NovelToon NovelToon
Siapa Aku? (Cinta Ku Ada Di Alam Lain)

Siapa Aku? (Cinta Ku Ada Di Alam Lain)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Mafia / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: M.L.I

Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia hanya sebuah benda. [2]

^^^Senin, 20 Juni 2023 (06.00)^^^

Natha! Natha!! Natha!!!

Deruan nafas bergejolak cepat, membangunkan sang empunya, cairan bening bercucuran membasahi pelipis. Bersaut dentuman jantung, yang memompa keras di bangunkan tiba-tiba.

Dia gadis bernama Natha, raganya terbelenggu untuk sesaat. Masih mencoba sadar sambil menelan susah saliva yang tersisa.

Anehnya barusan Natha serasa sedang bermimpi di panggil seseorang, semula suara itu terdengar samar, sampai di panggilan ketiga terpencar jelas di telinga sang gadis.

Seakan ada orang yang memanggil dia masa kini, makanya Natha bangun dengan terkejut.

Tapi nyatanya detik ini dia hanya seorang diri, kamarnya kosong kecuali bising alarm. Benda mati itu berdering keras di atas meja belajar, sudah menunjukan tepat pukul 06.00 pagi.

Natha mulai bergerak untuk mematikan alarm tersebut, beranjak dari posisi tidur atas kasur, dia pergi membawa handuk ke kamar mandi di luar.

Ada notifikasi pesan masuk pada handphonenya di hamparan kasur dan selimut yang berantakan.

Memberi tampilan sekilas tanggal dalam area lock screen dengan angka 20 Juni 2023, juga nama seseorang dengan susunan kata 'Oliviaaaaa'.

Tangan Natha bergerak memutar ganggang pintu, benda penghalang itu tidak di kunci.

Sekilas membuat gadis itu teringat dengan kepingan ingatan keberadaan ibu depan pintu tadi malam, yang bersikeras mengetuk juga menyuruh Natha untuk membukanya.

Sayang jiwa dan hati Natha terlanjut tertusuk kekecewaan, dia tidak menyangka emosi ibu akan semembeludak itu, untuk pertama kalinya sang wanita parut baya tersebut melayangkan tangan kepada Natha.

Wajar gadis itu merasa begitu terkejut dan terpukul, lalu memilih mengurungkan diri seorang raga di kamar.

Sampai jam 07.05 keadaan rumah tetap kosong, hening tak berpenghuni, Natha tidak menemukan keberadaan ibu.

Dia pikir wanita itu yang sudah merapikan kamarnya yang berserakan usai diobrak-abrik tadi malam, juga memindahkan Natha ke atas kasur, padahal malam tadi tubuh ringkih itu masih bergulung di dalam tekukan tangisan dasar lantai.

Mengira jika ibu sudah memaafkan Natha, tapi bukti dengan hilangnya keberadaan sang orang tua satu-satunya dalam lingkungan rumah, membuat Natha berpindah sedih.

Dia menduga amarah ibu belum padam,

Wanita itu hanya merasa kasihan terhadap keberadaan kamar sang anak, yang telah menjadi korban pembongkaran brutal dirinya.

Makanya memilih untuk membenahi lingkungan itu, dan memindahkan Natha ke tempat tidur agar memudahkan kegiatan pembersihan.

Belum ada rasa maaf dari ibu, tentu perlawanan Natha tadi malam begitu menggores di hati sang wanita paru baya, untuk pertama kalinya gadis tersebut mengeluarkan kata-kata kelam.

Kalimat tentang respon ibu atas kelahiran dirinya dan sudah sejak lama ingin Natha tanyakan. Tapi tidak di sangka, akan menjadi sebuah pisau tajam di dalam perdebatan tadi malam.

Sekilas bola penglihatan Natha melirik payung bening, dengan tukai dan garis tulang warna hitam.

Benda satu-satunya yang tertinggal di sisi pintu, rupanya ibu sengaja meninggalkan payung itu untuk Natha, pikir sang gadis kala itu.

