NovelToon NovelToon
Tanpa Cinta (Istri Kedua)

Tanpa Cinta (Istri Kedua)

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Trilia Igriss

Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4. Perjanjian?

Pagi menyingsing, Aruna terbangun lebih dulu, Ia beranjak menghiraukan pakaiannya yang tak beraturan di lantai akibat ulah Aryan semalam. Ia tak menyangka jika hal yang Ia hindari akan terjadi. Namun apalah daya, Ia tak bisa menolak karena itu akan membuatnya menjadi istri durhaka. Mengesampingkan hal tersebut, Aruna bersikap seolah acuh meski sudah bermadu kasih bersama Aryan yang sama-sama tak peduli terhadapnya. Jelas mereka melakukannya tanpa perasaan.

"Entah kenapa, rasanya aku tak ingin ada yang hadir diantara aku dan Mas Aryan." Batin Aruna seiring membasuh tubuhnya di bawah air shower. Air matanya tak bisa terbendung, Ia membiarkan kesedihannya meluap merasakan rasa sakit di tubuh dan ulu hatinya. Mengingat semalam Aryan membisikkan nama Gita di sepanjang kebersamaan mereka. Dadanya terasa nyeri, apa hanya dirinya yang bernasib demikian?

Aryan memijit dahinya ketika mengingat wajah Aruna semalam yang membuatnya menjadi candu. Bahkan saat ingin mengingat Gita, secara tiba-tiba hanya wajah Aruna saya yang muncul di benaknya. Ingin terheran, namun ini kenyataan.

"Harusnya aku tidak gegabah." Batinnya menghela nafas gusar.

Di tengah kegundahan Aryan, Ia terdiam ketika melihat Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan jubah handuk yang membuatnya menelan saliva. Aryan cepat-cepat memalingkan wajah untuk menghindari pemandangan di depannya. Gegas Ia beranjak untuk membersihkan diri dan bersiap untuk berangkat bekerja.

...----------------...

"Bi... ada obat sakit kepala?" Tanya Aruna setelah Ia mengganti pakaian dan terlihat begitu rapi.

"Kebetulan habis Bu. Tapi kalau Ibu butuh, saya bisa belikan."

"Oh.. gapapa Bi. Aku beli sendiri aja. Sekalian mau beli sesuatu." Respons Aruna menolak tawaran Bi Ima dengan lembut. Sudah terlihat jika pelayannya ini mulai nyaman melayani dirinya yang memang tak banyak bicara. Bahkan terkadang, Aruna seperti tak membutuhkannya karena selalu melakukan hal sendiri.

"Bu... sakit Ibu parah?" Tanya Bi Ima mulai memperlihatkan raut wajah cemas pada Aruna.

"Memangnya kenapa Bi?"

"Wajah Ibu kelihatan pucat." Jawabnya sehingga Aruna meraih ponsel lalu bercermin.

"Padahal aku udah pakai lipstik." Keluhnya kemudian memijit pelipisnya dengan sedikit meringis. "Kayaknya aku migrain, Bi. Ini rasanya kayak muter." Imbuhnya mendadak terdengar manja.

"Kalau begitu, saya belikan dulu obat ya, Bu. Biar gak keterusan."

"Gapapa Bi.. aku aja. Sekalian aku mau beli sesuatu di apotek. Ini masih bisa ditahan kok."

"Ibu serius? Mata Ibu sudah sayu. Saya khawatir Ibu malah tambah parah." Mendengar kekhawatiran Bi Ima, Aruna tersenyum tipis membuat Bi Ima ikut tersenyum karenanya. Bukan Aruna jika tidak keras kepala. Ia berusaha menahan pening di kepalanya dan ikut membuat sarapan untuk Aryan yang mungkin tengah bersiap. Susah hampir 30 menit, Aryan tak kunjung turun dari kamar. Sebagai seorang istri, meski tanpa arti, Ia wajib melayani kebutuhannya. Dengan begitu, Aruna berniat menyusul Aryan untuk segera sarapan. Baru melangkah di anak tangga yang ke 3, Ia merasa pandangannya mulai kabur dan sedikit menggelap seakan menghalangi pandangannya.

"Eh... kok jadi gelap?" Gumamnya mengerjapkan mata, lalu duduk untuk menyetabilkan kesadarannya. Namun, saat Aryan turun, Ia mendapati Aruna tengah duduk di antara anak tangga dengan bersandar pada dinding. Rasa penasaran dan heran menyatu di benak Aryan ketika melewati Aruna yang ternyata tengah terlelap.

"Apa dia kelelahan? Sampai-sampai tidur di sini." Aryan bergumam menerka kemungkinan yang terjadi pada Aruna.

"Bi..." panggilnya kemudian membuat Bi Ima segera menghampirinya.

"Iya Pak." Sahutnya menunduk sopan.

"Ini Aruna kenapa tidur di sini Bi? Bahaya loh kalau tiba-tiba jatuh. Nanti saya yang dimarahi sama Ibu." Tegur Aryan semakin membuat Bi Ima terheran. Namun Ia hanya mengangguk saja tanpa protes. Perlahan Ia menghampiri Aruna dan mencoba membangunkan untuk menyuruhnya pindah ke tempat lain.

