"Kamu tahu arti namaku?" Ucap Acel saat mereka duduk di pinggir pantai menikmati matahari tenggelam sore itu sembilan tahun yang lalu.
"Langit senja. Akash berarti langit yang menggambarkan keindahan langit senja." jawab Zea yang membuat Acel terkejut tak menyangka kekasihnya itu tahu arti namanya.
"Secinta itukah kamu padaku, sampai sampai kamu mencari arti namaku?"
"Hmm."
Acel tersenyum senang, menyentuh wajah lembut itu dan membelai rambut panjangnya. "Terimakasih karena sudah mencintaiku, sayang. Perjuanganku untuk membuat kamu mencintaiku tidak sia sia."
Air mata menetes dari pelupuk mata Zea kala mengingat kembali masa masa indah itu. Masa yang tidak akan pernah terulang lagi. Masa yang kini hanya menjadi kenangan yang mungkin hanya dirinya sendiri yang mengingatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sunset Cafe
Dua minggu kemudian.
Bertahun tahun Zea mengumpulkan uang, bekerja sebagai pelayan cafe di Negara asing, tepatnya di kota Hoi An (Vietnam) akhirnya setelah kembali ke Negara asalnya, Zea bisa menggunakan uang itu untuk membuka Kafe miliknya sendiri, meski hanya kafe kecil dengan ruko dua lantai yang dia sewa, setidaknya sudah membuatnya sangat bahagia. Dan tepatnya hari ini Kafe miliknya resmi dibuka.
Dia memberi nama Kafenya dengan 'SunSet Cafe'. Pembukaan Kafe dihadiri oleh Ibu Halimah pengasuh panti dan anak anak panti saja. Zea sengaja ingin menghidangkan menu menu Kafe untuk pertama kalinya pada mereka yang sudah dia anggap sebagai keluarganya.
"Semoga berkah ya, Nak."
"Terimakasih, Buk. Maafkan Zea, karena meninggalkan Ibu tanpa kabar."
"Ibu selalu mendoakan anak anak Ibu. Meski kalian jauh, Ibu selalu mendoakan semoga kalian selalu dalam lindungan Allah, nak."
Air mata menetes dari pelupuk mata Zea. Dia merasa sangat bersyukur, memiliki Ibu yang begitu menyayanginya seperti anak sendiri.
"Maafkan aku Buk. Kak Rudi harus mengorbankan dirinya demi melindungi aku." bisik Zea dalam hatinya.
Dia baru mengetahui kabar duka kematian Rudi dua hari yang lalu saat berkunjung ke Panti. Halimah mengatakan bahwa Rudi telah meninggal dan yang ditemukan hanyalah sisa tulang belulangnya yang terkubur dibawah timbunan reruntuhan rumah tua, setelah melakukan pencarian hampir dua tahun lamanya.
"Sudahi dulu tangisannya, sekarang waktunya kita icip icip!" Seru Lia menghentikan haru biru itu yang diteriaki setuju dari anak anak.
Lia dan tiga orang karyawan Zea pun mulai melayani anak anak yang memesan menu yang ingin mereka cicipi.
"Siapa yang mau milk shake?!" tanya Lia pada anak anak itu.
"Aku..."
"Aku juga..."
"Aku mau yang rasa coklat vanila, kak!"
"Aku mau rasa stroberi."
Mereka berebutan mengambil milk shake yang diberikan Lia.
Zea tersenyum senang melihat anak anak panti terlihat bahagia. Meski begitu, air matanya jatuh. Melihat anak anak itu, membuatnya teringat pada bayi mungilnya yang sudah dia tinggalkan di Negara asing itu sendirian.
.
.
.
Hari pertama Kafe dibuka untuk umum, zea tidak menyangka akan seramai ini sehingga tiga karyawannya kewalahan melayani pembeli yang terus berdatangan, hingga Zea sendiri terpaksa harus turun tangan membantu karyawannya. Dia menghampiri pelanggan yang baru saja tiba di Cafe.
"Selamat datang, Mas. Mau pesan apa?"
Pria itu mendongak untuk melihat wajah yang memiliki suara indah itu. Matanya terpesona pada pandangan pertama pada si cantik berjilbab hitam itu.
"Mau melihat menu dulu, Mas?" Zea menyodorkan buku menu pada pria itu.
"Aaa, saya pesan hot coklat."
"Ada yang lain, Mas?"
"Sementara itu saja dulu."
"Baiklah, tunggu sebentar ya, Mas."
Zea pergi untuk mengambilkan pesanan pelanggannya itu. Saat bersamaan, Lui tiba di cafe itu dan duduk di meja yang sama dengan pria yang baru saja memesan minumannya.
"Anda telat bung, aku baru saja memesan minum."
"Ya silahkan saja. Aku hanya sebentar, mampir untuk mengambil apa yang harus aku ambil."
"Kau selalu to the point. Berbasa basi-lah sedikit, bung. Saat ini bukankah hanya kita berdua saja disini. Tuan muda sedang beristirahat, bukan?"
Aku tidak suka basa basi, Mike."
"Baiklah."
Mike menarik tas jinjingnya yang tadi dia letakkan di kursi tepat disebelahnya. Dari tas itu dia mengeluarkan map tulang biru dan memberikannya pada Lui.
"Apa ini sudah semuanya?"
"Belum. Itu hanya daftar penyelewengan beberapa bulan terakhir. Untuk sisanya masih diurus oleh Boby."
"Tuan muda ingin segera mendapatkan daftar para tikus tikus itu."
"Ya, ya, Boby akan mengurus secepatnya."
Zea datang membawakan secangkir hot coklat pesanan Mike. Dia tersenyum sambil menaruh gelas itu di meja sebelum akhirnya pandangannya bertemu dengan sorot mata yang menatap terkejut padanya.
"Nona Zea!" seru Lui tidak menyangka melihat wanita itu tepat di hadapannya.
Lui tidak salah mengenali orang, meski tampilan Zea sangat berbeda saat ini karena dia menutup kepalanya dengan kain hijabnya, sorot mata dan wajahnya tentu saja masih bisa dikenali dengan baik olehnya. Bagaimana mungkin dia tidak mengenali wanita yang dulu sangat dicintai oleh Tuan mudanya.