"Ah, aku berada di mana?"
Sebuah tempat yang mengesankan! Sial, tapi ini bukan duniaku. Ini adalah dunia sihir! Tunggu, aku terjebak di dalam tubuh seorang pemuda hina yang memiliki sihir sama sekali.
Bodoh, kenapa aku ini mencintai seorang putri kekaisaran sedangkan aku bukan siapa-siapa?
Ahahaha tidak masalah, mari kita genggam dunia ini menggunakan sebuah kecerdasan yang luar biasa. Tidak apa-apa aku tidak memiliki sihir, tapi aku memiliki sebuah seni yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Ini adalah dunia yang dipenuhi oleh pedang dan juga sihir. Kau tidak punya sihir? maka kau akan dikucilkan. Tapi mari kita lihat, bagaimana pemikiran dunia modern diterapkan di dunia yang tidak pernah menyentuh sains yang menakjubkan. Juga, mari kita taklukkan dunia ini dengan sebuah kecerdasan dan perkembangan teknologi yang luar biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arachanaee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Antibiotik
“Kenapa tidak ada yang pergi untuk mencari penyihir yang memiliki kemampuan penyembuh?”
Helene menjawab dengan penuh keputusasaan, “Satu penyihir kami justru ikut sakit paling awal. Wilayah paling dekat dari sini adalah kota Lostro, wilayah duke Wilson. Itupun jaraknya sangat jauh. Ada beberapa orang yang pergi ke sana, tapi sejak dua minggu mereka pergi, mereka tidak kunjung kembali.”
Wilayah duke William Wilson, kota Lostro. Seberapa jauh Kazuto terseret oleh arus sungai hingga dia berada di tempat yang jauh dari wilayah duke? Padahal Kazuto saja saat itu masih berada di wilayah kekaisaran, yang mana itu artinya dia terombang-ambing di arus sungai hingga beberapa hari yang pada akhirnya dia meninggal.
Namun bukan waktunya untuk memikirkan hal tersebut, sekarang dia harus mulai membangun sebuah kehidupan di tempat ini sebagai tujuan utamanya. Zuto bahkan berniat untuk membangun peradaban dimulai dari nol, tidak, bahkan minus.
“Tanaman apa yang kalian punya? Sebutkan secara satu persatu.”
Wanita pertama pun berkata, “Gandum, mangga, anggur yang tidak berbuah, rumput, pepaya ....”
“Daun pepaya!” Sahut Kazuto. “Bawa daun pepaya sebisa yang kalian tampung. Sekalian bunga-bunga pepayanya jika ada.”
“Baik.” Baik Helena maupun Selena, mereka mengangguk dan segera pergi.
Daun pepaya sangat cocok untuk antibiotik. Walaupun memang pada dasarnya tidak seampuh untuk membunuh bakteri kolera secara langsung, paling tidak sifatnya itu mampu untuk memperlambat perkembangan colera. Kazuto berani bertaruh bahwa sifat-sifat dari semua tumbuhan sama persisnya di dunia modern.
Dalam beberapa lama, mereka menjadi sibuk bekerja setelah di bawah komando dari Kazuto. Dua pria tadi berhasil membawa dua ember air dan merebusnya pula untuk membunuh bakteri. Sementara wanita tadi juga berhasil membanyak gula walau dia mengakui bahwa itu adalah stock gula terakhir di desa ini.
Namun, keselamatan mereka jauh lebih penting. Jika mereka tidak selamat dan berakhir mengenaskan, gula-gula ini juga sama sekali tidak berguna lagi. Jika gula ini habis, paling tidak mereka bisa selamat. Gula masih bisa diproduksi.
Berbicara tentang mereka bertiga, wanita dewasa itu bernama Laura. Sementara dua pria dimana salah satu dari mereka memiliki tubuh yang besar dan berotot yang bernama Sahal, sedangkan sisanya yang bertubuh kecil adalah Cornel.
“Apa yang akan kita lakukan dengan rebusan daun pepaya, air, gula dan juga garam tuan.” Tanya Selena penasaran sambil melihat uap-uap air biasa yang naik ke atas.
Kazuto pun menaruh segelas air panas, kemudian dia mengambil satu sendok garam dan 6 sendok gula dicampur pada air panas tersebut.
“Fungsi direbus untuk membunuh bakterinya. Tunggu hangat, dan minumkan kepada siapa saja yang baru saja berak atau muntah. Ramuan ini akan efektif untuk menjaga cairan di dalam tubuh mereka.”
“Apa itu bakteri?” Selena bertanya dengan heran. Kata itu sungguh asing dan tidak pernah dia dengar selama dia hidup. Bukan hanya Selena, tapi mereka semua juga saling memandang dan tidak mengerti apa itu bakteri karena itu terlalu asing bagi mereka.
Kazuto menepuk jidat, dia lupa bahwa kata ini terlalu asing bagi mereka. Tidak akan ada yang mengerti apa itu bakteri, virus dan lain-lainnya. Bagi mereka, penyebab sakit mungkin karena sihir buruk, atau mungkin hukuman dewa. Padahal, jika ditelaah lebih lanjut, alam secara natural terkadang juga memberikan sebuah penyakit
“Serangga, tapi kamu tidak akan bisa melihatnya dengan mata telanjang.”