Tapi tetap seperti hari-hari kemarin, Natha memilih mengacuhkan dan tidak membawa pergi. Terlebih gejolak langit terlihat lebih jernih dan cerah dari minggu sebelumnya, bahkan mentari pagi sudah semangat menyingsing dari sisi timur.

Natha berangkat menggunakan hoodie coklat muda kebesaran, helaian baju itu dia temukan begitu saja di lemari. Hanya asal mengambil bersama tas Tote bag serupa di belahan bahu kanan.

Wusss...

Angin pagi bersemilir mengenai rambut Natha, bertiupan di sekitar poni depan, asik mengiringi langkah kakinya berjalan keluar gang.

Sejenak Natha bergidik merasakan hembusan. Cuaca di sana tidak mendung atau berangin, tapi tiba-tiba saja gelombang tak kasat penglihatan itu bertiupan di sekitar area wajahnya.

Tapi tidak memperdulikan, gadis itu terus berjalan santai menikmati pagi, dia baru tiba di muka gang, dekat halte bus di seberang jalan berada.

Namun baru saja kakinya menjejak, bus yang biasa Natha tumpangi membuat mata bulat gadis itu melebar cepat.

Alisnya berubah menjadi heran. Untuk pertama kalinya bus yang Natha gunakan sudah berada di depan halte, padahal tadi saat berangkat jam masih menunjukan pukul 07.10.

Bus transjakarta itu selalu lewat di jam 07.30, sementara sisanya 30 menit, perjalanan menuju Universitas Purna Witarma.

Tanpa pikir lagi Natha buru-buru mengejar bus di seberang, roda empat kendaraan itu hendak berputar, dia harus berteriak untuk menghentikan kendaraan.

Naasnya supir bus di depan tidak mendengar, riuh kota dan kendaraan terlalu ramai, suara kecil sang gadis bahkan tidak sebanding dengan irama ribut dari bus itu sendiri ketika berjalan.

Wajar kendaraan umum milik pemerintah tersebut tak kunjung berhenti, menenggelamkan suara melengking dari kerongkongan Natha.

Menyisakan pemandangan Natha yang terengah-engah, menatap buntut bus melaju atas jalanan. Raut Natha tak lepas, keringat mulai mengucur tipis-tipis, dadanya bergejolak menculik oksigen.

Baru kali ini Natha ketinggalan bus, padahal semasa sekolah atau kuliah gadis itu tidak pernah terlambat sekalipun.

Di hari normal ibu selalu membangunkan Natha lebih awal, jadi dia sempat bersiap juga sarapan dengan makanan yang masih ada.

Seraya berangkat pagi sebelum bus tiba, bahkan sesekali sempat menulis novel di sela waktu.

Deruan kendaraan besar roda empat tertuju membuat Natha mengeluh kesal dalam batin saat ini, dia pasrah karena kendaraan itu tak akan pernah berhenti jika sudah berangkat.

Hampir 12 tahun gadis itu menaiki kendaraan umum, tapi mereka tak akan pernah menunggu penumpang yang telat, mengingat penumpang lain juga ingin sampai tujuan mereka tepat waktu.

Jadi supir-supir bus itu harus adil, walau terkadang tak sampai hati membiarkan anak sekolahan di tinggalnya seperti Natha sekarang dari spion bus.

Cittt!!!!

Raga Natha yang hendak berbalik tiba-tiba terjeda, bulu kuduknya menegang, dia melotot untuk sesaat.

Tampaknya hari ini kesialan sekaligus keberuntungan gadis itu, rem bus berdecit, memberi klakson kalau dia berhenti untuk menunggu Natha.

Telinga sang gadis lantas berdiri mendengarnya, cepat rasa kesalnya beralih senyum sumringah sambil berlari menyusul masuk ke bus di depan.

Natha berderu mengatur nafas ketika naik, dia memandangi penumpang jejeran lain dalam perut bus, bermaksud untuk meminta maaf jika ada dari mereka yang marah karena harus berhenti sebentar menunggu Natha.

Namun dugaan gadis itu tidak seusai ekspetasi, tidak ada dari mereka yang masam atau mengeluh saat Natha naik.

