Hubungan manis antara Nisa dan Arman hancur akibat sebuah kesalahpahaman semata. Arman menuduh Nisa mewarisi sifat ibunya yang berprofesi sebagai pelacur.
Puncaknya setelah Nisa mengalami kecelakaan dan kehilangan calon buah hati mereka. Demi cintanya untuk Arman, Nisa rela dimadu. Sayangnya Arman menginginkan sebuah perceraian.
Sanggupkah Nisa hidup tanpa Arman? Lantas, berhasilkah Abiyyu mengejar cinta Nisa yang namanya selalu ia sebut dalam setiap doanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaisar Biru Perak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Selingkuh
Setengah tahun kemudian.
Pagi itu Nisa pergi ke rumah sakit. Dia datang untuk mengambil hasil test DNA dari bayi yang dia kandung.
Sesekali, matanya yang jernih melirik ke arah ibu hamil yang berjalan di depannya. Tidak sendirian, ibu hamil itu tampak bahagia karena ditemani suaminya.
"Ya Allah, bolehkah aku iri?" Nisa mengusap perutnya yang semakin besar. "Aku juga ingin ditemani Mas Arman."
Tentu saja Nisa iri. Jangankan ditemani Arman, yang ada Arman malah memintanya menggugurkan buah cinta mereka.
"Sayang, yang sabar ya, Nak?" Wanita berwajah sendu itu menundukkan kepalanya. "Sekarang papi memang acuh. Tapi papi pasti akan sangat menyayangimu setelah dia melihat hasilnya nanti."
Entah mengerti pembicaraan ibunya atau ingin menghibur ibunya, tapi yang jelas bayi berjenis kelamin laki-laki itu melakukan gerakan aktif di dalam perut. Nisa bahkan sedikit kewalahan dibuatnya. "Ada apa, sayang? Kamu pasti sudah tidak sabar ingin bertemu papi, kan?"
"Ibu Althafunnisa!" panggil seorang perawat.
Beberapa saat menunggu, akhirnya tiba Nisa di panggil. Melihat Nisa kesusahan, seorang perawat pun membantunya berdiri. "Mari, saya bantu, Bu!"
"Terimakasih!" kata Nisa.
Nisa pun masuk ke dalam. Berbincang sebentar dengan dokter sebelum menerima hasil tes DNA antara Arman dan anaknya.
Tentu saja hasilnya positif karena anak itu memang anak Arman. "Setelah melihat ini kamu pasti percaya kan, Mas?" gumam Nisa.
Calon ibu itu tak kuasa menahan haru. Sudah berbulan-bulan sejak dirinya dinyatakan hamil, selama itu pula Arman mengabaikannya.
Pria itu benar-benar berubah. Jarang pulang, tak pernah memberi kabar bahkan uang nafkah pun tak pernah dia berikan.
Pria itu juga pindah tempat kerja sehingga Nisa tidak tahu harus mencarinya kemana. Untuk bertahan hidup, Nisa menggunakan tabungan pribadinya.
Selain itu, dia juga membuat kue untuk dijual. Sangat sederhana dan kadang kurang, tapi Nisa sangat bersyukur.
Mirisnya, saat Nisa datang ke rumah Widuri dan menanyakan keberadaan Arman, wanita itu selalu menjawab tidak tahu. Bahkan mengusirnya dan menyumpahi agar anaknya mati.
Beruntung salah satu kenalan sempat melihat Arman dan dia memberikan alamat kantornya pekan lalu. Alasan Nisa belum menemui Arman sampai sekarang adalah menunggu sampai hasil test DNA itu keluar.
"Aku harus segera menemuinya dan memberikan ini." Dengan hati berbunga-bunga Nisa pun pergi ke kantor baru Arman.
Sebuah persiapan kecil dia lakukan. Merapikan dandanannya, tak lupa membeli makanan favorit Arman dari uang simpanan yang jumlahnya tak seberapa.
Sepanjang jalan, Nisa terus membayangkan hal-hal indah. Membayangkan Arman meminta maaf dan memeluknya, lalu menyentuh perutnya dan menyapa calon anak mereka untuk yang pertama kali.
Yah, Nisa hanya berharap Arman melakukan hal sederhana itu.
"Besar sekali!" gumam Nisa begitu turun dari mobil. Maklum, kantor Arman yang sekarang jauh lebih besar dari kantor sebelumnya.
Nisa pun menghampiri satpam. Menyampaikan tujuan dan maksud kedatangannya. "Pak, Pak Armannya ada?"
"Maaf, Anda siapa?" tanya satpam dengan sopan.
"Saya istrinya," jawab Nisa.
"Anda istrinya Pak Arman?" tanya satpam yang lain.
Nisa mengangguk, sementara dua satpam berusia setengah abad itu saling bertukar pandangan.
"Maaf, Bu! Tapi Pak Arman sedang keluar." Satpam itu tersenyum canggung. "Pak Arman sedang keluar dan kami tidak tahu kapan beliau kembali," lanjut yang lain.
"Tidak apa-apa, saya bisa menunggu!" Nisa pun menunggu Arman.
Satu jam berlalu, tapi Arman tak kunjung datang. Bahkan, sampai matahari condong ke barat.
Karena sepertinya kantor akan tutup, Nisa pun memutuskan untuk pulang. Meninggalkan kantor itu dengan langkah kaki yang letih.
