menceritakan seorang anak perempuan 10tahun bernama Hill, seorang manusia biasa yang tidak memiliki sihir, hill adalah anak bahagia yang selalu ceria, tetapi suatu hari sebuah tragedi terjadi, hidup nya berubah, seketika dunia menjadi kacau, kekacauan yang mengharuskan hill melakukan perjalanan jauh untuk menyelamatkan orang tua nya, mencari tau penyebab semua kekacauan dan mencari tau misteri yang ada di dunia nya dengan melewati banyak rintangan dan kekacauan dunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YareYare, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9. Apakah Aku Peran Utama?
"Hill, Hill, bangun, sudah pagi."
"Levia, selamat pagi."
"Apakah kita akan memulai perjalanan lagi sekarang?"
"Baiklah, mari kita bersiap-siap dulu."
"Kita hanya perlu berjalan ke bawah sana, mungkin sekitar dua hari kita akan sampai di Kota Disha."
Pagi sudah tiba, mereka melakukan persiapan dan lalu berangkat.
...Sepertinya Hill sudah kembali seperti biasa, sedih rasanya melihat ekspresi senangnya kemarin menghilang lagi.
Mereka pun terus berjalan menuruni bukit itu. Sementara itu, di sebuah kota sederhana yang tidak terlalu besar maupun kecil, terdapat seorang pria bertubuh kekar dan tinggi. Dia sedang berjalan di tengah kerumunan orang di kota tersebut. Pria itu terlihat sedikit tua, berambut merah pendek, mata hitam, mengenakan baju hitam dan jubah seperti seorang kesatria, serta membawa pedang di pinggangnya. Jika dilihat dari belakang, dia terlihat sangat keren, namun jika dilihat dari wajahnya, dia selalu memasang ekspresi bodoh, seolah dia adalah orang yang tidak mengerti apa-apa, dia benar orang bodoh.
"Hey, siapa yang kau panggil bodoh?"
..aku merasa ada yang memanggil ku bodoh, apakah penulis?, aahh lupakan itu.
---
..Baiklah saat nya perkenalan "Namaku Helix. Umurku 45 tahun, dan aku bekerja sebagai tukang cuci mobil. Dulu aku pikir hidupku hanya seperti itu, namun sudah sepuluh tahun aku berada di dunia ini. Ketika aku masih kecil, orang tuaku membuangku ke panti asuhan. Aku sering dibuli, bahkan di sekolah pun aku dibuli. Panti asuhan tempatku tinggal kekurangan dana, tidak ada donasi dari pemerintah, sehingga banyak anak-anak yang terabaikan. Saat aku berumur 13 tahun, aku mulai mencari uang, tetapi uang itu selalu saja diambil. Aku pun memilih tinggal di jalanan, tidur di kolong jembatan, dan mengamen. Pada umur 20 tahun, aku bertemu seorang wanita yang ku cintai, aku tinggal bersama pacarku, dan kehidupanku berubah. Kami menikah dan memiliki anak. Aku mulai mencari pekerjaan yang lebih baik, namun bosku selalu memarahiku tanpa alasan yang jelas dan aku jarang dibayar. Suatu hari, saat aku pulang ke rumah, aku melihat istriku sedang berselingkuh. Mereka tidur seranjang di depanku. Anak kami juga terlilit hutang puluhan juta karena kecanduan judi dan kabur, menyerahkan tanggung jawab padaku. Aku terpuruk sendirian. Tiba-tiba, ada seorang pria misterius yang menculikku. Saat aku sadar, aku terikat di sebuah penjara, dikelilingi banyak orang yang tidak aku mengerti bahasanya. Mereka melakukan eksperimen pada tubuhku. Aku dijadikan bahan percobaan selama seminggu, dan mereka terus menyiksaku. Setelah seminggu, tiba-tiba aku mengerti bahasa mereka. Aku mulai mengetahui bahwa aku sedang berada di dunia yang berbeda. Aku pun dijual sebagai budak kepada seorang putri