Jion selalu saja bertengkar dengan perempuan dan sangat tidak menyukai sifat perempuan yang menurutnya terlalu dibuat-buat dan menggelikan. Seperti saat Jion melempar kecoa keluar ruangan, semua perempuan di kantongnya malah berteriak seolah Jion melemparnya ke arah mereka. padahal itu keluar, belum lagi para perempuan itu terlalu banyak drama dengan emosinya. Membuat Jion sangat enggan berpacaran, terakhir dia memiliki kekasih itu berakhir karena Cila memaksanya untuk menikah. katanya jika tak kunjung ada kepastian hubungan tiada arti. jadi Jion memilih untuk menyudahi hubungannya, dari pada mengikuti keinginan Cila. alasannya karena Jion tak mau hidupnya lebih banyak drama lantaran pernikahan. baru pacaran saja Jion sudah pusing karena emosi Cila. apalagi menikah? Jion sangat merendahkan posisi perempuan karena baginya perempuan hanya hiasan dunia dan hanya untuk jadi alat kehidupan.
hingga akhirnya Jion menjadi makhluk yang dia remehkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sweetdark, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Leon & Rei
Entah kemana lelaki bernama Leon ini akan membawaku, aku hanya bisa pasrah. Dia menggendong aku seperti karung beras, sungguh jika aku bangun nanti dan menemukan orang persis seperti dia, akan aku balas!
Ya walaupun tubuhku dikenyataan kurus, dan tidak berdaya juga jika melawan lelaki seperti Leon. Tapi itu harga diriku, pasti akan aku habisi kau Leon!
"nah begitu, baru anak pintar, biar kita bisa sampai di markas dengan cepat dan tenang." ujarnya lalu menepuk paha ini.
Aku hanya dapat mengoceh di dalam hati. Hingga tanpa sadar tertidur lelap.
*****
Bug!
Sakit semua tubuhku rasanya, dijatuhkan begitu saja ke sofa. Walaupun itu sofa, tetap saja jika di banting akan terasa sakit badan ini.
Aku melihat kanan kiri, ruangan ini terasa tidak asing.
"kenapa? Apa kau juga lupa dengan tempat ini?" Suara berat itu membuat aku hanya diam. Bagaimana bisa lupa? Sedangkan aku saja tidak tahu tentang semua ini.
"Tentu saja tidak."jawabku sebisanya, tetapi tidak bisa mengalihkan pandangan dari setiap sudut rumah petak yang rasanya tidak asing ini.
Cat dinding berwarna kuning, dan perabotan berwarna warni. Sungguh mencolok mata, rasanya rumah ini seperti taman kanak-kanak.
Leon memperhatikan aku dari seberang sofa, kami berhadapan. Tetapi mataku tidak bisa diam melihat ruangan ini.
"kau sangat tidak pandai berbohong Jenny." Leon menghidupkan korek dan menyesap rokoknya.
"Aku juga mau!" kataku sembari menyodorkan tangan, meminta, rasanya hanya sebatang rokok yang mampu meredakan kebingungan ini. Walaupun ini hanya mimpi, tetapi rokok tetaplah yang nomor satu, sayang sekali jika dilewatkan.
Leon menaikan sebelah alisnya, seperti tidak percaya atau lebih tepatnya meremehkan aku yang pecandu rokok ini.
"Kau?"
"Merokok?"
Aku mengangguk percaya diri.
"Hahaha..." Leon tertawa terbahak bahak sampai mengeluarkan air mata.
"apa yang lucu dari hal itu?" tanyaku, sial sekali dia sangat meremehkan aku.
Dia tidak menjawab pertanyaan, malah melihat aku dengan senyumannya yang masih penuh ledekan.
Aku kesal, dan berdiri menghampiri Leon. Lalu merampas rokok itu, dan segera menaruh di mulutku, lalu aku membakar rokok itu dan menyesapnya.
Aku menghirupnya, aku mendekati wajah Leon dan melepaskan asap rokok ke wajahnya.
Dia terdiam menatap tak percaya.
"kenapa hanya diam? Terpukau karena aku ternyata bisa merokok? Atau karena nafasku begitu wangi?" Tanyaku sambil berjalan kembali ke sofa tempat aku duduk.
Tetapi Leon sampai aku sudah menyisakan satu ruas rokok dia masih terdiam menatapku .
"Kenapa begitu sekali wajahmu melihat aku menyesap rokok ini?"
"Tidak, apa kau ingin lagi?" tanyanya dengan nada suara yang rendah. Dia menyodorkan sekotak rokok itu kepadaku.
Tiba-tiba dari pintu seorang lelaki berambut botak datang, tubuhnya tinggi dan berotot, ada tatoo di lengannya bergambar bunga mawar dengan duri.
"hei Leon! Jangan kau ajari wanita kita untuk merokok." suaranya lembut, berbanding terbalik dengan perawakannya.
Leon melihat ke arah lelaki itu, lalu melihat kepadaku dengan sebelah alis yang naik dan bibir yang mencebik.
"Aku tidak mengajarinya kakak, Dia sendiri yang meminta."
"Hei kau ini, tidak ada lelahnya ya jail terhadap Jenny. Jangan begitu Leon, kita harus menyayangi Jenny dan memberikan yang terbaik untuk gadis kita!" Ujar lelaki itu. Aku hanya diam saja, tidak tahu harus merespon apa terhadap dua kakak beradik ini. Ya jelas sekali mereka berdua ternyata memiliki batang hidung tinggi lancip yang sangat mirip .
"Gadis kita apanya? Dia hanya orang asing kakak, lagi pula mengapa memanggilnya gadis?" Leon meremas kotak rokok yang tadi dia sodorkan padaku."Dia hanya ulat bulu yang terobsesi padaku, dia juga sudah berusia 30 tahun. Seharusnya panggil dia janda!"
Apa apaan itu? wajah imut, dan tubuh seimut ini dia bilang janda?!
Aku berdiri dan berkacak pinggang, mataku melotot, enak saja dia mau menghina tubuh gadisku ini. Jika aku bangun dan menemukan gadis ini, pasti akan aku nikahi dan bahagiakan dia. Enak saja lelaki bau beras ketan itu malah mengatai gadisku janda.
Aku lalu mendekatinya dan menjambak rambut gondrongnya,"dasar lelaki sampah, enak saja mengatai aku janda!"
"kakak, kak Rei tolong aku!" Leon mencoba melepaskan tanganku dari rambutnya.
Rei, lalu menggendong aku dan menjauhkan aku dari Leon.
Tunggu apa barusan!
Dia menggendong aku, tetapi dengan sebelah tangan saja?
Astaga, apa tubuh ini begitu ringannya?
Hah, aku hanya ingin menikmati tubuh wanita ini saja begitu banyak rintangan. Padahal hanya mimpi. Kalau aku terbangun dan belum melihat lihat, tentu aku akan sangat rugi!
"Tidak apa Jenny, aku tau kau menyayangi kami. Maafkan Leon ya jennyku!" Kak Rei itu lalu mencium kepalaku, dia mengelus rambutku layaknya aku anak kecil.
Aaaa siall aku jijik!