Apa jadinya ketika seorang mantan Casanova jatuh cinta pada seorang gadis yang polosnya tingkat dewa?
"Kau tahu tidak apa artinya cinta?"
"Tahu,"
"Apa?"
"Kasih sayang dari orangtua pada anak mereka."
Jleebb
Akan bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Mampukah seorang CIO MORIGAN STOLLER menaklukkan hati sang pujaan hati yang terlalu lambat menyadari perasaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Setelah berhasil mengusir ayah dan ibunya pergi, Cio segera menemui Elil yang sedang istirahat di dalam kamar. Heran, itu reaksi pertama yang muncul begitu menyaksikan gadis tersebut yang sedang berbaring dengan gaya kupu-kupu.
"Apa dia pikir ini rumahnya?" gumam Cio. "Sudah tidak ingat dengan kejadian semalamkah? Bisa-bisanya malah membuat pose undangan. Ku perk*sa lagi baru tahu rasa kau."
Cio menghela nafas. Pikirannya menerawang jauh mengingat kejadian buruk sekaligus nikmat yang membuatnya terjebak oleh desakan pernikahan.
"Masa iya aku harus menikahi gadis ingusan seperti dia? Elil sungguh bukan tipeku. Dadanya terlalu rata dan sikapnya kurang agresif. Tetapi kalau aku menolak perintah Ibu, itu sama artinya dengan aku sedang menggali lubang kubur sendiri. Apa yang harus ku lakukan ya?"
Flashback
"Hei hei hei, apa yang sedang kau lakukan? Cepat turunkan bajumu!" teriak Cio panik saat Elil menyingkap dresnya ke atas. Reaksi yang cukup normal memang, tapi sebenarnya tatapan Cio tak bisa lari dari rayuan maut secumpuk daging yang tampak menggunduk dibalik celana d*lama milik gadis ini. Dia ... terpancing b*rahi.
"Ugg tubuhku rasanya seperti dibakar. Aku mau buka baju ini saja. Gerah," sahut Elil sambil menggeliat. Wajahnya memerah dan pandangannya mengabut. Setengah tak sadar, dia menarik leher Cio lalu menyatukan bibir mereka. Setelah itu Elil mend*sah pelan. "Panas. Tolong aku,"
"T-tolong apa?"
"Aku tidak mau pakai baju ini,"
"Sadar tidak kau sedang bersama siapa?"
"Sadar,"
"Siapa aku?"
"Manusia mesum yang sering mengataiku gadis berdada rata."
Jawaban jujur Elil tanpa sadar membuat Cio meng*lum senyum. Ditatapnya lekat-lekat wajah gadis ini yang sudah memerah seperti buah tomat.
"Cantik juga kalau dipandang dari jarak dekat. Cicip sedikit boleh kali ya?" ujar Cio sambil menj*lat bibir. Posisi wajah mereka sangat dekat, bahkan dia bisa merasakan embusan napas Elil yang sangat hangat. Didukung dengan kondisi sepi di mana Cio memutuskan untuk membawa Elil ke apartemennya saja, membuat kesempatan ini semakin mempunyai peluang besar. "Elil, kau bilang gerah memakai baju ini. Bagaimana kalau kita sama-sama melepas baju supaya lebih relaks. Kau mau tidak?"
Ada desakan aneh di tubuh Elil saat Cio berbisik di telinganya. Merinding, tapi juga mendamba. Ini sangat aneh, tapi Elil seperti tak punya tenaga untuk sekadar bicara. Hanya satu yang dia ingin lakukan sekarang, yaitu membuka baju.
"Gerah, Cio. Aku mau buka baju sekarang juga. Minggir,"
"Biar aku saja yang membuka bajumu."
"Tidak mau. Kau menyebalkan, lelet seperti keong. Awas,"
"Wahh, berani sekali kau mengejekku. Tidak tahu ya kalau aku ini adalah seorang Casanova penakluk banyak wanita?" kesal Cio tak terima disebut lambat seperti keong.
"Wanita mana yang bisa ditaklukkan oleh orang sepertimu. Kau pasti berkhayal. Iyakan? Hahaha,"
"Sialan sekali kau! Tanggung sendiri akibatnya karena sudah berani meremehkanku. Huh!"
"Coba buktikan kalau memang ucapanmu benar. Membantuku membuka baju saja kau tidak berani, masa iya jadi seorang Casanova. Cacing di dalam perutku sampai terpingkal-pingkal mendengarnya," ejek Elil tak sadar sedang membangunkan singa yang sedang tidur. Dia bicara dengan kondisi mata setengah terbuka dan setengah terpejam.
Panas, tanpa membuang waktu lagi Cio pun segera beraksi. Dia membopong tubuh lemas Elil lalu membaringkannya di ranjang. Sambil terus mengawasi gadis ini, dia mulai melucuti pakaiannya. Menyusul dia merobek paksa dres milik Elil hingga menampilkan seluruh bagian tubuhnya yang ternyata sangat bersih. Cio kebakaran.
