Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecewa
Mahira yang melihat ekspresi wajah Amar, Mahira bergegas bangkit dan meminta maaf. Terlebih baby Emir terbangun sehingga Mahira memiliki alasan untuk menghindari kontak mata langsung dengan Amar. Dengan mengambil baby Emir dari pangkuan Amar, Mahira melangkah membelakangi Amar yang turut bangkit dari duduknya.
"Aku juga minta maaf, tadi aku merasa ada seseorang yang ingin menyentuh baby Emir jadi secara refleks aku menarik tangan mu," ucap Emir menjelaskan.
"Tidak papa, terimakasih sudah sangat siaga menjeda Emir."
Setelah mendengar jawaban Mahira, Amar keluar dan kembali ke kamarnya. Tapi sebelum itu, Amar menemui Mbak Lia yang semalaman sudah tidak melakukan tugasnya.
"Saat aku dirumah kamu bisa beristirahat dari tugasmu menjaga Emir, tapi ketika aku bekerja, lakukan tugas mu dengan baik. Aku tidak ingin sesuatu terjadi lagi kepada Emir," tegas Amar memberi peringatan.
"Saya akan selalu melakukan tugas saya semaksimal mungkin, tapi maaf jika sampai baby Emir sakit seperti kemarin itu diluar kendali saya Tuan." ujar Mbak Lia menundukkan kepalanya.
Mendengar itu Amar terdiam, memang yang dikatakan Mbak Lia ada benarnya tapi perasaan khawatir yang berlebihan membuat dirinya menyalahkan semua orang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah bersiap, dan menyelesaikan sarapannya, Amar berpamitan kepada baby Emir yang kini sudah terlihat sehat dan ceria.
"Ayah pergi kerja dulu, kamu baik-baik di rumah, jangan rewel," ucap Amar mencium kedua pipi Emir serta keningnya dengan gemas. Setelah puas, Amar mengembalikannya pada Mbak Lia.
"Langsung beritahu aku jika ada sesuatu yang menyangkut tentang Emir," ucap Amar berpesan.
Setelah itu, Amar melangkah keluar tanpa berpamitan pada sang istri yang entah sedang sibuk apa didalam. Akan tetapi sebelum Amar membuka pintu mobilnya, suara Mahira terdengar memanggil namanya.
"Kak Amar...."
Amar kembali berbalik badan melihat Mahira yang terengah-engah sembari membawa kotak bekal serta botol minum di tangannya.
"Maaf aku hampir terlambat." ujar Mahira sambil melangkah memberikan kotak bekal itu kepada suaminya.
Amar yang selama ini tidak pernah membawa bekal dari rumah, hanya bisa melirik kotak bekal itu lalu kembali menatap Mahira yang masih sedikit terengah-engah.
"Kenapa kamu repot-repot, di terdapat restoran yang banyak menyediakan berbagai macam makanan."
Mendengar itu Mahira menurunkan tangannya.
"Aku tahu pasti disana banyak makanan yang pasti rasanya lebih lezat dari yang ku masak, tapi Mas Amir pernah bilang jika membawa bekal dari rumah akan lebih terjamin kesehatan dan kebersihannya."
Mendengar itu akhirnya Amar mengambil kotak makan itu dari tangan Mahira tanpa mengatakan apapun lagi. Kemudian memasukkan kedalam mobilnya.
"Minumnya." ujar Mahira memberikan botol minum yang masih ada di tangannya.
"Terimakasih." saut Amar datar. Lalu masuk ke mobil dan meninggalkan rumah.
Dari dalam mobilnya, Amar melihat Mahira yang masih berdiri melihat kepergiannya dari kaca spion seperti layaknya seorang istri yang tengah melepas kepergian suaminya untuk bekerja, tapi hal itu justru membuat Amar resah karena didalam hatinya tidak ingin memiliki perasaan lebih kepada Mahira.
Setelah seharian melakukan pekerjaannya, kini waktunya makan siang. Amar pergi makan bersama rekan kerjanya di sebuah restoran ternama tanpa mengingat bekal makan siang yang sudah Mahira bawakan.
Hari-hari berikutnya, Mahira yang mengira bekal makan siang yang ia bawakan selalu habis, semakin bersemangat untuk membuat berbagai macam menu masakan untuk Amar, hingga pada suatu hari disaat Amar terburu-buru berangkat tanpa membawa ponselnya, Mahira menyusul ke kantornya dengan di temani Supir.
Mahira bergegas masuk mencari Amar, namun staff mengatakan jika Amar tengah dalam rapat penting sehingga tidak bisa di ganggu. Hingga waktu menunjukkan pukul dua belas siang, akhirnya Mahira bisa melihat Amar. Tapi Mahira masih harus menunggu karena Amar masih sibuk berbicara dengan beberapa klien.
"Baiklah terimakasih Tuan Amar," ucap salah satu klien menutup perbincangan mereka.
Baru saja Mahira melangkah untuk memberikan ponselnya, Amar kembali masuk ke ruangan tanpa melihatnya ada di sana.
Hanya beberapa menit, Amar kembali keluar membawa kotak makan siang yang Mahira bawakan sehingga membuat Mahira tersenyum bahagia.
Mengira Amar akan memakan bekal yang ia bawakan, diam-diam Mahira mengikuti Amar dimana Amar akan memakannya, akan tetapi seketika Mahira merasa kecewa karena ternyata Amar tidak memakan bekal yang ia bawakan, melainkan memberikannya pada salah satu petugas kebersihan di depan kantornya.
"Terimakasih banyak karena sudah setiap hari memberi saya makanan gratis."
Perkataan dari petugas kebersihan membuat Mahira meneteskan air mata tanpa bisa dicegah lagi olehnya. Bekal makan siang yang ia buat dengan susah payah, membuat dirinya harus bangun lebih awal supaya bisa selesai tepat waktu, tapi tidak pernah dimakan oleh Amar.
Amar yang berbalik badan berniat kembali masuk kedalam begitu terkejut melihat Mahira sudah berdiri di depan pintu kantor. Amar menoleh kebelakang melihat petugas kebersihan yang mulai memakan bekal makan siang yang Mahira buatkan untuknya. Kemudian menatap Mahira yang menatapnya tajam dengan pipi yang sedikit basah karena sisa air matanya.
"Mahira..." lirih Amar.
"Aku hanya ingin mengantar ini," ucap Mahira memberikan ponsel Amar, lalu berlalu pergi tanpa mempedulikan Amar yang mencoba menjelaskan.
Bersambung...