Follow ig 👉 @sifa.syafii
Fb 👉 Sifa Syafii
Seorang gadis berusia 18 tahun bernama Intan, dipaksa Bapaknya menikah dengan Ricko, laki-laki berusia 28 tahun, anak sahabatnya.
Awalnya Intan menolak karena ia masih sekolah dan belum tahu siapa calon suaminya, tapi ia tidak bisa menolak keinginan Bapaknya yang tidak bisa dibantah.
Begitu juga dengan Ricko. Awalnya ia menolak pernikahan itu karena ia sudah memiliki kekasih, dan ia juga tidak tahu siapa calon istrinya. Namun, ia tidak bisa menolak permintaan Papanya yang sudah sakit sangat parah.
Hinggga akhirnya Ricko dan Intan pun menikah. Penasaran dengan kisah mereka? Yuk langsung simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Dalam perjalanan menuju ke sekolah, Ricko mengendarai mobilnya dengan sangat ngebut. Ia sangat kecewa karena gagal mencium Intan.
Sedangkan Intan merasa sangat takut. Baru kali ini Ricko mengemudi ngebut kayak gini. Beberapa kali ia menatap Ricko dan jalanan sambil berpegangan pada handgrip.
"Mas, pelan - pelan dong! Aku takut ...," ucap Intan memperingatkan Ricko. Ricko pun mengurangi kecepatannya dan Intan bernapas lega.
"Pulang nanti, kamu naik ojek ke rumah bapak saja. Nanti sore aku jemput!" ucap Ricko sebelum Intan turun dari mobilnya.
"Iya, Mas ...," balas Intan lalu turun dari mobil usai salim pada Ricko.
Seperti biasa Adit menunggu Intan di gerbang sekolah. Ricko melihat itu. Ia pun semakin geram.
"Kamu nggak bawa motor lagi, Ntan?" tanya Adit saat tadi melihat Intan jalan kaki menuju gerbang sekolah.
"Iya. Kemarin lupa bawa ke tukang tambal ban, Dit," jawab Intan sambil jalan menuju ruang kelasnya dan Adit mengikutinya.
"Pulangnya aku antar lagi ya?" tawar Adit.
"Nggak usah, Dit. Nanti aku naik ojek aja, soalnya mau pulang ke rumah bapak. Kalau bapak tahu aku boncengan sama kamu, bisa mam*pus aku," jelas Intan memaparkan.
"Oke deh kalau gitu. Aku ke kelasku dulu ya!" pamit Adit lalu berlalu pergi.
Setelah melihat Intan memasuki gerbang sekolah, Ricko mengemudikan mobilnya menuju perusahaan. Di tengah perjalanan, Ricko menelepon sekretarisnya untuk menyiapkan sarapan di mejanya.
Sesampainya di perusahaan, Ricko segera masuk ke ruangan kantornya. Ia terbiasa sarapan pagi. Karena itu ia merasa lapar ketika tidak sarapan di rumah. Romi yang melihat Ricko buru-buru memasuki ruangan pun segera menyusul ke dalam ruangan Ricko.
"Tumben akhir-akhir ini sarapan di kantor terus?" celetuk Romi sambil duduk pada kursi yang ada di depan Ricko.
"Si Intan kesiangan terus bangunnya. Jadi nggak sempat masak. Aku juga harus mengantar dia ke sekolah karena ban motornya kempes," jawab Ricko setelah menelan makanan di dalam mulutnya.
"Hm … romantisnya sama sepupu. Kalau dia jadi istriku, pasti lebih romantis lagi, Rick!" ucap Romi berandai-andai.
"Jangan berandai-andai dengan istri orang. Dia istriku sekarang, Rom!" ujar Ricko tidak senang mendengar ucapan Romi.
"Hey! Kamu juga berandai-andai kan, Rick? Intan sendiri yang bilang kalau dia sepupu kamu. Sekarang kamu bilang dia istrimu. Kamu juga tidak bisa membuktikan kalau kalian sudah menikah? Gimana hubunganmu dengan Rossa?" balas Romi tak mau kalah.
"Terserah! Masalah Rossa aku sedang memikirkan cara untuk memutuskannya," jawab Ricko lalu meminum air putih di depannya.
"Waw … kamu benar-benar menyukai Intan? Sampai - sampai mau memutuskan Rossa?" tanya Romi tidak menyangka Ricko akan mengambil keputusan itu.
"Bukan urusan kamu. Keluar dari ruanganku! Aku akan mulai bekerja," usir Ricko.
"Siap, Bos!" balas Romi lalu keluar dari ruangan Ricko.
*
Selesai ujian, Intan keluar dari gerbang sekolah lalu naik ojek yang berjajar di depan sekolahnya.
Sesampainya di rumah, Intan segera masuk dan melihat ibunya sedang menonton televisi di ruang tengah.
"Tumben pulang ke sini, Ntan? Kamu berantem sama Ricko?" tanya ibunya heran saat melihat Intan masuk ke dalam rumahnya.
"Enggak, Bu. Mas Ricko yang nyuruh Intan pulang ke sini setelah pulang sekolah. Katanya nanti sore mau dijemput," jawab Intan.
"Oh … ya sudah, kamu istirahat dulu saja kalau gitu. Kalau mau makan, langsung ke belakang saja," ujar Bu Romlah.
"Iya, Bu," balas Intan lalu masuk ke dalam kamarnya yang sudah lama tidak ia tempati.