kerajaan, yang memperlakukanku dengan buruk. Aku mencoba bunuh diri dengan menggigit lidahku, namun tiba-tiba aku berada di sebuah tempat yang putih dan seorang wanita berbicara padaku. Aku tidak mendengarkannya. Setelah aku sadar, aku merasa bahwa hidupku ini seperti sebuah cerita, seperti film yang sering aku lihat di mana tokoh utama selalu menjalani kehidupan yang penuh penderitaan. Jangan-jangan aku saat ini adalah tokoh utama dalam cerita ini, namun aku tidak memiliki kekuatan sama sekali. Mungkin aku hanya tokoh sampingan, pikirku. Dengan percaya diri, aku mulai bernegosiasi dengan sang putri, karakter sampingan yang memperbudakku. Lalu aku berhasil kabur dan menjadi buronan. Aku pun sampai di kota ini. Selama delapan tahun, aku hidup bahagia di sini. Aku menikah lagi, dan memiliki seorang anak perempuan. Mereka menyayangiku. Namun, sebulan yang lalu, perang melanda. Saat itu anak dan istriku hampir terbunuh. Tiba-tiba, sebuah pohon raksasa muncul di arah barat, dan aku mendapatkan kekuatan yang luar biasa. Aku berhasil menyelamatkan keluarga dan seluruh kota ini. Kota ini kembali damai, dan aku dijadikan kesatria pahlawan di sini. Mereka menghormatiku. Begitulah kisah hidupku..
---
"Hey, Helix, kamu mau pulang? Nih, makanan untuk anak dan istrimu."
Setiap kali aku berjalan di sekitar kota, penduduk selalu memberiku sesuatu untuk anak dan istri. Aku merasa sangat bersyukur, karena saat itu aku hampir bunuh diri, namun sekarang aku memiliki kebahagiaan yang selalu aku inginkan.
"Aku pulang."
"Ibu, ayah sudah pulang!"
Setiap kali aku pulang ke rumah, anak dan istriku selalu duduk di kursi depan pintu, dan mereka menyambutku dengan senyuman.
"Sayang, kamu pasti lelah bertugas di istana, duduklah biar aku pijitin badanmu."
"Terima kasih, ngomong-ngomong, di mana ibu mertuaku?"
"Dia ada di kamar mandi."
"Di kamar mandi lagi? Oh ayolah, dia memang suka sekali berada di kamar mandi."
Tak lama kemudian, Helix mulai berdiri dan berniat untuk menyiapkan makanan.
"Aku akan memasak makanan lagi untuk kalian."
"Terima kasih, sayang."
"Hore, masakan ayah selalu enak, tapi kalau ibu yang memasak, selalu buruk."
"Eh, kamu ini!"
"Hahaha, lihat anak kita saja sudah tahu kalau masakan aku lebih enak."
...Aku bahagia hidup di kota ini. Aku bekerja seperti orang spesial, saat aku pulang anak dan istriku selalu menyambutku, dan kami sering bercanda bersama.
Waktu pun berlalu, hari sudah sore. Terlihat Helix yang bersiap-siap akan pergi keluar.
"Aku mau pergi ke pasar, ada urusan di sana."
"Selamat jalan, Ayah."
"Hati-hati di jalan, sayang."
...Saat aku mau pergi, istri dan anakku duduk di kursi dekat pintu itu dan memberikan senyumannya kepadaku.
Helix pun berjalan menuju pasar. Ia terus berjalan, lalu terlihat di depan, di sampingnya, ada seorang wanita sedang duduk di atas pohon dan seorang pria duduk bersandar di bawah pohon. Mereka memanggil Helix.
"Oi, Helix, terima kasih atas segalanya. Karena bantuanmu, aku dan istri ku masih hidup sampai sekarang."
"Hey, apakah kalian tidak bosan bermesraan setiap hari di pohon itu? Hahaha."
"Kami akan selalu bermesraan di sini, hahaha."
...Mereka adalah suami istri yang lucu. Aku sering melihat mereka bermesraan di sana.
Helix terus berjalan. Di depan, ada sebuah taman yang ramai dengan anak-anak yang sedang bermain dan mereka memanggil Helix.
