Deskripsi Novel: "Bayang di Balik Jejak"
Di kota kecil Rivermoor yang diselimuti kabut, sebuah rumah tua bernama Rumah Holloway menyimpan rahasia kelam yang tidak pernah terungkap. Sejak pembunuhan brutal bertahun-tahun lalu, rumah itu menjadi simbol ketakutan dan misteri. Ketika Detektif Elena Marsh, yang penuh ambisi dan bayangan masa lalu, ditugaskan untuk menyelidiki kembali kasus tersebut, dia segera menyadari bahwa ini bukan sekadar pembunuhan biasa.
Jejak-jejak misterius membawanya ke dalam jaringan ritual gelap dan pembunuhan berantai yang melibatkan seluruh kota. Setiap langkah yang diambilnya memperdalam keterlibatannya dengan sesuatu yang lebih jahat daripada yang pernah ia bayangkan. Namun, ancaman terbesar justru datang dari bayang-bayang yang tak kasatmata—dan nama Elena ada di daftar korban berikutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENGORBANAN YANG TERSELUBUNG
Elena masih terduduk di lantai, menggenggam pedang yang kini terasa dingin di tangannya. Udara di sekitarnya kembali hening, namun hening yang berbeda—bukan ketenangan, melainkan kehampaan. Seolah-olah sesuatu yang penting telah hilang.
“Liam...” bisiknya, suara parau dan patah.
Cahaya yang menyelimuti ruangan mulai redup, meninggalkan Elena dalam kegelapan total. Tapi ada sesuatu yang lain—sesuatu yang menggelitik pikirannya. Sebuah bisikan, samar dan jauh, tapi jelas memanggil namanya.
“Elena...”
Dia menoleh cepat, berharap itu adalah Liam. Tapi yang dia lihat hanyalah bayangan samar di cermin-cermin yang mengelilingi ruangan. Namun, bisikan itu semakin jelas, semakin dekat.
“Elena... selamatkan aku.”
---
Cermin-Cermin Kebenaran
Elena berdiri dengan goyah, matanya menyapu setiap cermin di ruangan. Di satu cermin, dia melihat Liam—terperangkap di dalamnya, wajahnya penuh penderitaan.
“Liam!” Elena mendekat, menempelkan tangannya ke permukaan cermin. “Aku akan membawamu keluar!”
“Tidak,” suara wanita tua itu kembali terdengar, kali ini lebih dekat. “Dia sudah memilih jalannya. Kamu tidak bisa membawanya kembali tanpa harga.”
Elena berbalik dengan marah. “Harga apa? Apa lagi yang kalian inginkan dariku?”
Wanita tua itu muncul dari bayangan, wajahnya kini terlihat lebih muda, hampir seperti refleksi masa lalu dirinya. “Untuk setiap nyawa yang diselamatkan, ada nyawa yang harus diganti.”
“Aku tidak peduli!” Elena berteriak. “Ambil nyawaku jika itu yang diperlukan, tapi kembalikan Liam!”
Wanita itu tersenyum tipis, matanya berkilat dengan sesuatu yang gelap. “Itu bukan pilihan yang mudah, anakku. Tapi jika itu keinginanmu, maka bersiaplah.”
---
Ritual Pengorbanan
Wanita itu mengangkat tangannya, dan lantai di bawah Elena mulai bergetar. Lingkaran simbol muncul di sekelilingnya, berpendar dengan cahaya merah yang menyeramkan. Pedang di tangannya mulai bersinar, seolah-olah merespons energi yang terpancar dari lantai.
“Kamu harus menusukkan pedang itu ke tanah,” kata wanita itu. “Dan dengan itu, kamu akan menyerahkan segalanya.”
Elena menatap pedang di tangannya, pikirannya dipenuhi keraguan dan ketakutan. Tapi bayangan Liam di cermin, yang tampak memohon bantuan, menguatkan tekadnya.
“Aku tidak akan membiarkanmu sendiri, Liam,” bisiknya.
Dengan napas berat, Elena mengangkat pedang dan menusukkannya ke tengah lingkaran. Seketika, cahaya merah menyilaukan memenuhi ruangan, dan Elena merasa tubuhnya ditarik ke arah yang tidak bisa dia pahami.
---
Di Antara Dunia
Saat Elena membuka matanya, dia berada di tempat yang berbeda—ruangan putih tanpa ujung, penuh dengan suara-suara yang berbisik di telinganya. Di kejauhan, dia melihat Liam berdiri, menatapnya dengan tatapan campuran antara rasa bersalah dan rasa syukur.
“Elena?” suaranya terdengar seperti gema.
Dia berlari ke arahnya, memeluknya erat. “Aku menemukamu! Aku tidak akan meninggalkanmu.”
Liam menggeleng pelan. “Elena, kamu seharusnya tidak datang ke sini. Tempat ini bukan untukmu.”
“Tapi aku harus menyelamatkanmu,” jawab Elena dengan mata berkaca-kaca.
Liam tersenyum sedih. “Dan sekarang kamu terjebak bersamaku.”
---
Keputusan Terakhir
Suara wanita tua itu kembali terdengar, kini memenuhi ruang putih itu. “Satu dari kalian bisa kembali, tapi hanya satu. Pilihlah.”
Elena menatap Liam dengan cemas. “Aku tidak akan meninggalkanmu.”
Liam menggenggam tangannya erat. “Kamu harus kembali. Dunia membutuhkanmu lebih dari aku.”
“Tapi aku tidak bisa tanpa kamu!” Elena menangis, merasa hatinya hancur.
Liam menyeka air matanya. “Kamu bisa, Elena. Kamu lebih kuat dari yang kamu pikirkan.”
Dengan berat hati, Elena mengangguk. Cahaya putih mulai mengelilinginya, menariknya kembali ke dunia nyata. Suara Liam adalah hal terakhir yang dia dengar.
“Aku akan selalu bersamamu.”
---
Kembali ke Kenyataan
Elena terbangun di lantai rumah Edward, tubuhnya lemah dan terluka. Pedang itu kini berada di sampingnya, tetapi tidak lagi bersinar.
Edward berdiri di atasnya, menatapnya dengan campuran rasa hormat dan kesedihan. “Kamu berhasil. Tapi aku tahu apa yang telah kamu korbankan.”
Elena tidak menjawab. Air matanya mengalir tanpa henti, tetapi ada keteguhan dalam hatinya. Liam mungkin telah pergi, tetapi dia tidak akan membiarkan pengorbanannya sia-sia.