Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berangkat Bareng
“Wow! Banyak juga yang nonton.”
“Anggaaaaaa!” Teriak Felice melambaikan tangan ke arah lapangan.
Seluruh penonton riuh melihat Angga berlari ke bangku penonton. Namun tatapan kecewa dan bisik-bisik kaum hawa terdengar tatkala Angga menggapai tubuh Felice dalam pelukannya. Angga Yunantara, atlet basket kampus. Siapa yang tak mengenalnya. Berposisi sebagai kapten tim yang dipercaya kampus untuk mengemban amanah tim basket. Namanya cukup populer di kampus. Tak diragukan lagi kemampuannya dalam permainan. Bahkan timnya pernah menyabet gelar juara pada Olimpiade kampus tingkat provinsi. Tubuh yang tinggi menjulang bak gapura, wajah blasteran dan tubuh yang tentu saja atletis membuat kaum hawa sangat mengidolakannya.
“Hai baby. Doain aku menang ya.”
“Tentu dong sayang. Nih aku bawa minum buat kamu.”
“Aku turun ya bentar lagi udah mulai.”
“Ehemmm.” Jordy dan Zizi berdehem bersama setelah Angga turun ke lapangan.
“Eh sorry sorry. Mau duduk dimana nih kita?”
“Hei?” teriak Nathan di tengah bangku penonton melambaikan tangan mengisyaratkan bangku kosong.
“Itu Nathan. Ayo ke sana.” Ucap Jordy. “Gercep juga loe Nath.”
“Mumpung jam kosong ya kaaaan? Eh ada Zizi.”
Zizi hanya melayangkan tatapan maut ke Nathan yang mencoba menggodanya. Nyali Nathan yang ciut hanya cekikikan melihat Zizi yang duduk di depannya.
***
Hari ini adalah hari sabtu. Hari bebas untuk Zizi karena tidak ada jam kuliah di hari itu. Ia bisa bermalas-malasan seharian ataupun sekedar rebahan di rumah. Musik mengalun merdu dari speaker Bluetooth miliknya, menemani aktivitasnya membereskan seisi kamar kost. Tak banyak barang, hanya beberapa buku kuliah dan beberapa novel untuk dibaca.
“Sepertinya aku harus menambah koleksi novelku. Oke! Bereskan, dan lekas ke toko buku nanti sore.”
Sepertinya dia lupa jika ada pameran foto dan seni sore nanti. Sesekali berdendang mengikuti irama lagu dengan musik bit. Tak hanya menganggukkan kepala dan menggerakkan badannya, mulutnya pun ikut bersenandung. Sunggingan senyum selalu menghiasi wajahnya tatkala bernyanyi. Seolah menggambarkan situasi hatinya saat ini.
🎶 Can I call you baby?
🎶 Can you be my friend?
🎶Can you be my lover up until the very end?
🎶Let me show you love, oh, I don’t pretend
🎶Stick by my side even when the world is givin’ in, yeah
Tululit tululit. Tululit tululit.
Aktivitasnya terhenti saat ponselnya berdering. Tertulis nama Kak Jeff di layar ponselnya. Tanpa menghentikan aktivitasnya ia mengangkat telepon dari kakaknya. Kakak Zizi sedang menempuh kuliah S2 di Berlin, tak banyak temannya yang tau bahwa Zizi mempunyai seorang kakak.
--- weeee? ---
--- Kau sedang apa? ---
--- Katakan saja apa maumu. ---
--- Loe emang gak punya attitude ya sama gue. Gue vcall kenapa kenapa diganti suara? Ubah mode, se ka rang! ---
Mode video call.
--- Waaaah cantik banget nih adek gue sekarang. Jomblo? ---
Menekan kembali mode suara.
--- Engga-engga gue bercanda. ---
--- Trus? ---
--- Kapan loe libur? ---
--- Entahlah kuliah semakin rumit. Free paling sabtu minggu ---
--- Minggu depan gue pulang ---
--- Loe bercanda? ---
--- Serius lah. Maksud loe gue ngeprank gitu? ---
--- Emang loe punya uang? ---
--- Wah parah nih bocah. Gue di sini sambil kerja bayarannya lumayan kalo cuma buat beliin loe es krim ---
--- Oke. Gue tagih janji loe. ---
--- Deal? See you sweety ---
“Waah hoki nih gue. Ah ga sabar minggu depan.”
Jam terus berputar, tak terasa matahari kian naik. Zizi mempercepat sesi bersih-bersihnya yang sempat terpotong oleh panggilan kakaknya. Sampai tak tersadar waktu sudah menunjukkan pukul 12.00.
Ting! Notifikasi whatsapp berbunyi.