"Paman Helix, halo!"
"Wah, itu Paman Helix! Dia terlihat keren. Kalau aku sudah besar, aku ingin menikah dengan pria kuat seperti Paman Helix."
"Hei, Nia, saat aku sudah besar, aku akan menjadi kuat seperti Paman Helix, lalu kita bisa menikah nanti."
"Tidak mau! Aku tidak suka kamu! Kamu gendut dan selalu mengeluarkan ingus."
"Jahat!"
"Hahahaha!"
...Setiap hari, aku senang melihat anak-anak itu bermain di taman. Melihat mereka membuat hatiku bahagia.
Helix terus berjalan. Banyak penduduk desa duduk santai di depan rumah mereka dan menyapa Helix. Ada juga yang menyoraki dirinya dengan semangat. Setelah melewati banyak sapaan di perjalanan, akhirnya Helix sampai di pasar.
...Seperti biasa, pasar selalu ramai. Namun, seperti biasa juga, orang-orang hanya berkumpul di pinggir jalan. Kemana pun aku berjalan, mereka seperti memberikan ruang untukku, lalu tersenyum ramah kepadaku.
Saat Helix berjalan, ia melihat seorang prajurit sedang duduk di pinggir jalan dan memanggilnya.
"Helix, ada surat rahasia untukmu. Suratnya terjatuh di bawahku. Ambil saja, aku malas mengambilnya, aku ingin bersantai."
"Yang benar saja, kamu membiarkan surat rahasia tergelatak seperti itu? Ah, bahkan suratnya basah."
...Seperti biasa, dia selalu bermalas-malasan.
Helix pun mengambil surat basah itu, lalu membacanya.
"...Hmm, jadi ini misi ku. Aku harus keluar gerbang untuk memburu monster lagi. Seperti biasa, selain menjaga istana, aku selalu mendapatkan misi memburu monster. Banyak sekali monster di dekat kota ini, aku harus memburunya agar desa ini tetap aman."
Helix pun mulai berjalan keluar kota. Waktu berlalu, hari mulai gelap, dan dia pun melewati gerbang kota. Di sana, penjaga gerbang sedang duduk dan menyapanya.
"Oi, Helix, mau berburu lagi?"
"Ya, seperti biasa."
"Apakah kita akan minum dulu bersama?"
"Oh, tidak. Aku akan kesulitan bertarung nanti."
"Kalau begitu, nanti mari kita minum bersama."
...Seperti biasa, mereka selalu santai dan minum-minum saat sedang bertugas. Tapi selama kota ini aman, aku tidak mempermasalahkan hal itu. Selama ada aku di kota ini, tidak ada satupun yang bisa merusak kedamaian kota ini...
Helix pun terus berjalan, semakin jauh dari kota, dan memasuki hutan. Tak lama kemudian, kawanan monster serigala bertanduk muncul. Jumlah mereka sangat banyak, sekitar 50 monster, yang langsung mengepung Helix.
"Ternyata cuma monster keroco."
Seketika, kawanan monster serigala itu mulai menyerang. Helix berdiri di tengah kawanan monster yang mulai menyerang itu. Dengan tenang, ia mengarah tangan kanannya ke depan lalu menjentikkan jarinya. Seketika, puluhan monster itu mati semua.
"Mudah sekali."
Tak lama kemudian, Helix pun kembali ke kota. Dia terus berjalan hingga akhirnya sampai di gerbang kota.
"Oi, Helix, mari minum."
"Nanti saja, aku ingin segera pulang dan bertemu keluargaku."
...Mereka masih saja minum...
Helix terus berjalan dan melewati pasar.
"Helix, terimakasih atas kerja kerasmu."
Orang-orang di pasar menyapa dan menyoraki Helix dari pinggir jalan.
...Aku senang karena bisa membantu penduduk kota, eh, prajurit pemalas itu masih saja duduk di situ...
"Apakah ada surat baru?"
"Tidak ada."
Helix kembali berjalan menuju rumahnya. Dia terus berjalan.