Malah tebaran raut datar yang Natha temukan, penumpang-penumpang di sana seakan tak acuh.

Ada yang sibuk memainkan gawai di kursi, berdiri termenung memandangi jalan, bercanda atau mengobrol dengan orang-orang yang berada di sebelah mereka.

Aneh padahal sewajarnya mereka akan protes takut jadwal masing-masing akan terlambat karena menunggu orang yang tertinggal.

Supir juga menegur Natha sejenak, untuk menanyakan apakah gadis itu sudah naik dan berdiri dengan benar.

Tidak terlihat mengomel atau memarahi si anak sekolah, padahal rutenya sedikit terjeda dengan keterlambatan gadis itu.

" Hei nak, lain kali jangan terlambat. Kamu bisa di hukum kalau sampai di sekolah nanti. " Seorang wanita tua berbicara, dia duduk di kursi tunggal depan Natha.

Mengejutkan kesadaran gadis itu dari pikiran diri sendiri. Ia melirik Natha yang ternyata berdiri tepat di samping sang wanita berumur, sambil memegangi standees dari langit-langit bus.

Semua tempat duduk penuh seperti biasa, makanya Natha berdiri dan kebetulan berada di dekat nenek tersebut.

Hormon terkejut bergejolak sejenak di sekitaran mimik Natha, dia kikuk sekaligus bingung, wanita itu berbicara kepada siapa, dia atau ada orang lain di sana dalam batin gadis itu.

Baru ingin menyahut bibir Natha malah berubah kelu, terasa berat untuk terbuka, bahkan tak mampu bergejolak sedikitpun.

Alis Natha reflek menyatu menyadari mulutnya yang tiba-tiba terkunci kuat seolah terpaku perekat.

" Nenek ngomong sama kamu. " Wajah wanita itu serong melirik Natha. Sekilas menebar senyuman, dia tau jika Natha kebingungan. " Berhati-hatilah. Dunia ini ngga mudah.

Kamu harus kuat sendiri untuk berdiri. Juga memilih untuk memulai.

Semua itu dari diri kamu sendiri. " Tatapan wanita tua depan Natha lekat, dia mengamati kedua mata sang gadis secara serius.

Tapi Natha hanya berterus diam menyaksikan, dia bingung mencerna perkataan wanita tua yang tak di kenal sisi depannya.

Belum mengerti apa maksud dan tujuan wanita itu tiba-tiba menuturkan kalimat ambigu, membuat insting-insting Natha berhamburan diam.

Tidak ada niatan untuk merespon atau membalas, hanya memberi tanggapan mata yang menelisik bungkam dua penglihatan sang nenek berumur.

Larut dalam keributan jalanan kota Jakarta yang ramai, padat tumpah dengan klakson-klakson pengendara tak mau kalah di bahu-bahu jalan.

Beberapa kendaraan di luar kaca saling memberi terompet waspada, berebut untuk mendapat jalur jalan, menyelip tak mau kalah. Yang terpenting mereka bisa duluan tanpa rasa iba dan santun.

Akibatnya ada beberapa kendaraan mini roda empat yang terjeda, macet karena selalu di rebut jalurnya oleh motor, menjadi salah satu faktor mengapa bisa timbulnya kemacetan di arus kota metropolitan ini, selain kepadatan manusia yang terus membeludak.

Natha terus berlalu diam sepanjang rute, sebenarnya juga begitu di hari lain, jalanan menuju universitasnya sebentar lagi sampai, mungkin akan turun di halte kedua setelah tempat persinggahan ini.

Tapi rem bus sudah bersuara nyaring, berhenti di pangkalan mini pertama dari halte rumah Natha sebelumnya.

Ada anak-anak sekolahan yang akan turun di halte tersebut, sempat memberi tontonan di penglihatan Natha dari kaca bening bus.

Nenek depannya ikut berlalu turun di persinggahan sana, melewati Natha dengan tumpukan anak sekolahan, membuat Natha hanya bisa menatap sekilas ketika lewat.

