NovelToon NovelToon
Petals Of Greedy

Petals Of Greedy

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Perperangan / Masalah Pertumbuhan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fadly Abdul f

Ini merupakan cerita kelanjutan, pelengkap ending untuk cerita Pelahap Tangisan dan baca cerita pertamanya sebelum cerita ini.

Di sebuah kota terdapat seorang gadis, dia dikaruniai keluarga beserta kekasih dan hidup selayaknya gadis remaja. Hidupnya berubah drastis dikarenakan kekasihnya meninggal sewaktu tengah bekerja, disebabkan itu Widia sangatlah terpukul akan apa yang terjadi dan tidak sanggup menerimanya. Dalam keadaan kehilangan arah, tiba-tiba saja boneka yang diberikan kekasihnya hidup dan memberitahu jikalau jiwa kekasihnya masih bisa tinggal di dunia.

Dengan harapan itu, Widia memulai perjalanan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Akankah Widia mampu mengembalikan nyawa kekasihnya? Yuk! Ikuti petualangan Widia untuk merebut kembali sang pujaan hatinya. Tetap ikuti dan dukung cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fadly Abdul f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

04

Bab 04 Bunga Keserakahan

Widia membuka pintu ruangan dan menjenguk pacarnya yang masih belum sadarkan diri. Adiira masih terlelap tanpa menunjukkan tanda-tanda dia bakal bangun. Yang dilakukan Widia, setiap kali datang menatapnya sembari memainkan jari-jari kekasihnya dan menyanyikan sebuah lagu. Lagu yang dimana telah menjadi favorit kekasihnya.

Hingga sore hari mulai kelihatan, gadis ini bersiap segera pulang sebelum malam.

"Ah, benar juga..."

Pot bunga samping ranjang pasien sudah layu. Tiap lima hari sekali, Widia akan selalu menggantinya dengan bunga baru yang dirawat Adii di halaman rumahnya, tapi sayang bunga-bunga itu mati meskipun Widia berusaha sebaik mungkin untuk merawat mereka, selalu saja mati.

Sebelum pulang Widia mengelus-elus rambut kekasihnya dan mengecup pipinya. Laki-laki ini selalu merayu-rayu, tetapi ketika ditanggapi dia 'kan senantiasa menjawab dengan salah tingkah dan malu-malu. Seperti selalu akan percaya diri menerjang lawan, sayangnya.. lupa bertahan.

Dia selalu menggodanya dan ketika dibalas, dia sungguh lupa mengenai balas membalas. Mengenang itu Widia mengembangkan bibirnya mengecap perasaan manis.

"... aku bakal nanti kamu, mau sedekade maupun puluhan tahun juga," bisik Widia samping telinganya.

Gadis ini amat merasa enggan untuk pergi, dia menoleh ke samping menemukan perawat berdiri dan mengintip mereka dari celah-celah tirai. Dia menunggu hingga Widia selesai berpamitan. Membuat sesegera mungkin mengakhiri lawatan beserta pulang bersama pilu di hati.

Menggunakan tenaga yang lemah Widia membuka pintu mobil bersusah payah, dia duduk bersandar samping adiknya yang melihatnya terus-menerus mengembuskan napas. Widia merasa kelelahan secara mental. Dia memutuskan mengatupkan kelopak mata, tidur sebentar.

Walaupun berusaha mengistirahatkan dirinya. Dia segera membuka mata lagi, menemukan sebuah dunia yang berbeda dan Adii berada di dalamnya. Mimpi yang dapat dikendalikan semaunya. Berbeda dengan lucid dream yang dialami orang-orang, pengalaman orang-orang pada internet dan dirinya sangatlah berbeda bahkan tak sama.

"Kamu bisa nggak duduk diem, Dii?" Tanya Widia.

Merangkul dan duduk pada pangkuannya, jari-jemari dua orang ini saling bertaut. Namun, tidak ada perasaan maupun simpati mengalir dalam kontak itu. Widia mulai merasa muak. Dia berdecak kesal, beranjak dari tempat duduk istimewanya dan Adii meredup seperti sebuah efek editan video yang memudar secara perlahan-lahan.

"Kupikir ini yang akan dirasakan seorang pencipta dunia, kalau dia seorang mahkluk sosial?" Widia mengangkat tangan setinggi dada sembari mengernyitkan keningnya memerintah, "datangkan hujan dan hapus separuh dunia."

Beberapa detik kemudian perintahnya dipenuhi, biarpun Widia perkataannya kurang spesifik dan hujan badai disertai petir serta angin topan tercipta. Menatap langit dalam hampa, Widia tidak mengetahui separuh dunia terhapus atau tidak, dia enggan mengambil resiko yang seperti menghapus secara keseluruhan permukaannya.

Sungguh berhenti untuk memahami dan memanfaatkan mimpi, dia berjalan-jalan di sekitaran komplek perumahan mendapati sebuah perbedaan. Dengan satu perintah saja mimpi ini bisa menghilang. Widia memulai penasarannya, dia mendapati salinan dirinya ada di beberapa tempat yang berkesan ketika mereka kencan.