...Seperti biasa, anak-anak di taman itu masih saja bermain meski sudah malam...
"Hey, anak-anak, segera pulang! Nanti orang tua kalian khawatir."
"Baiklah, Paman Helix."
...Mereka malah tetap bermain. Ya, biarkan saja, nanti juga pulang. Hal ini sudah biasa...
"Oi, Helix, apakah kamu sudah selesai?"
"Ya ampun, sudah malam begini kalian masih bermesraan di pohon itu, kalian seperti orang yang baru menikah saja."
Helix terus berjalan dan akhirnya sampai di rumahnya.
"Ayah datang, hore!"
"Sayang, mungkin kamu lelah. Sini duduk, biar aku pijat badanmu."
...Dan seperti biasa, anak dan istriku sudah duduk tersenyum menyambutku di kursi yang sama...
"Kemana ibu mertua?"
"Dia di kamar mandi."
"Hahahaha, lagi-lagi, dia memang sangat menyukai kamar mandi."
...Beginilah kota tempatku tinggal. Warga kota ini memiliki ciri khas yang unik, yaitu selalu melakukan hal yang sama setiap hari. Ini adalah bukti betapa damainya kota ini. Aku akan selalu melindungi keluargaku yang sekarang dan kota ini...
"Oiya, besok aku harus ke istana. Mungkin aku akan pergi tidur duluan."
"Baiklah, aku dan anak kita akan duduk dulu di sini."
"Selamat malam, Ayah."
"Selamat malam."
...Aku harus ke kamar mandi dulu...
"Halo, ibu mertua, apakah kamu sudah selesai?"
"Belum."
...Dia pasti masih lama, aku tidur saja deh...
Helix pun berjalan ke kamarnya lalu mulai tertidur. Waktu berlalu, malam sudah berakhir, hari sudah siang. Helix pun bangun lalu berjalan ke kamar mandi.
"Halo, ibu mertua, apakah sudah selesai?"
"Aku baru saja masuk."
...Ini akan lama, aku harus berangkat ke istana hari ini. Sebaiknya aku bergegas saja...
Helix pun bersiap-siap lalu berjalan ke luar, terlihat istri dan anaknya duduk, lalu berpamitan kepada Helix.
"Aku pergi dulu ya."
"Selamat jalan, Ayah."
...Sepertinya aku terlambat, aku harus berlari...
"Oi Helix, mau ke istana?"
"Iya, selamat tinggal pasangan pohon."
...Jarak ke istana lumayan jauh, semoga masih sempat.
"Paman Helix, selamat jalan."
"Terima kasih, anak-anak."
...Mereka suka sekali bermain di taman...
Waktu terus berlalu, Helix pun sampai di istana. Setelah itu, Helix berjalan, terlihat raja sedang duduk dan di sampingnya terlihat beberapa kursi yang diduduki oleh istri dan kedua anaknya, sementara prajurit berdiri di dekat mereka.
...Aku sebenarnya tidak tahu mereka melakukan apa saja, mereka seperti sedang bersantai. Setiap aku kemari, mereka selalu seperti itu...
Helix pun mendekati raja, lalu menunduk dan mulai mereka mengobrol.
Sementara itu, di tempat lain, di sebuah hutan yang cerah, terlihat Hill dan Levia sedang berjalan.
"Hill, sudah satu hari berlalu. Mungkin sebentar lagi kita sampai ke Kota Disha. Syukurlah, selama perjalanan tidak ada hambatan. Semoga saja di sana tidak berbahaya. Setahuku, kita akan sampai di Disha setelah keluar dari hutan ini."
"Levia, mungkin kita istirahat dulu di sini. Aku merasa capek."
"Baiklah, kita sudah berjalan lama. Aku juga sudah merasa haus."
Di tengah hutan yang cerah, Hill dan Levia mulai duduk bersandar di sebuah pohon. Hill pun membuka tasnya lalu mengambil buku putihnya.
...Mungkin sekarang adalah waktu yang pas untuk melihat-lihat lagi buku ini...