Merasa kursi kosong nenek tadi akan menjadi tempat duduk sementara untuk dirinya, sampai bus ini singgah di halte tujuan dia.

Baru kepingan-kepingan benak Natha berharap, jenjang kaki gadis itu malah bergerak lawan akal sehat sendiri. Natha justru ikut berjalan turun di halte ini, juga membayar di pintu masuk bus.

Menyisakan pemandangan bus yang melaju lanjut, membuat Natha panik meneriaki bus agar tidak meninggalkan dirinya dalam gejolak batin.

Halte ini salah, Natha tak seharusnya turun di hamparan tak di kenal, Universitas yang dia tuju masih jauh ujung rute.

Tapi mengapa dirinya malah berjalan turun mengikuti. Nenek tadi memandangi Natha dari gelimpangan jarak, dia hening untuk sesaat, lalu akhirnya lanjut berjalan pergi tanpa reaksi untuk membantu atau memberi tahu Kecil-kecil hanya kepanikan Natha yang tertinggal.

Akal sehatnya bergelud sendiri dalam pikiran, menyangkal tindakan tubuh yang baru saja di lakukan. Sejak berangkat tadi, banyak hal yang seolah tidak benar, tubuh dan reaksi Natha terus berlakon tidak sesuai pikiran.

Termasuk keputusan bodohnya masa ini, yang malah turun di halte salah.

Manik-manik penglihatan Natha mengamati situasi sekitar, banyak insan yang berlalu di sampingnya, anak berseragam sekolah.

Asik tertawa, bercanda, dan mulai berjalan ke rute yang sama. Salah seorang di antara berjenis kelamin pria, surai hitam belah tengah memberi manifestasi pertama, dengan tubuh tinggi dan tegap.

Natha sekedar memandangi sejurus, tapi aksi tubuhnya seolah bertentangan, dia justru mulai berlalu ikut jalan di belakang.

Hanyut dalam kumpulan anak-anak sekolahan, raganya berlawanan dengan arah tujuan Universitar Purna Witarma.

" Gue kenapa! Kenapa malah jalan ke sini? Tubuh gue kenapa ngga bisa digerakin sesuai kemauan! Universitas Purna Witarma ada di sebalik arah ini! Ngga-ngga! Ini ngga bener, gue pasti gila atau berkhayal!? Ah, gue yakin, ini pasti cuma mimpi. Ini mimpikan! " Natha terus berteriak di cekungan batin.

Bertanya besar akan tindakan tubuhnya detik ini. Belum lagi tumpukan kenyataan biras-biras bibir munggilnya yang seolah merekat atas bawah, tidak bisa digunakan untuk berbicara.

Langkah Natha tak berakhir begitu saja, lagi membuat mata sang empunya membelalak hebat, tubuh gadis itu sudah berdiri tegap depan gerbang, membawanya tanpa sadar sampai di sebuah tempat.

Tengah jalan basar yang menyajikan pemandangan gedung raksasa berwarna indianred, dengan campuran cat putih padu coklat pada tangga dan dinding-dinding sekitar.

Telapak Kaki Natha terus melangkah semakin dalam, membawanya masuk melewati gerbang ternganga di tengah himpitan pagar tinggi yang menjulang.

Bersatu di antara kumpulan siswa-siswi, sampai akhirnya berhenti tegak di halaman utama tengah muka gedung.

Sempat ada satpam yang mau memberhentikan kehadiran Natha, gadis itu jelas mencolok dari kolom kumpulan lain, usai pakaian biasa dan bukannya seragam yang terlekat di raga munggil sang gadis.

Namun salah satu patner penjaga itu menggeleng, berkata tanpa kalimat untuk membiarkan Natha tetap masuk.

Sukma Natha bergetar hebat selepas sadar, dia terperangah dengan lingkungan yang tapak kakinya pijak.

Tempat pendidikan ini adalah salah satu Sekolah Menengah Atas di Kota Maju Jakarta, namun hanya menjadi satu-satunya tingkatan pembelajaran yang mahal, disiplin, juga ternama di bukit saingan.