[Diteruskan:
From: Pak Bian
Jangan lupa nanti sore ada pameran foto dan seni. Bisa jadi sumber inspirasi buat ngerjain tugas kalian. Dateng yaa..]
Jordy: [Dateng guys. Gue udah dihantui sama Pak Bian.]
Benar saja Zizi lupa agenda hari ini. Untung saja semua sudah beres dan tertata rapi. Bahkan ia lupa dari pagi belum mandi 😅 Ia mengganti jadwal agendanya hari ini. Ia akan ke toko buku jam 2 siang, nantinya akan langsung meluncur ke lokasi pameran. Memesan ojek online menuju toko buku. Jalanan siang ini cukup macet, untung saja cuacanya sedikit mendung jadi tidak terlalu panas saat di jalan.
Klinting! Lonceng toko buku berbunyi begitu Zizi membuka pintu. Seperti menjadi ciri khas toko buku tersebut dengan lonceng sebagai tanda keluar masuk pelanggan. Membuatnya semakin hidup. Zizi menyusuri rak-rak yang berjajar, mencari buku yang ia suka. Sesekali berhenti dan membaca sekilas buku yang terpajang. Entah hoki apa yang ia dapat hari ini, banyak sekali ia temukan buku novel yang apik untuk dibaca.
Di pojok sana, duduklah Bian dengan seorang laki-laki yang tidak lain adalah pemilik toko buku. Tentu saja membicarakan branding toko. Bian menyadari Zizi berkunjung ke toko buku ini. Bahkan sejak lonceng pintu berbunyi karenanya. Profesional kerja yang ia pegang, membuatnya tidak memanggil Zizi saat ia berada di posisi rak terdekat dengan dia duduk. Namun, Zizi tak menyadari bahwa ada seorang Bian duduk di sana.
--- Lama-lama gue robek juga tuh mulut loe Fel. Yang bener aja loe kemarin ngajak gue bareng tiba-tiba udah jam 3 lewat loe bilang dateng sama Angga. ---
--- Sorry Zi, sorry. Gue juga gak tau kalo Angga pengen ikut dan ngajak boncengan. Loe gapapa kan? Tetep berangkat kan? ---
--- Tau ah sebel gue sama loe. ---
--- Gue tunggu di pameran ya. Kalo loe udah dateng kabarin yaa. ---
--- Hmmm ---
“Ngelunjak juga lama-lama tuh anak. Tau gitu naik motor sendiri. Huh!”
Dengan hati yang kesal, Zizi membawa buku yang ia peroleh ke kasir. Kemudian keluar dan duduk di kursi depan toko buku. Bersamaan dengan Bian yang sudah selesai dengan pekerjaannya. Sempat mendengar Zizi yang kesal saat menelpon, membuat Bian berniat menghampiri keberadaannya yang duduk di depan. Tak lupa mengambil minuman dingin yang tersedia di dalam toko.
--- Iya gue dateng, tapi gak janji tepat waktu. ---
“Bawel banget sih ni anak. Siapa yang ngajak siapa yang ninggalin. Gue jitak kepalanya baru tau rasa.”
“Dinginin dulu.” Bian sengaja menyentuhkan kaleng ke lengan Zizi. Dinginnya minuman yang menyentuh lengan membuat Zizi kaget. Belum lagi melihat siapa yang datang menyerahkan minuman itu. “Kok malah bengong sih?”
Zizi mengerjapkan matanya berkali-kali dan membuang pandangan. Antara kaget, syok, senang, gugup dan terpesona sepertinya menjadi satu. Bagaimana tidak, dua hari tidak bertemu rasanya seperti bertemu orang baru.
“Jadi ke pameran bareng Felice?” tanya Bian seraya meneguk minumannya. Sepertinya Zizi dibuat mabuk dengan penampilan Bian kali ini. Meneguk minuman saja terlihat cool abis apalagi... “Hei? Saya bicara sama kamu Zi. Zefanya?” Kata Zefanya membuat Zizi terbangun dari lamunan. Bian masih saja memperhatikan Zizi yang begitu canggung.
“Mmmm... Iya eh maksudnya engga.” Ia mencoba mengendalikan dirinya yang serasa melayang. “Tadi mendadak pacarnya pengen ikut jadi batal deh bareng.”
“Karena kebetulan ketemu di sini gimana kalau berangkat bareng?”
“Gak usah pak, saya naik taksi online aja.”
“Udah barengan aja sama saya. Toh sama-sama mau ke pameran, tujuan kita sama.”
“Tapi pak...”
“Saya ambil mobil dulu, kamu tunggu di sini.”
Dug dug dug! Rasanya jantung seperti genderang yang mau perang. Ia menatap punggung lebar Bian yang berjalan hendak mengambil mobil. Mimpi apa semalam sampai-sampai gundah hatinya terjawab dengan sempurna.