NovelToon NovelToon
Dosa Dibalik Kebangkitan

Dosa Dibalik Kebangkitan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Kutukan / Fantasi Wanita / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Wati Atmaja

Di sebuah negeri yang dilupakan waktu, seorang jenderal perang legendaris bernama Kaelan dikutuk untuk tidur abadi di bawah reruntuhan kerajaannya. Kutukan itu adalah hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya selama perang berdarah yang menghancurkan negeri tersebut. Hanya seorang gadis dengan hati yang murni dan jiwa yang tak ternoda yang dapat membangkitkannya, tetapi kebangkitannya membawa konsekuensi yang belum pernah terbayangkan.
Rhea, seorang gadis desa yang sederhana, hidup tenang di pinggiran hutan hingga ia menemukan sebuah gua misterius saat mencari obat-obatan herbal. Tanpa sengaja, ia membangunkan roh Kaelan dengan darahnya yang murni.
Di antara mereka terjalin hubungan kompleks—antara rasa takut, rasa bersalah, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan. Rhea harus memutuskan apakah ia akan membantu atau tidak.
"Dalam perjuangan antara dosa dan penebusan, mungkinkah cinta menjadi penyelamat atau justru penghancur segalanya?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wati Atmaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keributan di The Morning Hearth

Rea dan Kaelan baru saja melewati ambang pintu restoran ketika suara panik seorang wanita memecah suasana nyaman. “Tolong! Suamiku!” teriaknya, menarik perhatian seluruh pengunjung restoran.

Kaelan dan Rea dengan sigap berbalik, langkah mereka mempercepat menuju meja yang menjadi pusat perhatian. Di sana, seorang pria paruh baya terkulai lemah di kursinya, wajahnya pucat pasi seperti kertas. Ia memegangi perutnya dengan kedua tangan, menggeliat kesakitan. Napasnya tersengal-sengal, dan keringat deras membanjiri wajahnya.

“Suamiku! Tolong lakukan sesuatu!” wanita itu hampir menangis, mengguncang bahu pria tersebut dengan panik.

Rea segera berlutut di samping pria itu, memeriksa nadinya dengan tenang tetapi cepat. Kaelan berdiri di sampingnya, memberikan jarak antara Rea dan kerumunan orang yang semakin mendekat.

“Berikan ruang! Mundur sedikit!” Kaelan memerintahkan dengan suara tegas, menghalau pengunjung yang penasaran tetapi hanya memperburuk situasi.

“Dia keracunan,” gumam Rea, mencoba tetap tenang. “Gejala ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang mereka makan. Mungkin racun.”

Wanita itu, yang wajahnya merah karena panik, menunjuk piring kosong di atas meja. “Roti dan daging dari sini! Aku tidak tahu! Dia baik-baik saja tadi pagi!”

Rea mengerutkan dahi, mengambil napas dalam untuk menenangkan dirinya. “Kaelan, bantu saya membaringkannya dengan posisi miring.”

Kaelan membantu memiringkan tubuh pria itu agar tidak tersedak jika muntah. Saat Rea mulai memeriksa gejala-gejala lainnya, suara wanita itu meninggi.

“Apa yang kalian sajikan di sini?!” wanita itu berteriak ke arah pelayan yang berdiri tak berdaya di dekat dapur. “Kalian membunuh suamiku! Aku akan menuntut kalian semua!”

Pelayan itu terlihat pucat, gemetar sambil memegangi nampan kosong di tangannya. “Kami tidak tahu, Nyonya... semua makanan kami segar. Kami selalu memastikan bahan-bahan kami bersih.”

“Bersih? Kalau bersih, kenapa suamiku begini?!” Wanita itu berdiri, hampir mendorong pelayan tersebut.

Di tengah keributan itu, seorang anak kecil yang mungkin putra pria tersebut mulai menangis keras. “Ibu, Ayah akan baik-baik saja, kan?” tanyanya, suaranya parau karena tangis.

Rea mendongak, mencoba menenangkan situasi. “Tolong, Nyonya. Kita fokus dulu untuk menyelamatkan suami Anda. Jika ini keracunan, saya punya ramuan sederhana yang mungkin bisa membantu meredakan gejalanya sementara.”

Wanita itu mengerutkan dahi, tetapi melihat keseriusan di mata Rea, ia mengangguk pelan. “Baiklah... tapi tolong selamatkan dia.”

