Abimana jatuh cinta pada seorang gadis cantik bernama Sarah Candra sejak pertemuan pertama dimalam mereka berdua dijodohkan.
Abimana yang dingin tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia menyukai Sarah.
Hal itu membuat Sarah khawatir, jika ternyata Abiamana tidak menyukai seorang wanita.
Berbagai hal ia lakukan agar mengetahui kebenarannya. Sampai pada akhir dimana Abi menyatakan perasaannya dan mengajak ia menikah.
Berbagai ujian menghampiri keduanya, hingga sempat terancam membatalkan pernikahan yang sudah disusun jauh-jauh hari, hingga kembalinya sang mantan kekasih yang meminta nya untuk kembali dan menyebar rahasia yang dilakukan Sarah jika ia menolak.
Akankah hubungan keduanya berhasil hingga ke jenjang pernikahan? Ataukah keduanya akan mencari jalannya masing-masing?
Simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beri Tahu Mereka
Ini adalah hari ke satu bulan lebih dari semenjak aku pergi dari Sarah hari itu. Semenjak itu aku juga tidak pernah menemui Langit atau mencoba menghubunginya. Aku membiarkan ia pergi begitu saja hari itu.
Namun hari ini, mulai terpikirkan olehku juga akan ucapan Bagas. Bahwa ini tindakan yang tidak akan pernah dilakukan oleh lelaki sejati.
Sebagai lelaki aku seharusnya mengatakan apa pertimbanganku, menemui keduanya dan menjelaskan apa keputusanku.
Bukan tiba-tiba menghilang dan pergi begitu saja. Bagas bilang, siapapun pasti akan paham dan tidak menyalahkanku. Dengan melakukan ini, aku justru membuat mereka bingung.
" Jadi maksudmu, aku harus menemui mereka ? ". tanyaku pada Bagas.
" Iya, kau harus menjelaskan apa perasaanmu! ".
" Tapi aku bingung tentang apa yang akan aku katakan ". ujarku sekali lagi.
" Mengapa kau harus bingung. Kau hanya harus mengatakan itu! Kau tidak bingung dengan perasaanmu, kan? ". ucapnya kini beralih menatapku yang sebenarnya cukup terkejut dengan pernyataannya itu. Ya, Bagas pasti tahu apa yang tengah aku alami, sebab ia sudah bersamaku sejak kecil dan kami tumbuh bersama.
" Ya, aku bingung. Kau benar. Siapa yang harus aku pilih? ". Kataku meminta saran. Bagas menatapku tidak percaya dan membuat ia geleng-geleng mendengar pertanyaanku.
" Katakan. Kau harus membantuku ".
" Mungkin kau harus memilih Langit. Sebab kau yang memulainya sejak awal dan kau harus bertanggung jawab. Atau kau juga harus memilih Sarah, sebab ia meninggalkanmu bukan karena pria lain ".
" Memilih Sarah? " tanyaku setengah memastikan apa aku tidak salah dengar.
" Ya. Dengar Abi, bagaimana pun setiap orang pasti pernah membuat kesalahan. Begitu juga dengan Sarah, dan dia juga berhak mendapatkan kesempatan kedua ".
" Kupikir kau salah disini, aku sudah memberinya kesempatan kedua Bagas. Ia yang tidak memanfaatkannya ".
" Ya, itu aku sudah tahu itu. Tapi mengingat hubungan kalian, juga orang tua masing-masing. Aku pikir ini salah jika dilewatkan! ". Jelasnya. Bagas juga tidak segan mengatakan jika menurutnya Langit tidak masalah dengan ini. Karena ia tidak ada mencari Abi atau pun sekedar menanyakannya dan itu berbeda dengan Sarah.
Ia selalu mencoba menemui Bagas tapi tidak berhasil, karena Bagas mengikuti permintaan Abi sebagai sahabatnya.
Aku merenungi sejenak semua yang dikatakan Bagas. Mungkin ia benar, jika aku harus memilih Sarah dan melanjutkan hubungan kami. Mengingat kami sudah saling mengenal satu sama lain sejak lama dan saling mengenal sahabat masing-masing.
Berbeda dengan Langit, aku baru mengenalnya beberapa bulan dan kupikir Rey tampaknya menyukai Langit.
Aku hanya tidak boleh menjadi egois, bukan? Sudah seharusnya aku memberi ia kesempatan untuk memulai atau mengungkapkan semuanya pada Langit.
Mungkin ini memang jalan takdir yang sudah dituliskan untuk kami.
Aku sudah memutuskan dan mengikuti kata hatiku. Iya, aku akan memilih Sarah. Aku akan selalu memperbaiki seribu kali dengannya dari pada memilih orang baru. Benar, ia juga tidak meninggalkanku karena orang baru atau lelaki lain. Ia begitu karena mengkhawatirkan sahabatnya yang dikabarkan sedang diambang kematian itu.