“Itu karena sihir?” Laura mengerutkan dahinya, menatap Kazuto dengan sinir.
“Tidak, ukurannya yang terlalu kecil membuat kita tidak bisa melihatnya. Bakteri ini meyebar melalui air. Aku curiga itu karena orang-orang mengkonsumsi air yang penuh dengan kotoran hewan di pinggir sungai. Maka dari itu, sebelum minum air, kita harus merebusnya terlebih dahulu.”
“Dan rebusan daun pepaya? Kami baru tahu tentang rebusan daun pepaya ini.” Cornel bertanya.
Kazuto pun langsung mengambil cawan dan menuangkan rebusan daun pepaya. Baunya yang menyengat dan terkesan pahit, dengan warna hijau memberikan kesan bahwa ini sebenarnya tidak layak konsumsi. Bahkan Kazuto saja menutup hidung dan merasa ingin muntah untuk meminum rebusan daun pepaya.
Dia tidak bisa membayangkan betapa pahitnya minuman ini. Dia juga teringat ibuya yang memaksa minum jus daun pepaya saat dia terbaring di atas rumah sakit karena terkena demam berdarah yang membuat dia trauma untuk meminum sari pepaya.
“Kalian mau meminumnya? Ini bagus untuk anti bakterian. Terlebih karena kalian berada di dekat wabah dan tidak menutup kemungkinan bakteri sudah menyebar di tubuh kalian.”
Bau yang menyengat itu membuat mereka enggan untuk menyentuhnya. Sungguh, mereka merasa jijik dan merasa bahwa minuman ini tidak akan mampu untuk dirasakan oleh lidah mereka. Terkecuali Sahal.
“Biarkan aku yang mencobanya!” Sahutnya sambil mengacungkan diri. Tidak peduli sepahit apapun, Sahal tidak ingin seperti mereka. Dia tidak ingin memiliki penyakit muntah dan berak encer yang membuat dia merepotkan orang lain.
Sahal tersenyum ketir saat memegang gelas itu. Dia hampir muntah saat baunya terlalu pekat. Tapi, tidak ada cara lain. Dia segera meminumnya.
“Rasanya benar-benar pahit aku ingin mun ....”
Sekali tegukan, Sahal langsung menjulurkan lidah. Kazuto yang melihatnya tidak bisa membayangkan bagaimana pahitnya air rebusan pepaya. Dan hebatnya lagi, Sahal terus meneguk hingga membuat Kazuto tidak tahan untuk melihatnya.
“Dia aneh.” Kazuto ingin muntah.
Sahal saat itu juga seperti mati konyol setelah dia menghabiskan satu gelas ramuan berwarna hijau. Bahkan air liurnya keluar melalui ujung bibir yang membuat dia seperti keracunan. Sebenarnya itu hanya gimmick dan tidak benar-benar keracunan, toh Sahal juga langsung berdiri dengan mual-mual karena rasanya yang tidak bisa diterima dengan akal manusia.
“Apakah kita harus meminumnya?” Tanya Helen sambil menelan ludahnya secara kasar.
“Ya, jika kalian tidak ingin tertular. Ah lupakan itu. Cepat buat oralit seperti yang ku contohkan, kemudian berikan ke semua orang!”
“Baik tuan.” Kata mereka serentak.
Kemudian mereka, termasuk Kazuto membuat sebuah ramuan yang Kazuto sebut sebagai oralit. Tanpa berpikir panjang, mereka semua menyebar dan memberikan kepada siapa saja yang terkena wabah ini. Terlebih dahulu adalah orang tua Helen yang mana dia adalah orang yang paling dekat.
Orang tua Helen di buat duduk oleh Zuto dan juga Helen, kemudian dia usahakan agar mereka berdua bisa minum.
“Setelah ini, mereka harus minum setiap kali mereka diare ataupun muntah. Ngomong-ngomong, bagaimana makan mereka?”
“Kami memasak makanan setiap malam dengan bahan makanan yang terbatas. Kadang menggunakan bangkai hewan. Makanan yang telah dimasak ini digunakan untuk keesokan harinya.” Ucap Helen merasa sangat sedih.
“Pantas saja. Jangan lagi gunakan bangkai hewan. Gunakan bahan makanan yang sehat, gunakan hewan ternak yang masih hidup. Tenang saja, aku berani menjamin mereka akan sembuh selama satu minggu.”
Kazuto berharap dengan pemberian oralit, mereka mampu sembuh dalam kurun waktu sekitr satu minggu paling lama. Namun yang menjadi masalah adalah, lingkungan mereka yang kotor. Kazuto harus mengingatkan mereka untuk membersihkan kotoran-kotoran mereka yang berceceran agar tidak menambah penyakit baru.
Lagipula itu masalahnya utamanya, mereka kurang bisa menjaga kebersihan yang membuat penyakit-penyakit tersebar secara signifikan. Tapi tidak masalah, paling tidak mereka bisa menjadikan ini sebagai sebuah pelajaran selama mereka tidak menganggap bahwa ini adalah efek dari sebuah sihir.
ayo mampir juga dinovelku jika berkenan