"Dia berharap aku melakukan ini, ingin dia melakukan itu padaku. Kurasa..." tiba-tiba perkataan Widia terhenti mendapati salah satu salinannya beraga dengan aneh. Dengan merona merah Widia tergagap bergumam, "i-ini tidak aneh semua laki-laki normal pasti berpikiran kotor."

Seketika gadis ini terpikirkan suatu ide, dia menjentikkan jari dan muncul salinan Adiira, kekasihnya itu berdiri menantikan perintah penciptanya selayaknya boneka yang diadakan hanya untuk tuannya. Dia membayangkan Adii yang menahan diri dan sok polos berperilaku ganas.

"Ulang apa yang Dii lakukan dengan salinanku, reka ulang adegan itu!" Titah Widia menunjuk-nunjuk salinan itu.

Tidak lama mereka mulai melakukan perintah Widia. Tapi dia tidak menduga permintaannya terwujud, tidak lama dengan kekecewaan Widia menarik napas, mereka cuma berpelukan dan Adii memperlakukannya selayaknya sebuah guling. 'Ntah mengapa Widia merasakan kecewa.

Mengesampingkan itu semua Widia merasa bingung, dia itu siapa. Kekasihnya memiliki kemampuan diatas pemahaman manusia. Berminggu-minggu sudah dia cari cara membangunkan kekasihnya di dunia ini, tapi dia tidak menemukan hasil selain suatu petunjuk yang indah.

Dia mengayunkan kedua kakinya hingga beberapa menit dan memasuki kota tetangga, seharusnya wilayah ini merupakan tempat yang padat akan penduduk dan bangunan-bangunan megah. Malahan seisi wilayah yang luas dijadikan sebagai hamparan bunga, dia berjalan menuju pusat atau tengah-tengah padang bunga luas ini.

"... sebetulnya apa itu?"

Bukan satu dua kali dia bermimpi kekasihnya bertarung melawan makhluk-makhluk yang menyimpang dari seharusnya, bahkan satu monster di dongeng-dongeng juga dilawannya. Hanya tempat itu saja yang tidak bisa diakses oleh Widia, tapi dari jauh juga kelihatan, ada berbagai senjata dari pedang sampai senapan modern.

Widia memejamkan mata dan menemukan bahwa ayah sedang mencoba membangunkannya, dia menguap merasai lelahnya kini tak berkurang justru makin berasa rasanya. Bersama kelelahan Widia melemparkan tubuh menuju ranjang, dia membuang napas dan langsung berguling-guling di kamarnya memikirkan dunia mimpi.

"Diia..."

"Eeeh...?!"

Widia tersentak menangkap sebuah seruan. Reflek Widia mengitari ruangan, tidak menemukan sumber suara, bibirnya mengembang dengan masam. Dia memegangi pelipis kepala merasa telah berhalusinasi, sebuah suara mirip Adii memanggil dengan suara lumayan menggema.

"... Diia..."

Bulu kuduk berdiri dan badannya menggigil menemukan bahwa suara itu bukan imajinasinya, dia menilik seruan lebih teliti kemudian menoleh sumber suara. Tanpa tahu suara apa itu, Widia menelan ludah seraya memegangi kenop pintu dan membuka lemari. Tidak ada apa-apa selain baju beserta benda-benda pemberian kekasihnya.

Ketika Widia dilanda kebingungan, seketika dia memekik keras mendapati boneka buatan kekasihnya berdiri seperti seseorang yang lemas berusaha bertumpu pada kedua kaki dan lengannya. Gadis ini segera panik meraih pisau di balik pergelangan tangan, dia membalik cengkeraman tangan dan fokus mengamati gerakannya.

"Ini apaan, dah. Nih boneka lagi terseok-seok kema---!"

"Widia, ada apa?!" Teriak seseorang.

Pintu terbanting keras memperlihatkan ayah berkeringat masuk. Seketika dia mendapat sambutan tak terduga. Widia menggeser kaki, merubah cara memegang pisau, menekan ujung pisau diantara tiga jarinya dan melemparkan senjata itu kepada pria yang baru masuk.

Beruntungnya pria itu berjaya menghindar dengan cara berjongkok, dia berdiri dan menyadari pisau yang memelesat barusan sudah tertancap dalam di tembok dibelakangnya. Dia kembali menaruh perhatiannya kepada Widia, usai melempar senjata, putrinya dengan penuh kesadaran mengabaikan orang yang diserangnya.

Malahan dia mengambil sebuah buku dari tasnya, dalam keheranan ayah tercengang begitu putrinya membuka buku hariannya dan menghunuskan pisau kecil. Seketika saja pandangan mata pria paruh baya ini segera kosong.

"Putriku udah tak waras usai kehilangan Adiira, sekarang kakeknya mengajari dia teknik menggunakan pisau, mentang-mentang ia mantan veteran mengajari putriku hal-hal ginian!?" Batin pria itu menggelegar didalam hati.

Pria ini mengikuti mata Widia kemudian dia terperangah berjumpa boneka hidup. Dia mengingat saat-saat tahun lalu calon menantunya memberi hadiah kepada putrinya, jelas-jelas itu sebatas kain yang diisi busa sebagaimana boneka biasa tapi jelas sekali benda itu tengah bergerak.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!