Hill pun terus melihat bukunya dan membalikkan setiap halamannya. Tak lama kemudian, di halaman tengah, Hill melihat sebuah gambar yang terlihat tidak asing.
...Sepertinya aku pernah melihat ini. Bentuknya tidak jelas, apakah ini sebuah rumah? Tidak, sepertinya bukan. Bentuk aneh ini, aku merasa pernah melihatnya...
Hill melihat gambar yang tidak asing baginya, tetapi dia tidak dapat mengingatnya. Hill pun mencoba mengingatnya sambil melihat-lihat ke arah sekitar.
...Oh iya, pohon. Aku ingat sekarang, gambar yang ada di dalam halaman ini seperti pohon hitam aneh yang kutemui saat itu. Ini adalah pohon yang bisa memberikan harapan kecil dan memberikan tiga daun kepadaku. Aku ingat sekarang. Tetapi di sini ada tulisan yang tidak aku mengerti. Kak Yuli pernah bilang tulisan ini adalah tulisan kuno. Sebenarnya, buku apa ini? Kenapa ibu memberikannya kepadaku?...
Hill pun terus membalikkan halamannya lagi. Setelah membalik beberapa halaman, Hill terkejut dengan apa yang dia lihat, lalu berkata kepada Levia.
"Levia, lihat ini, ini kan..."
"Itu... bentuknya seperti monster besar yang menyerang kita."
...Di halaman ini aku melihat dua sosok yang pernah ku temui. Bentuknya mirip. Di pinggirnya terdapat banyak tulisan aneh, tetapi di bawahnya hanya ada dua kata yang bisa ku baca. Di sini tertulis...
"Xui dan Xix. Levia, apakah kamu tahu tentang itu?"
"Aku pernah mendengarnya. Itu adalah nama dari sebuah legenda tentang seorang adik kakak. Sekitar 10 ribu tahun yang lalu, ada seorang anak kembar yang dikutuk, lalu mereka dikirim ke sebuah tempat yang tidak diketahui oleh siapapun. Tetapi di tempat itulah mereka bahagia, dan tempat itu tidak kenal waktu. Contohnya, seperti satu tahun di tempat itu sama seperti seribu tahun di tempat kita sekarang. Begitulah yang ku dengar... Eh, tunggu dulu."
"Levia, sepertinya kamu baru menyadarinya. Monster besar yang menyerang kita itu adalah Xui dan Xix. Mereka adalah manusia yang dikutuk, dan kita sudah pernah ke tempat itu—Dataran Tanpa Batas. Itu adalah tempat Xui dan Xix. Sekarang kita tahu kenapa saat kita keluar dari sana, satu bulan sudah berlalu."
"Sulit dipercaya, kupikir itu hanya cerita belaka."
"Ukuran Xix yang tinggi itu mungkin saja adalah ukuran normal manusia 10 ribu tahun yang lalu. Penampilannya yang buruk itu adalah kutukan."
"Hill, lalu apa yang akan kau lakukan setelah mengetahui itu?"
"Aku tidak tahu, tetapi kenapa ada Xui dan Xix di buku ini, lalu ada pohon aneh?"
"Hill, mungkin saja buku itu memiliki rahasia peninggalan kuno. Kita memerlukan orang yang bisa membacanya. Mungkin saja buku ini memiliki cara agar kita bisa dengan cepat menyelamatkan ibumu. Jika seandainya kita tidak menemukan pengguna sihir teleportasi, mungkin buku ini memiliki petunjuk untuk membantu kita ke Yidh."
Waktu berlalu, Hill dan Levia mulai berjalan lagi menuju Kota Disha. Terlihat Hill berjalan sambil memikirkan tentang bukunya.
"Levia, nanti kita harus mencari sebuah peta. Mungkin kita bisa menemukannya di Disha."
"Baiklah."
Waktu terus berjalan, sore sudah tiba.
"Hill, lihat di depan sana! Sudah terlihat Kota Disha. Akhirnya kita sampai."
Mereka akhirnya keluar dari hutan. Hill dan Levia melihat ke arah kota, terlihat dinding yang rusak, istana yang hancur, dan banyak reruntuhan di sana.