Kaelan mengambil alih mengatur kerumunan yang mulai gelisah. “Kita butuh ruang di sini. Jika Anda tidak terlibat langsung, saya minta Anda untuk keluar sementara waktu.”

Beberapa pelanggan yang ketakutan mulai meninggalkan restoran. Namun, di sudut ruangan, ada beberapa yang tetap bertahan, membicarakan apa yang terjadi dengan nada rendah tetapi penuh kekhawatiran.

Pria itu segera dibawa ke klinik dengan bantuan Kaelan dan Rea. Di sana, Magnus, tabib utama Rivendale, sedang bersiap memeriksa kondisinya. Magnus dengan cepat memeriksa denyut nadi dan mata pria tersebut.

“Gejalanya mirip keracunan makanan,” gumam Magnus, mencatat kondisi korban. “Tapi saya belum bisa memastikan apa penyebabnya. Apa Anda membawa sampel makanan yang dikonsumsi korban?”

Rea menyerahkan sepotong kecil daging yang tersisa dari piring korban. “Ini yang saya temukan di restoran. Baunya sedikit aneh, Magnus.”

Magnus mengangguk. “Saya akan memeriksanya. Ini mungkin memakan waktu, tetapi kita harus mengetahui apa yang terjadi sebelum penyakit ini menyebar lebih jauh.”

Kaelan berdiri di dekat jendela, memperhatikan jalanan di luar yang mulai sepi. “Magnus, jika ini berasal dari makanan di restoran, kita harus menutup dapurnya untuk sementara. Kita tidak bisa mengambil risiko.”

Magnus mengangguk, lalu memandang Rea. “Apakah korban sempat menyebutkan di mana dia membeli daging itu?”

Rea menggeleng. “Belum. Kami hanya tahu bahwa makanan itu dimasak di restoran.”

Magnus mengambil sampel daging ke laboratorium kecil di kliniknya. “Kalian kembali ke restoran dan pastikan tidak ada makanan lain yang disajikan. Saya akan memanggil beberapa tabib untuk membantu analisis.”

Kembali ke restoran, Kaelan dan Rea mendapati suasana semakin kacau. Elisa, pemilik restoran, tiba dengan wajah penuh kecemasan setelah mendengar kabar itu. Ia memeluk anaknya dengan erat, mencoba menenangkan dirinya.

“Tuan Kaelan, Lady Rea, apa yang terjadi di sini?” tanya Elisa dengan suara gemetar.

Kaelan menjelaskan situasinya dengan singkat. “Kami mencurigai ada kontaminasi pada makanan yang disajikan di sini. Kami harus menutup dapur sementara sampai kami menemukan penyebabnya.”

Air mata mengalir di pipi Elisa. “Tolong, ini restoran saya satu-satunya. Jika dapur ditutup, saya tidak tahu bagaimana saya akan menghidupi anak saya.”

Rea menyentuh bahu Elisa dengan lembut. “Kami mengerti perasaanmu, Elisa. Tapi ini demi keamanan warga. Kami akan melakukan yang terbaik untuk menemukan sumber masalah ini.”

Kaelan menatap para pelayan yang berdiri cemas di sudut dapur. “Mulai bersihkan dapur ini. Pastikan semua alat masak, meja, dan lantai disterilkan. Kita tidak bisa mengambil risiko.”

Para pelayan segera bergerak, membersihkan setiap sudut dapur dengan air panas dan kain bersih. Aroma sabun herbal mulai memenuhi udara, menggantikan bau samar dari daging yang mencurigakan.

Kaelan mendekati sudut dapur, di mana beberapa potongan daging tersimpan dalam wadah kayu. Ia mengangkat salah satu potongan dengan hati-hati, hidungnya mengernyit ketika bau aneh tercium.

“Elisa, dari mana Anda membeli daging ini?” tanya Kaelan, matanya tajam menatap pemilik restoran.

Elisa menggeleng dengan panik. “Saya membelinya dari pedagang baru di pasar pagi ini. Dia menawarkan harga yang sangat murah... Saya pikir itu kesepakatan yang bagus. Saya tidak tahu ini akan terjadi.”

Kaelan menghela napas panjang. “Kita akan menyerahkan ini ke Magnus untuk diperiksa. Untuk sementara, jangan gunakan bahan apa pun dari dapur ini.”

