Dunia Yumna tiba-tiba berubah ketika sebuah video syur seorang wanita yang wajahnya mirip dengan dirinya sedang bercinta dengan pria tampan, di putar di layar lebar pada hari pernikahan.
Azriel menuduh Yumna sudah menjual dirinya kepada pria lain, lalu menjatuhkan talak beberapa saat setelah mengucapkan ijab qobul.
Terusir dari kampung halamannya, Yumna pun pergi merantau ke ibukota dan bekerja sebagai office girl di sebuah perusahaan penyiaran televisi swasta.
Suatu hari di tempat Yumna bekerja, kedatangan pegawai baru—Arundaru—yang wajahnya mirip dengan pria yang ada pada video syur bersama Yumna.
Kehidupan Yumna di tempat kerja terusik ketika Azriel juga bekerja di sana sebagai HRD baru dan ingin kembali menjalin hubungan asmara dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Yumna dan Arundaru memilih duduk di meja pojok. Kursi kayu yang mereka duduki sedikit berderit ketika Arundaru menariknya mundur, seolah ikut menambah suasana tegang di antara mereka. Aroma kuah santan soto betawi menguar kuat, memenuhi rongga ruangan yang hangat oleh kepulan asap masakan. Di luar, suara kendaraan yang lalu-lalang samar terdengar di balik kaca kedai.
Sambil makan soto betawi, keduanya membahas masalah video.
"Aku mau tanya, kira-kira kamu punya musuh enggak? Kenapa bisa tersebar video panas itu di hari pernikahan kamu?" tanya Arundaru. Tangannya memutar sendok pelan, tetapi sorot matanya tajam penuh analisis.
"Aku bukan tipe orang yang suka merusuh dan cari musuh," jawab Yumna. Suaranya rendah, seolah takut jika dunia mendengarnya.
"Tapi entah kalau ada orang di dalam hatinya menyimpan kecemburuan dan keirian kepadaku."
Dia berhenti sejenak, memandang kuah sotonya seperti sedang membaca masa lalu di permukaannya.
"Kan banyak orang munafik yang pandai bersandiwara pura-pura baik, tapi akan senang saat kita kesulitan atau menderita."
Arundaru mengangguk pelan, menyuapkan soto sambil memandang Yumna penuh perhatian. "Iya juga. Kita tidak tahu isi hati orang munafik. Lebih baik berhadapan dengan orang yang nyata-nyata menunjukkan benci atau permusuhan kepada kita."
"Atau mungkin ada orang yang benci Azriel dan ingin membuatnya berpisah denganku," ujar Yumna, mengusap bibirnya dengan tisu setelah menelan makanannya. Jemari yang memegang tisu tampak sedikit gemetar, memperlihatkan betapa berat pembahasan ini baginya.
"Tapi, yang aku lihat dari videonya adalah niat orang itu ingin menghancurkan dirimu." Nada Arundaru terdengar lebih serius dari sebelumnya, membuat Yumna refleks menghentikan gerakan tangannya.
Sendok di tangan Yumna terhenti sebelum mencapai bibirnya. Dia menoleh cepat, alisnya mengerut, seolah ucapan Arundaru barusan menggores hatinya.
"Ada apa?" tanya Arundaru ketika menyadari reaksi itu. Dia sedikit condong ke depan, menatap Yumna lebih dekat seperti ingin memastikan tidak ada detail yang terlewat.
"Aku ingat sama satu-satunya orang yang suka julid sama aku. Tapi rasanya itu mustahil," ucap Yumna pelan.
Yumna menunduk, memainkan ujung serbet yang sudah kusut di tangannya. Tatapannya tampak bimbang, seperti seseorang yang berada di antara keyakinan dan penolakan.
"Siapa?" Arundaru langsung menegakkan tubuhnya dengan antusias. Dia bahkan memutar tubuh menghadap Yumna sepenuhnya, kedua sikunya menyandar di atas meja, sikap tubuhnya menunjukkan ketertarikan penuh.
"Zakia, sepupuku." Yumna menarik napas panjang sebelum melanjutkan. "Dia suka julid. Tapi untuk melakukan hal itu kayaknya mustahil karena mencoreng nama baik keluarga besar."
Tatapannya menerawang, mengingat masa-masa ketika Zakia sering melontarkan komentar tajam.
"Dan juga, masa dia tega membuat malu kedua orang tuaku yang mengurus dan membiayai hidupnya sejak kecil."
Arundaru mengetuk meja pelan dengan jarinya. Nada suaranya datar, namun tegas. "Kamu jangan meremehkan segala sesuatu, walaupun itu hal kecil."
Yumna mengembuskan napas berat. Wajahnya terlihat menegang. "Karena kejadian itu, kedua orang tuaku sampai kehilangan muka. Jika itu benar terjadi, maka sungguh keterlaluan!"
"Apa kamu punya akun media sosial, alamat email, dan nomor kontaknya Zakia?" tanya Arundaru.
Yumna mengerjap, matanya menyipit mencurigai. "Buat apa?"
"Untuk mencari tahu sesuatu." Arundaru menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu menatap Yumna penuh keyakinan. "Siapa tahu ada petunjuk."
Nada suara Arundaru membuat Yumna merasa campuran antara takut dan berharap. Ia akhirnya membuka ponselnya. Layarnya memantulkan cahaya lembut ke wajahnya, memperlihatkan ketegangan yang tidak ia sembunyikan lagi. Dia memberi tahu semua nama akun media sosial milik Zakia, satu per satu.
Arundaru langsung menunduk, jemarinya cepat bergerak di layar ponselnya. Otot rahangnya menegang, menandakan fokus dan kehati-hatiannya.
Dengan cepat, Arundaru mengirim pesan dan meminta Barata untuk menyelidiki Zakia.
Tatapannya kembali pada Yumna, seolah mengatakan bahwa ini baru permulaan.
semoga keluarga Arun bisa menerima Yumna
ibunya arun gmn setujua g sm yumna
secara yumna kan bukan kalangann atas