"Levia, sepertinya Disha sudah hancur akibat peperangan."
"Parah sekali. Kota ini sepertinya sudah lama hancur. Apakah kita akan memeriksanya?"
"Sebaiknya kita diam dulu di sini. Kita tidak tahu siapa yang ada di sana, apakah orang jahat atau orang baik. Mari kita lihat dulu situasinya."
"Baiklah."
Sementara itu, di waktu yang sama, di sebuah kota yang Helix tinggali...
"Hari ini aku akan ke hutan lagi. Aku mendapatkan misi dari Raja untuk memburu monster yang meresahkan di sekitar kota. Akhir-akhir ini, banyak sekali monster di dekat kota. Sebaiknya aku harus menyuruh warga untuk berhati-hati jika keluar gerbang..."
---
Sementara itu, di luar Kota Disha, Hill dan Levia...
Hill dan Levia pun duduk di depan hutan, mengamati situasi Kota Disha saat ini.
"Hill, sunyi sekali di sini. Aku merasa resah."
Waktu berlalu, malam pun sudah tiba. Hill dan Levia masih berada di tempat yang sama.
"Gelap sekali di sana, dan sangat sunyi. Tidak ada tanda kehidupan di Disha. Apakah kita akan ke sana, Hill?"
"Mari kita ke sana."
"Tunggu, apakah kita tidak bisa menunggu besok saja?"
"Tidak apa-apa, sekarang saja."
"Baiklah."
Hill dan Levia pun mulai berjalan menuju Kota Disha. Mereka terus berjalan, mengamati sekitar. Tak lama kemudian, Hill dan Levia sudah mulai dekat dengan kota tersebut.
"Bau sekali. Kota ini sudah lama ditinggalkan, baunya tidak enak."
Hill dan Levia mulai memasuki kota.
"Tempat ini gelap sekali dan bau..."
Hill dan Levia pun terus masuk ke dalam kota, suasana semakin gelap dan sunyi. Tak lama kemudian, mereka mendengar suara seorang pria berbicara. Hill dan Levia kaget, lalu bersembunyi sambil mendekati sumber suara itu.
---
Sementara itu, di waktu yang sama, di sebuah kota tempat Helix tinggal, terlihat Helix yang akan keluar rumah untuk bertugas.
"Ayah mau ke luar lagi?"
"Iya, nak."
"Hati-hati di jalan, sayang."
"Apakah kalian tidak bosan selalu duduk di kursi itu setiap hari?"
"Tidak kok, kami selalu di sini menyambutmu, sayang."
Seperti biasa, melihat senyuman mereka selalu membuatku bahagia. Aku pun mulai berjalan keluar, lalu di luar aku berteriak kepada istri dan anakku yang sedang duduk. "Aku mencintai kalian," sambil melambaikan tanganku. Mereka tersenyum melihatku di antara sinar bulan dan cahaya lampu sihir yang indah malam ini. Aku terus melambaikan tangan...
---
Sementara itu, di tempat Hill dan Levia sedang bersembunyi di Kota Disha yang gelap dan sunyi, mereka hanya bisa melihat dan mendengar seorang pria di depan persembunyian mereka.
"Apa yang dia lakukan?"
Seketika, sebuah sinar bulan yang terang mulai muncul di sekitar mereka. Cahaya bulan mulai menerangi sekitar, dan Hill serta Levia mulai jelas melihat pria itu sedang melambaikan tangannya. Tiba-tiba, Hill dan Levia terkejut melihat sesuatu yang mengerikan. Wajah Hill menjadi pucat, dan keringat mulai bercucuran di wajahnya. Levia, yang juga terkejut, berkata dengan suara pelan:
"Orang itu, Hill, orang itu... dia melambaikan tangannya ke dua mayat yang tertusuk pedang!"
Hill merasa pusing, wajahnya semakin pucat. "Oh tidak, Hill tidak akan kuat melihat hal ini..."
"Hill, apakah kamu baik-baik saja?"
