
“Iya ini mama udah keluar penginapan gak usah aneh- aneh deh dek, udah gede juga”. Kata sang mama sambil terkekeh mendengar celotehan si anak bontot yang walaupun sudah sebesar apa pun masih akan selalu terlihat manja kepada sang mama.
Sepasang suami istri itu pun datang mendekat pada mobil yang sangat mereka kenali. Mobil sang putra bungsu yang walaupun sudah begitu dewasa tapi tetap tak bisa terpisah dari mereka.
“Dek”. Hardik si mama saat melihat sang anak yang nyatanya malah termangu menatap masjid yang semakin ramai oleh para santri yang ingin beribadah.
“Tenang ya ma”. Kata Dipta tampa menoleh pada kedua orang tuanya. Ia masih termangu dengan pikirannya sendiri.
“Apa sih dek. Udah itu nanti aja lihatnya ini ada yang lebih penting dari itu semua”. Kata si mama menyadarkan Dipta dari pikirannya yang melalang buana entah kemana.
“Kamu tau kan dek ngapain kami minta kamu buat datang kemari”. Kali ini sang papa lah yang berbicara. Setelah membiarkan sang istri berbicara terlebih dahulu pada putra mereka.
“Semua ini sesuai kesepakatan kita dari awal ya tampa ada paksaan dari siapa pun kamu sendiri yang berjanji dan ternyata kamu pula yang telah mengingkari janji itu sendiri. Jadi papa hanya melakukan apa yang seharusnya papa lakukan”. Kata papa menjelaskan yang langsung ditanggapi dengan tarikan nafas berat oleh sang putra ditambah mimik wajahnya yang begitu tegang kali ini.
“Papa gak mau pikir- pikir dulu gitu ini kan dadakan banget”. Bujuk Dipta memelas. Karena jujur aslinya dia sudah tau apa yang akan dia lakukan kali ini.
“Kita sudah membahas hal ini sudah lebih dari sebulan kalo kamu lupa anak muda”. Kata sang papa begitu tegas.
“Emang papa sama mama gak kasihan apa sama dia. Gimana hidupnya nanti”. Bela Dipta berusaha mengubah pendirian orang tuanya untuk kesekian kalinya.
“Kalau kamu tau bahwa ada orang yang akan menjadi korbanmu kenapa saat kau melakukan kesalahan tempo hari otakmu tak berpikir sampai situ hah”. Kata sang papa yang sepertinya sudah mulai terbawa emosi dengan kelakuan sang anak yang selalu membuatnya pusing.
“Udah pa gak akan selesai kalian berdua ini berdebat nantinya. Ok Dipta kamu sudah tahu semuanya kan. Apa lagi semua ini berasal dari tingkahmu di luaran sana. Mama gak mau ngomelin kamu kali ini tapi mama mau ngasih tau kamu bahwa dia begiti sepesial”. Kata sang mama dengan mata yang tiba- tiba berembun.
“Dia tuan putri bagi keluarganya. Dia adalah kebanggaan keluarganya, dia luar biasa. Bahkan mama sampai berfikir sebenarnya kebaikan apa yang telah kamu perbuat sampai kamu memperoleh berlian seindah itu. Padahal ini adalah hasil dari kesalahanmu tapi kenapa kamu malah bisa mendapatkan lebih dan lebih dari apa yang papa dan mama harapkan. Jadi mama mohon ini mungkin akan jadi permohonan terakhir kami sebagai orang tuamu kepadamu”. Nasehat sang mama dengan air mata berderai tak terbendung.
“Kok mama malahan nangis sih”. Celetuk Dipta berusaha menghibur sang mama.
“Kamu tau dek”. Kata sang mama lagi sembil menarik nafas dalam berusaha mengendalikan perasaannya yang begitu sensitif kali ini. “Dia sopan banget dek ke mama walaupun kayaknya dia kurang nyaman sama beberapa pertanyaan yang mama lontarkan dia selalu berusaha menjawabnya dengan begitu sopan. Keluargannya begitu baik. Malah kali ini mama merasa apakah pantas keluarga kita yang masih jauh dari sang pencipta ini mendapatkan orang- orang baik yang begitu dekat dengan penciptannya”.
“Papa sudah melihatnya tadi. Dan papa sangat- sangat suka dengan gadis ini. Benar kata mama dia malah lebih dari senua hal yang pernah kita minta untuk menjadi pasanganmu Dip”. Tambah sang papa tak mau kalah dengan sang istri.
“Mama tadi dengar saat ibunya memberitahu hal ini pada gadis cantik itu. Dan kamu tau didwpan sang ibu yang terus meminta maaf padanya setelah mengatakan apa yang terjadi. Kami tau dek jawabannya apa. Dia jawab kalo mbah kung yang ngendikan dan ibu sama ayah ridho dengan semua ini dia setuju. Begitu lapang dia mengatakan itu di depan ibunya dek. Walaupun mama yakin seratus persen didalam hatinya dia menolak dengan keras atas semua ini. Dia nangis dek. Kamu tau itu salah satu tangisan paling pilu yang pernah mama dengar. Dan kamu tau kapan itu terjadi. Tadi sesaat sebelum kamu tiba di tempat ini mama tau dia sholat malam dan menangis begitu pilu tanpa kata”.
“Terus gimana sekarang, apa yqng harus aku lakukan. Melihat orangnya saja aku tak tau”. Tanya Dipta frustasi mendengar perkataan dari sang mama tentang gadis itu.
Ya gadis yang akhirnya menjadi tumbal dari kebodohannya kali ini. Rasa bersalah menggrogoti relung hatinya. Dan yang ia tau adalah bahwa tak bisa lagi ia berhenti disini ia juga harus mempertanggung jawabkan segala kesalahnya.
“Udah ma sekarang mama kembali dulu ke penginapan putri. Biar papa yang urus anak ini sekarang”. Kata sang papa akhirnya. Menyudahi percakapan yang penuh dengan luapan perasaan yang tak dapat di definisikan kali ini. “Ayo turun kita temui ayahnya dulu”.
Memang sedari tadi mereka berbicara di dalam mobil sang putra. Mereka akhirnya keluar dan pergi kembali ketempat penginapan masing- masing.
Tampa tidur semalaman dengan menyetir mobil sekitar lima jam hingga pagi buta ia berada disini berhadapan dengan seorang bapak- bapak yang terlihat lebih muda dari papa. Berhadap- hadapan dengan beliau. Entah kenapa tapi asli si bapak yang kata sang papa tadi beliau adalah ayah dari gadis malang itu. Hanya kami berdua dengan disekat oleh meja sofa sederhana.
kalo siang ada jadwal yang lebih penting.
makasih ya dukungannya🙏🙏🫶🫶