Gedung terjelma mewah, lengkap dengan fasilitas modern penunjang belajar, akreditas A di nilai 100 sempurna. Jaminan lulusan terbaik, banyak predikat yang membuktikan keunggulan sekolah ini.

Siswa-siswi lulusannya terpercaya memiliki kemampuan bercabang, multitalenta juga berkualitas kelas tinggi.

Wajar sekolah pujaan ini menjadi pilihan favorit siswa-siswi untuk melanjutkan bangku Sekolah Menengah Atas.

Termasuk para orang tua yang berpikiran cemerlang, yang ingin anaknya menjadi terpelajar juga berpendidikan yang baik pada tempat terpercaya.

Kemunculan beberapa siswa ikut memprovokasi bangunan tersebut guna menjadi tersohor, banyak anak pejabat, anak artis, atau bahkan dari kalangan anak pengusaha kaya raya di bumi Jakarta yang rata-rata bersekolah di sana.

Sehingga hampir semua siswa mengakui bahwa sekolah ini sebagai tempat berkumpulnya manusia good looking dan good rekening.

Siswa-siswi di sekitar saling memandangi satu keberadaan Natha, mereka memakai seragam abu-abu paduan putih, dengan lipatan rok pendek semampai paha, jas abu tebal menjadi pengiring bungkus luas.

Berpasang seragam siswa dengan asimilasi celana kain panjang, dan warna senada, tapi versi laki-laki.

Di area samping bagian depan, ada papan agung bentuk kotak, berisi tulisan nama dari sekolah tersebut, dicampurkan rumput dan pohon di halaman yang tertata rapi secara aesthetic.

Hanya sekolah itu yang memberikan seragam elit bahan tebal, juga ciri khas dan berwarna. Kontras jauh dari sekolahan lain pada umumnya.

Termasuk gedung mewah dan elit, menjulang tinggi dengan luas melimpah lebar di sekitaran area. Melancarkan sari-sari otak Natha, untuk mengetahui jika kawasan ini adalah pusat utama Sekolah Menengah Atas Jaya Pura.

" Ini SMA Jaya Pura?! "

^^^Jumat, 17 Juli 2023 (19.11)^^^

Byurr!!!

Angin malam berseru kencang, hujan di luar gedung deras. Ada sesekali gemuruh bersuara marah.

Suasana di sana gelap gulita, sejenak hanya mengandalkan cahaya rembulan yang redup di tutupi awan, atau kilatan petir yang lintas-lintas.

Tidak membias baik menyinari keadaan dua gadis dalam tempat sunyi tertutup lengang. Air di genangan kolam petak raksasa tengah gedung bergelombang, mengayun di dalam kawah bening.

Tampak lantai putih paling dasar menjadi pantulan kecil rona-rona lampu luar. Salah satu gadis berjalan terpatah-patah mundur di dekat air, matanya memerah penuh genangan.

Ada tetesan air yang bergulir terus melembabkan dua pipinya.

" Kenapa lu ngelakuin ini!? Jalan yang lu pilih salah, lu ngga seharusnya jadi kaya gini! " Seorang gadis lain bersuara.

Matanya merah menggenang, sebuah buku tebal di genggaman tangan kanan menjadi hiasan penampilan, dengan tambahan aksesoris gelang putih berbuahkan kupu-kupu melingkar di pergelangannya.

Dia tampak marah menatap lekat muka gadis yang berada di dekat bibir kolam.

Gadis yang tersudut di awal terdiam telak, dia menaikan kepala dari menunduk. Ada tatapan tajam di sorot matanya yang berubah, dan sekelebat asal mengelap kedua pipi mulusnya yang basah.

" Ngga! Pilihan aku benar, aku ngga salah buat ngerubah semuanya. " Kalimat itu terpilin yakin penuh percaya diri.

Merubah alis gadis yang memegang buku semula, dia mengerucut heran mengapa insan di depannya begitu teguh dah masih bisa menyahut dalam ekspresi keyakinan penuh.