"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Aku hanya merasa sedikit pusing."
Tanpa sengaja, tubuh Levia mengenai sebuah kendi, dan kendi itu terjatuh, pecah.
"Oh tidak, dia akan menemukan kita!"
Seketika, pria itu diam, lalu menoleh ke belakang, ke arah Levia dan Hill yang bersembunyi.
"Hill, dia menemukan kita! Kita harus lari!"
Namun, pria itu justru berbalik arah kembali ke depan, melambaikan tangannya, dan berkata dengan suara yang aneh.
"Sampai jumpa, sayang. Aku pergi dulu."
"Dia tidak menyadari kita... Ada apa ini? Dia bahkan berpamitan dengan... dua mayat itu."
"Levia, ayo kita ikuti dia."
"Tapi Hill, kamu..."
"Tidak apa-apa, aku sudah pernah melihat yang mirip seperti ini sebelumnya. Aku hanya perlu melihat ke bawah. Orang itu sepertinya tidak menyadari kita. Kamu mengeluarkan suara keras pun, dia akan mengabaikannya."
"Baiklah, Hill."
Levia dan Hill mulai mengikuti pria itu dari belakang, melangkah perlahan.
"Semakin aku berjalan, semakin parah keadaannya. Ini gawat. Jika Hill melihat semua ini, mungkin dia akan pingsan. Banyak sekali mayat di sini..."
---
"Hei, pasangan pohon romantis, bahkan malam ini kalian masih berromantis di pohon itu? Hahaha."
---
"Apakah dia sudah gila? Dia berbicara pada mayat yang tergantung di pohon..."
Mereka terus berjalan.
---
"Anak-anak, ini sudah malam. Cepatlah pulang."
---
"Ini mengerikan... aku tidak ingin melihatnya..."
Mereka terus berjalan, suasana semakin suram dan mencekam.
---
"Pasar ini selalu ramai meski sudah malam. Seperti biasa..."
---
"Aku sudah tidak kuat lagi... Hill sepertinya sudah menahan diri sampai batasnya. Aku harus segera menariknya dan pergi."
Tanpa ragu, Levia segera menarik Hill terbang, menjauh dari Disha.
---
"Hmm, aku merasa ada yang mengikuti ku... Apa cuma perasaanku saja?"
Waktu pun berlalu. Hill dan Levia sedang duduk di dekat hutan, beristirahat sejenak.
"Hill, kamu tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa, aku hanya sedikit pusing. Mungkin kita akan bermalam di sini."
Hill terlihat sangat pucat, wajahnya cemas. Kejadian di Disha jelas telah meninggalkan bekas yang dalam di dalam dirinya. Peperangan yang menghancurkan kota itu, menambah beban mental yang sulit untuk dilupakan.
"Levia, ada apa dengan pria tadi?"
"Aku juga tidak tahu kenapa dia begitu... Dia terlihat bahagia berbicara dengan mayat yang ada di kota itu. Sepertinya, dia tidak menyadari kita yang mengikuti dia. Dia seperti hidup di dunia yang berbeda."
"Apakah kita bisa membantu dia?"
"Hill..." Suara Levia terdengar penuh kekhawatiran. Mereka berdua terdiam sejenak, memikirkan apa yang baru saja mereka saksikan.
Tak lama kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Hill langsung membisikkan pada Levia.
"Hill, bersembunyi."
Mereka berdua bersembunyi di balik pohon besar, memantau pria itu yang sedang berjalan beberapa langkah di depan mereka.
"Dia pria yang tadi... Apa yang dia lakukan?"
"Gerakannya aneh sekali."
"Tunggu, apakah dia sedang bertarung? Tetapi tidak ada musuh di sana. Dia hanya melakukan gerakan aneh seolah-olah ada sesuatu yang dia lawan."
Hill dan Levia merasa kebingungan. Tak ada penjelasan yang rasional untuk apa yang mereka saksikan, seolah-olah pria itu sedang berinteraksi dengan sesuatu yang tidak terlihat.
Tak lama kemudian, pria itu mulai berjalan kembali ke arah kota.