Tapi, langkahnya terhenti begitu melihat sebuah mobil mewah melintas dan parkir tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Mas Arman?"
Nisa tersenyum lebar. Senang dengan pencapaian suaminya yang sekarang. Pria itu sudah memiliki mobil sendiri, mengenakan pakaian mahal dan semakin tampan.
Menurut informasi yang dia dapat dari satpam yang sesekali menemaninya ngobrol tadi, Arman bahkan memiliki jabatan yang tinggi. Sayangnya, senyum Nisa yang merekah pudar begitu melihat Arman tidak datang sendirian.
Pria itu berlari kecil, lalu membuka pintu yang lain. Saai itulah Nisa melihat sesosok wanita yang sangat Nisa kenal. Wanita itu adalah wanita yang meminta Nisa mengganti sprei di hotel malam itu.
"Sandra?" Nisa terperanjat. "Kenapa dia bersama Mas Arman?"
Wanita itu menggandeng tangan Arman dengan mesra. Arman pun tak ragu menunjukkan kemesraannya. "Sayang, ayo!"
"T-tunggu!" Rantang berisi makanan di tangan Nisa pun jatuh. "Aku pasti salah lihat."
Saat itulah akhirnya Arman menyadari keberadaan Nisa. Pria itu sepertinya kesal begitu melihat Nisa dari kejauhan.
"Sayang, aku ada urusan sebentar." Arman mencium kening Sandra. Kamu masuk duluan, ya?"
"Jangan lama-lama!" kata Sandra.
Arman mengangguk, sementara Sandra bergegas masuk. Setelah Sandra hilang dari pandangan, barulah Arman menghampiri Nisa.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Pria itu menarik Nisa ke mobil dengan kasar. Sangat berbeda dengan caranya memperlakukan Sandra barusan.
Pria itu marah. Tapi Nisa sedang tidak ingin menjawab pertanyaan Arman. Apa Arman sudah buta, kenapa dia bertanya padanya apa tujuannya datang kemari sementara dia melihat rantang yang jatuh.
Apa Arman sudah tidak lupa bahwa mereka adalah sepasang suami istri yang tengah menantikan kelahiran anak pertama mereka?
"Siapa dia, Mas?" Nisa hampir menangis. "Kenapa kamu mencium perempuan selain istri kamu?"
Kesal, Nisa memukul Arman beberapa kali dan Arman membiarkannya.
"Jawab, Mas!" Suara Nisa semakin parau, dibarengi dengan air mata yang mulai jatuh.
Perlahan pukulannya semakin melemah sampai akhirnya berhenti total. Tepatnya saat Arman menjawab siapa Sandra. "Dia kekasihku!"
"Apa?" Nisa memelotot. "Kekasih?"
Ibu hamil itu tertawa seperti orang gila. Menertawakan nasibnya yang menyedihkan. "Bohong. Kamu pasti bohong!"
"Aku tidak bohong." Arman menatap Nusa dengan wajah serius. "Aku akan segera menikahinya."
"Apa kurangnya aku, Mas? Aku sedang hamil anakmu. Kenapa kamu tega melakukan ini padaku?" protes Nisa.
"Kurangnya kamu?" Arman tersenyum seolah mengejek. "Kamu putri pelacur dan kamu menjual tubuhmu pada pria hidung belang. Apa kamu sudah lupa itu semua, Nis?"
Tanpa rasa bersalah Arman mengorek kembali luka lama itu. Mengatakan satu persatu apa kekurangan Nisa.
"Aku memang anak pelacur tapi aku bukan pelacur." Nisa meremas gamisnya. "Anak ini bukan anak pria hidung belang, tapi anak kamu, anak kita!"
Nisa pun menyerahkan hasil test DNA nya pada Arman. Tapi pria itu tidak tertarik untuk melihatnya. "Apa kamu tuli? Berapa kali aku harus mengatakan agar kamu mengerti. Gugurkan anak itu, Nisa!"
"Aku tidak mau!" tolak Nisa.
Wanita itu berteriak. Menolak mentah-mentah permintaan Arman. Dan itu membuat Arman sangat marah.
"Tidak mau?" Arman benar-benar marah sekarang. "Kalau begitu biar aku mengantarmu menggugurkan bayi itu."
Karena Nisa tidak ingin menggugurkan janin itu, Arman pun memutuskan untuk membawanya ke tempat praktik ilegal untuk melakukan aborsi saat itu juga.
"Apa yang kamu lakukan. Kamu mau membawaku kemana, Mas?" tanya Nisa.
Arman memegangi tangan Nisa dengan tangan kirinya agar tidak kabur. Sementara tangan kanannya sibuk dengan kemudi. Dan di bawah sana dua kakinya sibuk bermain-main dengan pedal.
Melihat itu Nisa sudah biasa. Yang tidak biasa adalah saat Arman melirik perutnya dan berkata pelan, "Masih ada waktu untuk mengaborsi anak haram itu!"
Secara refleks, Nisa pun berontak. Ingin melepaskan diri dari suaminya yang tak manusiawi. Tapi akibat perbuatannya, Nisa harus membayar dengan mahal karena mobil yang mereka kendarai kehilangan kendali hingga mengalami kecelakaan yang cukup parah.
Nisa tidak ingat jelas apa yang terjadi. Tapi yang jelas dia merasakan sakit luar setelah mengalami benturan keras di perutnya.
***