NovelToon NovelToon
Dunia Itu Sempit

Dunia Itu Sempit

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter Genius
Popularitas:42.8k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Lima tahun lalu mereka menikah, lima tahun lalu mereka juga bercerai. Divi Taslim, pria itu tidak tahu ibunya telah menekan istrinya–Shanum Azizah meninggalkannya. Kepergian wanita itu meninggalkan luka di hati Divi.

Ternyata, dunia begitu sempit, mereka kembali bertemu setelah lima tahun lamanya. Bukan hanya sekedar bertemu, mereka partner kerja di salah satu rumah sakit.

Bagaimana ceritanya? Mari ke DIS!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dunia Terasa Sempit?

💐💐💐

Shanum melangkah mundur dengan mata waspada menatap wajah Divi dengan perasaan tidak nyaman yang menghantuinya setelah melihat senyuman sumringah pria itu. Shanum memutar tubuh membelakangi Divi dan memegang handle pintu, hendak membukanya. Tapi, Divi meraih pergelangan tangannya, menahannya. 

"Berhenti!" tahan Divi.

Shanum menarik napas dalam dan memutar tubuh ke belakang dengan menunjukkan senyuman menghadap ke arah Divi karena tidak ingin ditindas oleh sikap pria itu. 

"Untuk apa aku menghindar dokter Divi? Semua yang terjadi adalah masa lalu. Tolong bersikap lebih dewasa dan profesional," tegas Shanum dengan tenang.

Shanum melanjutkan tujuannya keluar dari toilet dengan perasaan kesal yang terpendam. Melihat tingkah Divi membuatnya mulai cemas, sudah bisa membaca bayangan kalau perasaannya akan dilanda oleh keresahan dalam bayangan pria di masa lalunya itu.

"Kamu tidak bisa bersikap semaumu. Aku harus menerima konsekuensi atas apa yang sudah kamu lakukan lima tahun lalu." Divi mengepal kedua tangannya sambil memperhatikan Shanum berjalan semakin menjauh darinya yang terlihat dari pintu toilet yang terbuka lebar.

***

Benar saja, keberadaan Divi benar-benar membuatnya terbebani secara mental dan fisik. Divi menjadikan Shanum budaknya melakukan hal ini dan itu, bahkan berhubungan dengan hal di luar pekerjaan. Pria itu menyuruh Shanum ke restoran Borealis untuk membelikannya makan siang, dua porsi makan siang. 

“Dua porsi, itu perut apa baskom,” gumam Shanum, berdiri tegak pinggang dengan kesal di depan Divi. 

“Kamu bilang apa?” tanya Divi sambil berdiri di bangku kerjanya. 

“Bukan apa-apa, dokter Divi. Dasar macan!” cercah Shanum dan berlari keluar dari ruangan Divi. 

Tingkah wanita itu membuat Divi tersenyum. Seketika pria itu sadar bahwa dirinya tidak bisa marah pada Shanum. Namun, mengingat masa lalu, tidak mungkin tidak baginya untuk membenci wanita itu.

Setelah keluar dari gedung rumah sakit, Shanum menyeberangi jalan menuju restoran Borealis. Setelah masuk ke restoran itu, matanya menemukan wujud Medina duduk sendirian di salah satu bangku yang berada tidak jauh dari pintu. Shanum memutar badan membelakangi keberadaan Medina dengan mata melebar kaget, masih tidak percaya bertemu dengan mantan mertuanya itu. 

"Tuhan, mengapa dunia terasa sempit?" Wajah Shanum memucat dan hatinya dilanda rasa takut.

‘Kamu pikir anak tukang becak sepertimu bisa menjadi seorang dokter yang hebat? Jangankan dokter, perawat saja tidak akan bisa kamu capai. Jadi, kamu tidak memiliki standar baik untuk keluarga kami.’

‘Meskipun kamu sudah menjadi istri Divi, aku tidak akan pernah menganggapmu menantuku. Gara-gara kamu putraku melawan mamanya sendiri.’

‘Tinggalkan Divi, sebagai imbalannya aku akan memberikan uang untuk pengobatan adikmu. Kamu pikir mudah mencari uang dua ratus juta sekarang? Lima puluh ribu saja sulit kamu dapatkan. Pikirkan itu, adikmu membutuhkan donor jantung secepatnya.’

Kata-kata yang pernah dilontarkan Medina membuat Shanum masih trauma di situasinya saat itu. Tidak, tapi Shanum tidak ingin diremehkan sekarang, saatnya menunjukkan dirinya yang sudah sukses sekarang, meskipun hanya berstatus perawat. 

Shanum memberanikan diri untuk tetap masuk dengan kewaspadaan. Shanum menghampiri Ovie, kasir restoran, dan memesan makanan yang dipesan Divi padanya. Selagi makanan itu belum siap, Shanum pergi ke toilet untuk menghindari pertemuan bersama Medina. 

Beberapa menit kemudian, Shanum keluar dari toilet dan menghampiri meja kasir untuk membayar pesanannya. Kemudian, bergegas wanita itu keluar dari restoran dengan posisi tubuh menyamping, berjalan memunggungi keberadaan Medina.

Shanum merasa lega setelah berhasil keluar dari restoran itu tanpa disadari Medina. Ia menoleh ke belakang, memperhatikan wanita paruh baya itu masih menatap ponselnya. Ketika itu kaki Shanum terus melangkah sampai akhirnya menabrak Milka, calon istri Divi yang hendak memasuki restoran. Makanan yang ada di dalam plastik jinjingan tangan Shanum jatuh, membuat makanan di dalamnya tumpah.