"Hill, sebaiknya kita lupakan saja apa yang kita lihat barusan."
"Iya, sebaiknya begitu."
Mereka berdua duduk diam, memikirkan kejadian itu, perlahan berbaring dan tertidur.
Hill dan Levia pun mulai tertidur. Tak lama kemudian, tiba-tiba Hill berada di tempat yang serba putih.
"Hill, dia adalah orang yang akan membantu mu, tetapi saat ini hatinya dipenuhi oleh kegelapan. Dia membutuhkan pertolongan."
...Suara itu...
"Hill, tahanlah dirimu. Aku akan memperlihatkan sesuatu."
Seketika, Hill tiba-tiba berada di sebuah tempat yang asing.
"Di mana ini? Apakah ini sebuah kota?" pikir Hill, melihat seorang ibu yang sedang memeluk anaknya di dalam rumah. Mereka menangis ketakutan.
"Tidak, hentikan! Helix, tolong aku, Helix!"
"Ayaaahhh!"
...Apa ini? Oh tidak, mereka akan dibunuh! Tidak! Aku tidak ingin melihat ini! Aku harus berlari!
Hill merasa ketakutan saat dirinya tiba-tiba berada di sebuah kota yang sedang berperang. Terlihat banyak rumah terbakar, api berkobar di mana-mana, prajurit yang saling bertarung, dan warga yang dikejar-kejar oleh prajurit. Beberapa warga dan prajurit tergeletak di tanah, penuh darah. Hill terus berlari, menundukkan kepalanya dan menutup telinganya.
"Helix, bertahanlah!"
Terlihat Helix sedang bertarung. Tak lama kemudian, suara wanita itu kembali berbicara kepada Hill, yang masih berlari.
"Hill, tenanglah. Lihat pria itu. Dia adalah Helix, yang sebelumnya kamu lihat di kota."
Seketika, Hill menjadi tenang kembali dan melihat Helix yang sedang bertarung.
"Aku tidak akan menyerah! Selama ini, aku berlatih pedang hanya untuk melindungi tempat anak dan istriku tinggal!"
Tiba-tiba, Hill berada di tempat yang berbeda.
...Ini adalah tempat yang tadi, tempat ketika aku melihat seorang ibu sedang memeluk anaknya, mereka ketakutan dan menangis. Tidak! Tidak! Mereka akan ditusuk!
"Hill, tenanglah."
Tak lama kemudian, sebuah cahaya muncul dari barat. Terlihat pohon yang sangat besar mengeluarkan cahaya, dan pohon itu semakin bertumbuh besar.
...Itu adalah pohon yang waktu itu...
Tak lama kemudian, Helix datang.
"Eris! Ruka! Kita harus segera pergi dari kota ini! Oh tidak, oh tidak! Aku terlambat, istri dan anakku! Oh tidak, kenapa ini semua terjadi? Ku kira di dunia ini hidupku akan berubah, tapi pada akhirnya kalian pergi meninggalkanku."
Helix mulai menarik pedangnya, mencoba menusukkan pedang itu ke lehernya. Namun, sebuah cahaya kecil mengenai kepala Helix, seketika...
"Eris! Ruka! Kalian masih hidup! Syukurlah! Aku tidak akan membiarkan hal berbahaya terjadi. Aku akan melindungi kalian. Woi, penulis sialan, kasih aku kekuatan yang sangat kuat! Akan kuciptakan kekacauan di seluruh kota!"
Tak lama kemudian, Hill tiba-tiba kembali ke tempat yang putih.
"Hill, dia sama seperti kamu. Dia kehilangan keluarganya. Setelah itu, pihak musuh kembali, namun dalam pikirannya, Helix lah yang mengalahkan mereka. Karena itu, selamatkanlah dia. Kamu pasti bisa membantu dia. Jika dia sadar dengan sendirinya, dia akan mencoba bunuh diri lagi, sama seperti kamu. Dia membutuhkan keluarga. Ketahuilah, Hill, dia bukan berasal dari dunia yang sama sepertimu. Dunia dia sangat jauh."