Rea berdiri di dekatnya, memandang daging itu dengan cermat. “Kaelan, sebaiknya kita periksa pasar besok pagi. Kita perlu tahu siapa pedagang itu dan dari mana asal barang-barangnya.”

Kaelan mengangguk. “Setuju. Tapi pertama-tama, kita bawa ini ke Magnus.”

Di klinik, Magnus telah menyiapkan laboratorium kecil di ruang belakang. Ia menyambut Kaelan dan Rea dengan anggukan singkat, wajahnya serius ketika mereka menyerahkan daging tersebut.

“Saya mendengar tentang insiden ini,” kata Magnus sambil memeriksa potongan daging itu di bawah cahaya lilin. “Gejalanya sesuai dengan keracunan makanan, tetapi kita perlu tahu apa penyebab pastinya.”

Magnus mengambil alat-alatnya dan mulai menganalisis daging tersebut. Ia mencium baunya, memotongnya menjadi potongan kecil, dan mencampurkannya dengan cairan khusus untuk mendeteksi kandungan berbahaya. Rea memperhatikan dengan seksama, sementara Kaelan berdiri di sudut, lengannya terlipat.

“Ini tidak biasa,” gumam Magnus setelah beberapa saat. “Ada spora jamur yang terdeteksi di sini, tapi ini bukan jamur biasa. Spora ini terlihat seperti sengaja dikembangkan, mungkin dalam kondisi tertentu yang lembap dan hangat.”

Rea mengerutkan dahi. “Jadi, ini bukan kesalahan penyimpanan?”

Magnus menatap Rea dengan mata tajam. “Kemungkinan besar tidak. Saya curiga ada seseorang yang sengaja mencemari daging ini sebelum dijual.”

Kaelan mengepalkan tangannya. “Jadi, ini sabotase?”

Magnus mengangguk. “Itu dugaan saya. Tapi untuk memastikan, kita perlu menemukan sumber daging ini dan memeriksa apakah ada pola yang sama pada bahan lain.”

Keesokan paginya, Kaelan dan Rea pergi ke pasar Rivendale. Pasar itu mulai ramai dengan pedagang dan pembeli, meskipun suasana sedikit tegang setelah insiden di restoran. Mereka berjalan di antara deretan lapak, mencari tanda-tanda pedagang baru yang mungkin menjual daging mencurigakan.

Mereka mendekati seorang pedagang sayur tua, Paman Elric, yang sedang menata dagangannya. “Paman Elric,” sapa Rea. “Kami mencari pedagang daging baru yang datang kemarin. Apakah Anda melihat seseorang yang mencurigakan?”

Paman Elric mengangguk, mengingat sesuatu. “Ya, ada pria bernama Garrett. Dia menjual daging dengan harga sangat murah. Orang-orang penasaran, tapi tidak ada yang menolak harga murah. Lapaknya ada di dekat gerbang utara kemarin.”

Kaelan dan Rea segera menuju lokasi yang disebutkan Paman Elric, tetapi mereka hanya menemukan lapak kosong. Tidak ada tanda-tanda Garrett atau barang dagangannya.

“Mungkin dia tahu kita mencarinya,” gumam Kaelan, matanya menyapu sekitar.

Rea memeriksa sisa-sisa di lapak itu. Ada bekas darah di meja kayu dan beberapa potongan daging kecil yang tertinggal. Ia mengambil salah satu potongan itu dengan hati-hati, wajahnya serius.

“Kaelan, ini bau yang sama seperti di dapur Elisa,” katanya.

Kaelan mengangguk. “Kita bawa ini kembali ke Magnus untuk analisis lebih lanjut.”

1
seftiningseh@gmail.com
menurut aku episode satu di novel ini sangat bagus aku tarik baru baca sedikit menurut aku pribadi novel ini memiliki sedikit nuansa fantasi
semangat terus yaa berkarya
oh iya jangan lupa dukung karya aku di novel istri kecil tuan mafia yaa makasih
Wati Atmaja: terima kasih ya komentarnya.Aku makin semangat.
total 1 replies
Subaru Sumeragi
Begitu terobsesi sama cerita ini, sampai lahap ngelusin buku dari layar!
Wati Atmaja: makasih kaka. tambah semangat nulis cerita ya
total 1 replies
naruto🍓
Penulis berhasil menghadirkan dunia yang hidup dan nyata.
Wati Atmaja: terima kasih atas komentarnya /Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!