Aku segera melajukan Mobilku untuk menemui Langit terlebih dahulu. Aku harus menyelesaikan semua dengannya terlebih dahulu baru kemudian memikirkan kelanjutan hubunganku. Aku tidak ingin menjadi egois. Aku tidak ingin menyakiti perasaan siapapun mengingat kami memulai semuanya dengan baik.
Aku sudah ada didepan Rumahnya, sebelum menemui Langit. Aku sudah dihadapkan dengan Ayahnya yang sedang menatapku penuh tanda tanya, sepertinya ia sudah mengetahui masalah keretakan hubungan kami. Tapi jangan khawatir, apapun masalahnya, aku akan menghadapinya karena aku sudah memikirkan hal ini sebelum menuju kemari.
" Jadi, kau memutuskan meninggalkan putriku, untuk kembali dengan Sarah mantan calon istrimu yang batal itu ! ". ujarnya setelah mempersilahkan aku masuk dengan tangan terbuka. Hal yang aku takutkan ternyata tidak terjadi, ia bukan Ayah yang seperti digambarkan di film-film yang akan kesal atau marah, atau bahkan akan mengancam agar tetap melanjutkan hubungan kami.
Aku hanya diam saja mendengar itu, sebab aku mengakui aku salah dan meminta maaf. Bagaimana pun penjelasanku, aku tetaplah salah.
" Baiklah, kau jangan khawatir. Meski aku sedikit kecewa, tapi aku sangat suka akan kejujuranmu! Setidaknya kau mengatakan ini dari awal ".
" Baiklah, sekarang kau bisa bersama wanita yang kau mau itu. Kau pun tidak perlu menemui Langit, biar aku saja yang menyampaikan ini ". Iya, aku paham sekali, meski beliau mengatakan ia tidak marah, tetap saja ini akan melukainya.
Ia pun memintaku agar tidak menemui Langit lagi.
Lelaki yang sempat dekat denganku kemarin ini, memintaku segera pergi dari sini. Karena ia tidak mau Langit mengetahui kedatanganku dan melihatnya sendiri.
Aku bukan tidak menyukai Langit, aku bahkan sangat menyukainya. Namun, tidak semua hal yang kita mau harus kita mulai, bukan? Aku begitu.
Aku segera beranjak dari sana. Tidak semua hal berjalan mulus bukan, seperti sekarang ini. Jika ayah Langit tidak memberiku tamparan, maka Rey lah yang sekarang memberikanku beberapa pukulan yang mengenai wajahku.
Aku tidak memberi perlawanan. Sebab ia memang berhak dan aku layak dengan ini. Aku membiarkan ia memukulku sampai puas dan ia berhenti dengan sendiri.
" Sudah puas ? ". tanyaku mengumpulkan semua napas dan menatapnya yang sekarang tampak masih kesal.
" Kau sungguh tidak tahu malu. Mengapa kau harus melakukan ini pada Langit dan menghempaskannya begitu kau tidak mau! ".
" Aku bukan tidak mau. Aku juga menginginkannnya! ". ucapku. Tampak Rey memasang wajah tidak mengerti.
" Apa maksudmu? ". tanyanya.
" Aku sadar, aku bukan lelaki yang baik untuknya. Aku ingin lelaki yang bersamanya itu kamu ". jelasku. Aku tahu ia pasti cukup terkejut dengan kataku.
" Aku tahu kau mengingkan Langit, bukan? Kau hanya berusaha menutupinya ". sekali lagi Rey tampak tercengang. Aku kemudian berlalu dari sana.
Ada kelegaan yang kurasa pada hatiku. Seperti beban ku terlepas dan aku sudah menemukan tempat yang tepat untuk mencurahkan semuanya.
Aku tidak khawatir ia tidak menjaganya dengan baik, sebab ia lebih mencintainya dibanding aku. Tanpa di sangka, Langit sudah berdiri dihadapan kami berdua. Ia melirikku sekilas dengan senyum yang hampir tidak tampak.
" Bapak sudah mengatakannya padaku, kamu jangan khawatir! ". ucapnya sambil mengusap pundakku. Ia kemudian mengajak Rey pergi dari sana. Aku menatap kepergian Langit yang semakin menjauh, tidak, aku tahu ia mungkin kecewa. Tapi sudahlah, biarkan semua ini berlalu dengan semestinya.
Aku mengurungkan niatku untuk menemui Sarah dan setuju untuk memulai awal kembali semuanya dari awal. Biar bagaimana pun, akan sangat egois sekali jika aku langsung menemui Sarah. Aku memberi kesempatan terlebih dahulu pada hati masing-masing kami untuk kemudian mencari jalannya masing-masing.
Bagas cukup terkejut setelah melihat penampilanku yang babak belur. Ia tidak menanyakan dari mana aku mendapatkan luka itu, karena tanpa aku jelaskan sepertinya ia paham dari mana aku mendapatkannya.
" Itu akibatnya! ". katanya menggelengkan kepalanya. Setelah itu tidak ada yang mengatakan apa-apa. Kami terdiam dengan pikiran masing-masing.