Hot Apocalypse

Dua hari telah berlalu setelah mereka menyelamatkan ayane dan menunggu kesembuhan luka keitaro. pagi itu sinar sudah mulai terasa sedikit panas. Keitaro berdiri di ruang utama, memandangi peta holografis yang melayang di depannya. Dua titik merah kecil bersinar di peta itu—dua teman yang tersisa dari kehidupan sebelumnya. Setelah menemukan Ayane di Shinjuku, kini fokusnya tertuju pada titik berikutnya, yang berada di pelabuhan Tokyo. Area itu terpencil, namun terkenal penuh bahaya dan kerap menjadi tempat persembunyian para penjahat.

Ayane berdiri di dekat pintu benteng, memperhatikan Keitaro dan Kenta yang tengah bersiap untuk berangkat. Wajahnya menampilkan ekspresi serius. "Aku masih tidak setuju kalian pergi tanpa aku," katanya dengan nada tegas. "Aku bisa membantu."

Keitaro menoleh, menatap Ayane dengan sorot mata lembut tetapi tegas. "Ayane, aku sudah bilang, ini terlalu berbahaya. Orang-orang Nanami masih mungkin mengejar kita. Kau lebih aman di sini bersama beruang."

Ayane mengerutkan kening, jelas tidak puas dengan jawaban itu. "Aku bukan anak kecil, Keitaro. Aku bisa menjaga diri sendiri."

Kenta, yang tengah mengikat tas ranselnya, mencoba meredakan ketegangan. "Ayane, kami tahu kemampuanmu. Tapi dengarkan kami—kami tidak ingin kamu terluka. Selain itu, kami butuh seseorang untuk menjaga benteng ini. Beruang juga terlihat senang jika kamu tinggal bersamanya."

Ayane menghela napas panjang, lalu melipat tangannya dengan wajah kesal. "Baiklah, aku akan tinggal. Tapi kalian harus berjanji untuk kembali dengan selamat."

Keitaro tersenyum kecil dan mendekati Ayane. "Kami akan kembali. Jaga benteng ini untuk kami."

Sebelum berangkat, Keitaro berdiri di depan beruang besar itu dan mengelus kepalanya dengan lembut. "Jaga Ayane ya. Dia keluarga kita sekarang."

Beruang itu mengeluarkan suara pelan seperti mengerti dan terlihat senang karena ia tidak sendirian lagi di benteng.

Setelah memastikan semua perlengkapan siap, Keitaro dan Kenta berjalan keluar dari benteng. Di belakang mereka, Ayane berdiri bersama beruang, memandangi kepergian mereka dengan campuran kekhawatiran dan kepercayaan. Kini, perjalanan menuju pelabuhan Tokyo dimulai, dengan harapan besar untuk menemukan teman berikutnya dan menyatukan kembali kelompok mereka.

Keitaro dan Kenta berjalan melewati jalan-jalan kota yang masih hidup dengan aktivitas seperti biasa. Orang-orang berlalu-lalang, kendaraan melintas di jalan, dan suara hiruk-pikuk perkotaan memenuhi udara. Meski dunia tampak baik-baik saja saat ini, Keitaro tahu waktunya hampir habis, 52 hari lagi sebelum kiamat panas dimulai, dan semuanya berubah menjadi neraka yang membakar.

Setelah beberapa menit berjalan, mereka tiba di pelabuhan Tokyo. Di sana, kesibukan mulai berkurang. Gudang-gudang besar berdiri berjajar di sepanjang dermaga, beberapa di antaranya tampak tidak terpakai. Keitaro menatap salah satu gudang dengan perhatian khusus. Peta holografisnya menunjukkan titik merah berdenyut pelan di dalamnya.

"Dia ada di sana," gumam Keitaro.

Kenta melirik Keitaro. "Siapa? Kau yakin itu orang yang kita cari?"

Keitaro mengangguk. "Reina Akira. Kalau peta ini benar, dia ada di dalam."

"Dan dia itu siapa?" tanya Kenta penasaran.

"Seorang hacker," jawab Keitaro sambil tetap memandang gudang. "gadis berumur 18 tahun. Di kehidupan sebelumnya, dia adalah bagian dari tim kita. Tapi sebelum itu, dia seorang buronan pemerintah karena mencuri data rahasia."

Kenta melongo. "Buronan? Serius? Jadi, salah satu rekan kita dulu adalah kriminal?"

Keitaro tersenyum tipis. "Keahliannya menyelamatkan kita berkali-kali. Tapi sebelum kiamat panas ini dia selalu hidup dalam pelarian, berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran. Di kehidupan sebelumnya, aku menemukannya saat dia hampir mati kehausan di tengah kiamat panas."

"Kalau begitu, bukankah sekarang lebih mudah? Maksudku, dia masih sehat, kan?" ujar Kenta.

Keitaro menggeleng pelan. "Itu justru masalahnya. Dia masih sehat, waspada, dan tidak akan mudah mempercayai siapa pun. Kalau kita salah langkah, dia mungkin akan kabur sebelum kita bisa bicara dengannya."

Kenta mengangguk, mulai memahami situasinya. "Jadi, apa rencanamu?"

Keitaro memandang gudang itu dalam diam sejenak. "Kita dekati perlahan, pastikan ini benar-benar Reina sebelum kita melakukan apa pun."

Dengan langkah hati-hati, mereka mulai mendekati gudang, memastikan tidak ada yang mencurigakan di sekitar. Keitaro tahu bahwa setiap keputusannya seperti dishinjuku bisa membuatnya celaka dan harus menunda perjalanan selama 2 hari