"Maaf," ucap Milka.

Sebelumnya Milka pun tidak sadar menabrak Shanum karena sibuk memainkan ponsel untuk membalas pesan dari Medina.

"Kamu. Maaf, aku benar-benar minta maaf. Aku akan membelikan yang baru. Ayo!" ajak Milka sambil menarik tangan Shanum memasuki restoran.

Medina berdiri tersenyum setelah melihat calon menantu yang ditunggu-tunggunya tiba, tetapi senyaman itu memudar spontan setelah melihat Shanum ikut muncul dari belakang Milka berada. Calon istri dokter bedah itu menggenggam pergelangan tangan Shanum dengan perasaan merasa bersalah.

"Kamu bisa pesan makanan tadi. Aku yang akan bayar," ucap Milka dan melepaskan tangan Shanum setelah berada di hadapan Medina.

Wanita paruh baya itu menatap Shanum dingin. Shanum menganggukkan kepala, mengikuti perkataan Milka dan bertingkah seolah tidak mengenal Medina. Shanum berjalan menuju meja kasir dan meminta Obie untuk membuatkan makanan yang baru dengan menu yang sama seperti sebelumnya. Shanum berdiri di depan meja kasir sambil memperhatikan Medina berbicara bersama Milka dengan senyuman dan kebahagian yang tergambar di wajah mereka.

"Ini, Suster Shanum," kata Ovie sambil menyodorkan plastik berisi makanan pada Shanum.

"Terima kasih, Ovie. Ini." Shanum tetap menyodorkan beberapa uang untuk membayar makan itu sendiri menggunakan uangnya.

Shanum keluar dari restoran tanpa memberitahu Milka. Wanita itu tidak sadar dengan kepergian Shanum karena asik berbicara bersama Medina. Tapi, wanita paruh baya itu menyadarinya. 

Milka hanya menemukan kekosongan saat matanya mengarah ke meja kasir, posisi di mana Shanum berdiri sebelumnya.

"Di mana dia?" Milka menjelajahkan mata ke setiap sisi restoran.

"Biarkan saja. Itu tidak penting. Yang terpenting, pernikahan, lalu cucu untuk Mama dan Papa," ucap Medina, mengalihkan fokus Milka dari Shanum.

Shanum bergegas kembali ke rumah sakit. Gelagatnya seperti orang yang tengah dikejar hantu. 

Tanpa sengaja Shanum menabrak Divi yang hendak keluar dari gedung rumah sakit. Tubuh Shanum sedikit berputar dan hampir telentang jatuh ke lantai, tapi untungnya Divi menarik salah tangannya dan membuat tubuh wanita itu menempel ke tubuh bagian depan Divi. 

Tubuh Divi diam membeku setelah merasakan sesuatu menyentuh dadanya, begitupun dengan Shanum. Mereka saling menatap dengan mata membesar kaget dan beberapa orang di sekeliling mereka memperhatikan mereka.

“Maaf, Dok,” ucap Shanum sambil mengambil jarak dari Divi dan menyodorkan bungkus makanan yang dibelinya tadi kepada pria itu. 

Kaki Shanum melangkah melewati keberadaan Divi. Tapi, pria itu meraih pergelangan tangan Shanum, menahannya, dan mengajak wanita itu berjalan menuju ruangannya berada.

“Kenapa mengajakku ke sini? Dokter pikir hanya dokter saja yang lapar? Aku juga,” ucap Shanum dengan nada tajam. 

“Kamu makan bersamaku. Ayo,” ajak Divi, membantu Shanum duduk di bangku tamu, sedangkan pria itu duduk di bangku kerjanya. 

Divi menghalau semua benda-benda di atas meja, menepikannya. 

Ponsel Shanum yang ada di sakunya berdering. Shanum merogoh saku dan mengeluarkan alat komunikasi itu dari sana, melihat nama Denis di layar ponsel itu. Bibir Shanum tersenyum ringan dan menggeser bulatan hijau di layar ponsel itu. 

“Iya, Sayang? Iya … nanti saja. Jam … sembilan mungkin. Kamu tunggu di kamar, ya?” Shanum memutuskan sambungan telepon dan mengarahkan pandangan kepada Divi yang menatapnya dengan wajah kesal. 

“Sekarang kamu periksa pasien di kamar sepuluh. Setelah itu, baru makan siang,” titah Divi. 

“Bukannya dokter sudah mengajakku untuk makan siang? Aku benar-benar sudah lapar, Dok,” keluh Shanum dan hendak membuka kotak makanan itu. 

Divi menepis tangan Shanum. 

“Kerjakan pekerjaanmu dulu. Dasar tidak bertanggung jawab,” marah Divi yang sebenarnya cemburu mendengar pembicaraan Shanum bersama seseorang yang tadi menghubungi wanita itu.

“Dasar plin-plan, tidak pernah berubah.” Shanum berdiri dan berjalan kesal keluar dari ruangan itu. 

1
Yuli Purwati
lanjut....
Mariyam Iyam
lanjut
Mas Tista
Luar biasa
Bungatiem
sahnum seneng banget tabrakan dah
aca
namanya Denis apa. riza seh
Ig: Mywindersone: Denis, Kak ... salah tulis.
total 1 replies
S. M yanie
semangat kak
LISA
Siapa y dia
LISA
Apakah Divi mau kembali pd Shanum
LISA
Ceritanya menarik nih
LISA
Aq mampir Kak
Anita Jenius
5 like buatmu ya kak. semangat terus.
Ig: Mywindersone: Terima kasih.🥰
total 1 replies
Anonymous
👍🏼
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!