(Brengsek! Tidak ku sangka tubuh Elil akan semulus ini. Argghh!)
"Keong, kau sedang melihat apa? Kemarilah. Tubuhku ingin disentuh," rengek Elil penuh damba. Tatapannya sayu, sarat akan napsu yang berkabut.
"Hei bodoh, jangan salahkan aku kalau malam ini kita tidur bersama. Kau yang mengundangku. Ingat itu baik-baik!" pesan Cio sambil terus menelan ludah.
"Tidur ya tidur saja, kenapa harus banyak omong segala. Ternyata selain lelet, kau juga penakut ya. Hahaha,"
Mungkin jika Elil sedang tidak dalam pengaruh alkohol, dia tidak akan seberani itu bicara pada Cio. Karena efek dari ucapannya, kini dia harus berjuang keras melayani serangan Cio yang membabi buta. Antara sadar dan tidak sadar, Elil terjebak oleh rasa sakit yang sialnya sangat nikmat. Dia tak berhenti merintih, mend*sah, bahkan mengeluarkan kata-kata yang dia sendiri tak pernah tahu dari mana kata tersebut berasal. Mendadak Elil berubah seperti orang lain gara-gara asal meminum minuman.
"Akh sial! Dia masih perawan!"
Flashback Now
"Aku sering tidur dengan wanita yang masih perawan, tapi kenapa Elil rasanya berbeda? Apa karena dia bodoh dan sedang dalam pengaruh minuman ya?" gumam Cio menerka-nerka.
"Ughhhh,"
Lenguhan terdengar dari arah ranjang. Hal ini membuyarkan lamunan Cio yang sedang sibuk mengenang kejadian nikmat semalam.
"Lapar," Elil bergumam lirih. Dia kemudian menoleh ke arah pintu, merengut saat mendapati ada orang lain di sana. "Sedang mengintip orang tidur ya?"
"A-apa?"
"Oh tuli. Pantas kaget,"
"YAKKK!"
Cio mendengus kasar setelah dikatai tuli dan sedang mengintip. Sudah bagus Elil memang tidur. Karena sekalinya membuka mulut gadis ini pasti akan langsung membuat tensi darah naik. Astaga.
"Aku lapar. Apakah di rumahmu ada makanan?" tanya Elil. Dia masih belum berani banyak bergerak karena miliknya masih sakit. Sudah diobati oleh Bibi Patricia, tapi rasanya masih sedikit mengganjal. Mungkin sisa kayunya masih ada yang tertinggal.
"Ini rumah, bukan restoran," jawab Cio cetus. Masih dengan posisi yang sama, berdiri di depan pintu seraya menatap ke arah ranjang. Cio betah menonton gaya tidur kupu-kupu Elil yang belum berubah meski sudah bangun.
"Memangnya yang bilang rumah ini restoran siapa? Lagipula restoran mana yang menyediakan kamar untuk skidipapap? Ada-ada saja,"
Rasanya seperti mau muntah darah saat Cio mendengar ucapan Elil. Sungguh, dia kehabisan kata menghadapi kepolosan lidah gadis ini.
"Ya ampun, jam berapa sekarang? Aku harus berangkat bekerja!" pekik Elil sembari menepuk kening.
"Kau tidak boleh ke mana-mana!"
"Kenapa begitu?"
"Terserah aku ingin membuat peraturan apa. Ini rumahku, jadi kau harus patuh!" ucap Cio cemas. Bisa hancur image-nya jika para sepupunya tahu kalau dia telah menghabiskan malam bersama gadis yang bukan tipenya. Kejadian semalam harus dirahasiakan dari semua orang.
"Tapi bagaimana kalau aku dipecat?" Mata Elil berkaca-kaca. Ilona sudah menjadi nyonya, hidupnya telah terjamin dengan baik. Tetapi dirinya?
"Uangku banyak. Aku bisa menghidupimu sampai kau mati."
"Benarkah?"
"Kau ... tidak tersinggung?"
"Kenapa harus tersinggung? Bukannya malah bagus ya kalau ada yang mau membiayai hidupku? Jadi aku tidak perlu repot-repot lagi menyikat WC dan menjadi mata-matanya Karl. Lumayan,"
Wajah Cio pias. Murahan sekali gadis ini. Sekalinya dia bilang punya banyak uang, Elil tak lagi terpikir untuk bekerja.
(Aku harus menyebutnya apa? Gadis materialistiskah? Tapikan aku yang ingin agar dia tak bekerja, kenapa sekarang malah kaget saat Elil setuju tanpa protes? Astaga, sebenarnya aku ini kenapa sih. Kenapa jadi plin-plan begini!)
***
kapan up maaak
jangan keluyuran sendiri sendiri ada
👁️👁️ yang sedang mengintai dirimu
😳