Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegaduhan
Ingatan akan kejadian yang menimpanya belasan tahun lalu membuat Amar secara brutal terus menghajar pria itu tanpa mempedulikan Tuan Broto sebagai Tuan rumah yang mengundangnya dan terus mengacaukan suasana pesta pernikahan yang tengah berlangsung.
Semakin ingatan akan pengkhianatan yang dilakukan kekasihnya dulu muncul, semakin brutal pula Amar memukuli pria itu tanpa ampun.
"Kak Amar..." jerit Mahira yang ingin menghentikannya namun tak kuasa melihat kemarahan Amar.
"Tuan Amar!" tegas Tuan Broto begitu sampai di lokasi kegaduhan.
"Cepat panggil keamanan!" tegas Tuan Broto pada staf ya ada di sana.
Tidak menunggu waktu lama, petugas keamanan datang menarik kedua tangan Amar yang terus ingin memukuli pria itu yang sudah babak belur.
"Tuan Amar tenanglah, apa yang terjadi sehingga membuat Anda sangat marah?" tanya Tuan Broto.
"Bajingan ini sudah berani menyentuh istriku!" tegas Amar yang kemudian ingin kembali menghajar pria itu tapi di hentikan oleh petugas keamanan yang masih menahan kedua tangannya.
"Maaf untuk ketidaknyamanan ini," ucap Tuan Broto yang kemudian meminta petugas keamanan membawa pria itu keluar dari pesta pernikahan putrinya.
"Tuan Amar... bisa kita lanjutkan lagi pestanya?" tanya Tuan Broto yang khawatir akan diputuskan kerja sama yang tengah mereka jalin sehingga tidak mempermasalahkan kegaduhan yang Amar ciptakan.
"Tidak perlu!" jelas Amar yang kemudian langsung pergi meninggalkan pesta tanpa mempedulikan Mahira yang masih berdiri disana.
"Kak Amar..." dengan sedikit mengangkat gaunnya yang menyapu lantai, Mahira mengejar Amar yang melangkah dengan begitu cepatnya.
"Kak Amar..." tidak bisa lari cepat karena high heels nya, Mahira melepasnya lalu berlari tanpa alas dan kembali mengejar Amar.
Sebelum masuk mobil Amar berbalik badan melihat Mahira yang terengah-engah sambil menenteng high heels di tangannya.
"Kak Amar..." lirih Mahira menatap Amar yang mendekat dengan tatapan tajamnya.
"Apa kamu sengaja menggunakan gaun seperti ini supaya menarik perhatian laki-laki diluar sana!?" tanya Amar sambil menaikan bagian bahu Mahira yang cukup rendah memperlihatkan bahunya yang indah.
"Apa yang kak Amar katakan?"
"Lalu apa lagi Mahira!" bentak Amar sehingga membuat kedua bahu Mahira terangkat karena saking kagetnya. Seketika itu juga Mahira menundukkan kepalanya seiring air matanya yang langsung mengalir deras. Bayangan akan mendiang suaminya Amir yang tidak pernah meninggikan suara apalagi membentaknya sangat jauh berbeda dengan Amar suaminya sekarang.
Melihat air mata Mahira mengalir, Amar menempelkan telapak tangannya di kening sambil memejamkan matanya sejenak. Menenangkan hatinya yang masih tersulut amarahnya. Setelah itu Amar mencoba menyentuh lengan Mahira namun segera ditepis olehnya.
"Mahira..." kini suara Amar melunak dengan perasaan sesal dihatinya.
Dengan rasa kesal dan sakit hati, Mahira melangkah pergi dengan kaki telan jang, meninggalkan parkiran dan tidak mempedulikan orang-orang yang menatapnya dengan berbagai macam pertanyaan di benak mereka.
"Mahira kamu mau kemana Mahira, ini sudah malam," ucap Amar mengejar Mahira yang semakin jauh meninggalkan hotel.
"Kak Amar tidak perlu mempedulikan ku!" tegas Mahira yang terus melangkah sampai kakinya menginjak sesuatu.
"Aowhhh..." ringis Mahira menghentikan langkahnya.
"Mahira!" Amar yang merasa khawatir turut melihat saat Mahira mengangkat kakinya untuk melihat benda apa yang ia injak.
Melihat kaki Mahira berdarah Amar langsung menopang tubuh Mahira yang hampir jatuh karena menahan sakitnya.
"Mahira!" dengan cepat Amar membopong tubuh Mahira dan membawanya kembali ke parkiran. Setelah membuat Mahira duduk di mobil. Amar dengan sangat hati-hati mencabut pecahan kaca yang membuat telapak kaki Mahira berdarah.
"Akhhh..." ringis Mahira saat pecahan kaca itu berhasil dikeluarkan dari kakinya sehingga air mata sakit karena luka di kakinya dan air mata kesedihan bercampur menjadi satu.
Melihat air mata Mahira yang sebegitu derasnya, Amar berusaha menyentuh wajah Mahira. Tapi dengan cepat Mahira memalingkan wajahnya.
Bersambung...
📌 Dari kemarin sepi nih gak pada mau mampir komen, padahal komen kalian penyemangat Author untuk tetap nulis 😌