" Lu bercanda? Novel ini ngga akan bisa di ubah. Semua alur dan tokoh udah di tentukan sama penulis. Apa yang lu lakuin hanya akan menyakiti tokoh lain. "

Dia menaikan gemas buku yang di pegang. Ada sebiji buliran air mata yang jatuh. Penuh kekecewaan dan rasa lelah. " Kita emang udah di takdirkan jadi tokoh utama dan figuran. Ngga akan ada yang berubah, tolonglah hentikan keegoisan ini. "

Terlihat cekungan penglihatan gadis itu berkaca-kaca, banyak kesedihan yang dia pandangi. Juga harapan besar menatap mata gadis yang berada di mukanya.

Tapi gadis yang di dekat kolam tak merespon, dia menyeringai untuk sesaat, setelah gelombang-gelombang suara putus asa dari insan di depan terdengar di gendang telinganya.

" Ngga ada yang tersakiti selain kamu. " Bibir-bibirnya berdecak penuh kemenangan.

" Maksud lu? " Menciptakan aliran-aliran yang semakin memuncak tak percaya oleh gadis bergelangkan kupu-kupu putih. Sangat menghujam keras arti perkataan gadis di mukanya itu.

Gadis yang bersurai lurus panjang tiba-tiba saja melangkah lebih dekat, menenggelamkan bibirnya dekat daun telinga sosok gadis pembawa buku di depan.

Dia berbisik penuh kelembutan. " Semua akan bisa terwujud kalau tokoh utamanya... mati.... " Desisnya bergelombang di gendang telinga gadis depan.

Menciptakan gelak tak percaya pada hamparan wajah gadis pembawa buku. Dia sungguh tidak menyangka jika wanita di tepian kolam tersebut akan mengatakan hal menukik sedemikian rupa.

Terlihat netra-netranya mulai bergejolak nanar. Tapi dalam sekelibat detik gadis yang tidak membawa buku itu sudah lebih dahulu menarik lengan insan yang memakai gelang sisi depan, membawanya terjun bebas ke dataran kolam bersama, dengan sejuta tindakan yang tak terduga.

Menghantam dataran air di bawah derasnya rintik hujan permukaan luar, bertumpah kilatan-kilatan petir yang bergejolak.

Gelombang air bertebaran keluar bibir kolam, bergaduh karena isi genangan tengahnya. Mereka tercebur di atas cengkungan kotak air sedalam 4 meter.

Buku yang di pegang gadis yang di tarik tadi ikut terjatuh, bergulat dengan pemiliknya yang berusaha untuk naik.

Gadis yang memegang buku tersebut mati-matian mencari nafas, dia tidak bisa berenang, berusaha muncul naik ketika gadis yang bersurai hitam tadi justru menarik kuat kakinya untuk tertelan lautan air bersama.

Gadis bersurai hitam tersenyum di dalam kolam, mereka hampir tenggelam seiring ke dasar air.

Tapi di akhir nyatanya hanya gadis yang memakai gelang tersebut yang tertelan dan tenggelam, gadis malang itu telah kehabisan tenaga dan upaya.

Beralih melirik sesaat wajah gadis yang menariknya semula di atas permukaan, gadis bersurai hitam itu lebih mahir untuk menggoyangkan kaki tengah air, dan mampu menyelamatkan diri sendiri di tengah situasi terakhir.

Malam itu ada benda yang jatuh ke dalam dasar kolam, berisikan sebuah buku di ambang permukaan bersama raga seseorang di lantai dasar, dengan hanyutan kancing berwarna hitam dan tepian silver di sekeliling bulatannya.

Bibir gadis yang tenggelam bergerak, dia ingin mengatakan suatu kata di perih kedipan terakhir. Tampaknya sebuah kalimat yang mendalam.

Tulisan di lembaran yang ternyata berupa novel terombang-ambing memudar, mulai hilang satu persatu kata sampai kosong.

Terus meributkan gemuruh hujan, terasa sunyi di keheningan malam, hingga gelombang di kolam akhirnya padam.

...~Bersambung~...

1
psyche
Terasa begitu hidup
Axelle Farandzio
Aku nunggu update terbaru setiap harinya, semangat terus author!
print: (Hello World)
Gak sabar buat lanjut!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!