"Bu... kita pindah ke kamar. Saya temani." Ujar Bi Ima tak mendapati tanggapan apapun. Bahkan pergerakan Aruna saja tak terlihat. Yang membuat Aryan terheran, mengapa deru nafasnya tak seperti sebelumnya? Seakan Aruna tak bernafas saat ini. Dengan cepat, Aryan meraih Aruna dan mencoba ikut membangunkan, namun sayang, usahanya sia-sia. Istri keduanya itu tak kunjung membuka mata. Barulah Aryan menyadari jika Aruna tak sadarkan diri. Secepatnya Ia bawa ke sofa dan memberinya pertolongan pertama.

"Ada minyak kayu putih, Bi?"

"Saya cari dulu, Pak." Sahut Bi Ima segera mencari benda yang dimaksud.

Di waktu yang sama, Sundari baru saja datang dan Ia ikut terkejut mendapati Aryan yang panik menghadapi Aruna yang terlelap di depannya.

"Aryan, Aruna kenapa?" Pekik Sundari benar-benar panik.

"Aku gak tahu Bu. Dia tiba-tiba pingsan gini." Balasnya sama-sama ribut kepanikan.

"Pak... ini minyak kayu putihnya." Ujar Bi Ima secepat mungkin memberikan apa yang Aryan inginkan sebelumnya. Dengan telaten, Ia mengoleskan sedikit di ujung hidung Aruna. Tak lama dari itu, Aruna terlihat mengerjapkan matanya dan perlahan melirik ke arah Aryan yang tengah meraih kepalanya.

"Eh? M-Mas ngapain?" Pekiknya langsung terbangun. Ia masih merasakan kepalanya berputar entah apa penyebabnya.

"Kamu sakit?" Tanya Sundari memperlihatkan kekhawatirannya.

"Enggak Bu. Ini pusing aja." Jawabnya mengelak.

"Tapi badan kamu itu agak hangat."

"Mungkin masuk angin aja Bu." Sontak, Sundar melirik ke arah Aryan dan Aruna bergantian. Ia tersenyum kala menyadari jika rambut keduanya terlihat basah.

"Ohhh begitu toh? Ya udah, kamu minum obat aja, terus istirahat ya." Menanggapi nasehat Ibu mertua, Aruna hanya mengangguk seraya tersenyum sehingga Aryan mengernyit melihat senyuman itu.

"Bisa juga dia tersenyum?" Batinnya tak habis pikir.

"Kamu gak usah ke kantor aja. Temani istrimu." Imbuh Sundari ketika kedua pengantin itu idak menyahuti dengan kata-kata.

"Eh? Tapi aku banyak kerjaan Bu." Sahut Aryan Sedikit meninggikan suaranya.

"Gapapa Bu. Mas Aryan biar kerja aja. Aku gak usah ditemani. Ada Bi Ima juga." Mendengar penuturan menantunya, Sundari hanya meraih dan mengelus lembut kepalanya. Aruna kembali ke kamarnya setelah sarapan. Dan sepeninggal Aruna, Sundari hendak menyusul Aruna, namun Aryan seakan menahan kepergiannya.

"Ibu gak lupa sama perjanjian kita kan?" Tanya Aryan tanpa menoleh ke arah Ibunya.

"Perjanjian yang mana?" Mendengar pertanyaan ini, Aryan beranjak lalu menghadap tepat di depan Ibunya tersebut.

"Kenapa Ibu jadi pura-pura lupa? Aku menerima pernikahan ini karena Ibu. Ibu gak mungkin lupa dengan perjanjiannya kan? Kalau Ibu lupa, aku menikah dengan Aruna hanya sampai kami memiliki keturunan, dan kalau Aruna tak juga hamil dalam waktu 3 bulan, aku bisa memutuskan untuk bercerai. Dan Ibu setuju. Sekarang, kenapa Ibu seolah mengelak?"

"Ibu setuju kalau kamu sendiri memberi nafkah lahir dan batinnya, Aryan. Bukan nafkah lahirnya saja."

"Akan aku berikan Bu. Walaupun dalam pikiran aku hanya Gita. Aku akan berikan dia nafkah batin. Tapi Ibu jangan lupa dengan perjanjian itu. Dan jangan salahkan aku kalau seandainya nanti aku memutuskan berpisah dengan Aruna."

"Tapi Ibu harap, kamu gak punya pikiran itu, Aryan. Kamu bisa bertahan dengan Gita sampai 5 tahun tanpa seorang anak, tapi dengan Aruna mengapa harus 3 bulan?"

"Itu syaratnya Bu. Dari awal aku tak mau menikah lagi, tapi Ibu dan Gita memaksa. Hanya itu syaratnya Bu. Aku tidak meminta apa-apa lagi." Tegasnya kemudian berlalu menjauh dari sang Ibu. Gegas Aryan berangkat bekerja berharap kekesalannya hilang saat Ia sampai di kantor nanti.

Tak lama dari kepergian Aryan, terlihat Aruna muncul dari tangga membawa gelas kosong lalu mengisinya kembali dengan air mineral. Sontak saja Sundari terhenyak dan berpikir apa Aruna mendengar perdebatannya dengan Aryan atau tidak?

...-bersambung...

1
Siti Khoiriah
sakut banget ja aruna😭😭😭😭😭
Jumiah
menjadi istri ke2 bukan menyelesaikan masalah mallh menambah penderitaan .
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!