Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : Dia lagi....
Kanaka ingin menoleh untuk melihat orang yang baru saja bergumam untuk mengoloknya itu saat denting lift berbunyi dan membuka di lantai yang dituju Kanaka.
Meski penasaran, Kanaka memilih tak peduli atas pernyataan orang yang secara terang-terangan menyindirnya tersebut, dia memilih tetap keluar dari dalam lift.
Kanaka menganggukkan kepala sopan kepada resepsionis yang berdiri di belakang meja tinggi sebagai penerima tamu kantor tersebut.
"Selamat pagi, bisa saya bantu?" sapa mbak cantik itu menyambut Kanaka ramah.
"Selamat pagi mbak, saya ingin bertemu dengan pak Vetsa, sudah ada janji kemarin," jawab Kanaka sopan.
"Mas Kanaka?" tanya mbak mencocokkan dengan nama daftar tamu pak Vetsa yang disodorkan kepadanya.
"Iya mbak," Kanaka mengangguk sopan.
"Mari mas saya antar ke ruangan bapak."
Kanaka mengikuti orang tersebut masuk melalui pintu penghubung antara front office dan back office yang dibukakan oleh orang tersebut, tetap melangkah meski bisik-bisik mulai berdengung mengiringi langkahnya.
Meski ini area executive yang mana hanya diperuntukkan jajaran direksi dan komisaris, tapi disini juga terdapat beberapa sekretaris yang berjenis kelamin perempuan yang sudah pasti air liurnya menetes melihat Kanaka yang keren abis itu.
"Mbak Nella, tamunya pak Vetsa sudah datang," embak yang tadi mengantar Kanaka itu memberi tahu seniornya yang merupakan sekretaris Vetsa.
"Makasih Dev," ucap Nella tak kalah sopan.
"Mari..... saya baiknya manggil Mas atau pak ya?" tanya Nella sopan.
"Mas aja mbak nggak papa,"jawab Kanaka sopan.
" Baik mas Kanaka, mari saya antar ke ruangan bapak, sudah dari tadi ditungguin kok." Nella berjalan di depan Kanaka menuju ke ruangan dengan pintu jati berwarna coklat yang terkesan klasik dan mahal.
Tok.... tok....
Nella mengetuk pintu tersebut dan terdengar suara berat yang mempersilakan mereka masuk.
"Bapak.... Mas Kanaka nya sudah dateng," ucap Nella saat membuka pintu ruangan itu lebar-lebar dan membiarkan Kanaka masuk ke dalam.
"Hai Ka." Vetsa berdiri dan menyambut Kanaka dengan memeluk tubuh ponakannya itu.
"Sorry ya Uncle, jalanan arah kesini agak tersendat tadi," ucap Kanaka sambil mengekori Uncle nya duduk di salah satu sofa yang tersedia disana.
"It's oke Ka, kita tahulah jalanan Jakarta, but.... nanti kalo udah masuk kesini toleransi keterlambatan hanya lima menit dari jam masuk," sahut Vetsa santai tapi penuh penekanan, keluarga mereka tentu tahu seberapa disiplinnya Vetsa itu, jangankan orang lain, Vincent dan Valeri yang anaknya saja tak mendapatkan keringanan kok, malah ditekan sedemikian rupa karena dipersiapkan sebagai penerus perusahaan ini.
"Betewe Pipo Mimo sehat kan?" tanya Vetsa.
"Sehat, Pipo lagi sibuk-sibuknya sama mas Kenzo, Mimo lagi persiapan pameran Unc," jawab Kanaka.
Percakapan mereka terjeda oleh Nella yang masuk membawa nampan berisi dua gelas kopi.
"Thanks Nell," ucap Vetsa yang dijawab anggukan sopan oleh Nella, lalu gadis cantik tadi keluar dan menutup pintu.
"Mimo mu tuh, bukannya bantu uncle ngurus perusahaan malah asyik menekuni hobby yang sejak dulu ditentang ama opa," gerutu Vetsa kesal mengingat bagaimana santainya sang kakak ketika Vetsa memintanya balik ke perusahaan.
"Hahahaha..... ya gimana ya Unc, Uncle tahulah gimana Pipo sama Mimo, ibaratnya disuruh mengarungi lautan aja dia jalanin kok demi Mimo, cuman ngelukis pastilah dikasih lampu ijo apalagi Mimo jadi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah," ucap Kanaka membuat Vetsa tertawa terbahak.
"Udah ah jangan ngomongin orang tua kamu terus, keselek ntar, jadi udah mantep masuk ke perusahaan ini?" Vetsa kembali ke mode seriusnya.
"Mantep Unc, kan Kanaka udah janji waktu itu," jawab Kanaka sambil mengangguk mantap.
"Terus balapmu?" tanya Vetsa ingin tahu.
"Ya tetep jalan om, kan sekarang juga aku baru magang, nanti kalo udah lulus kuliah baru balapannya aku lepas," jawab Kanaka.
"Bisa atur waktu kamu?" tanya Vetsa lagi, pembicaraan mereka ini seperti orang yang sedang melakukan wawancara kerja.
"Pasti om, aku bukan tipe orang yang nggak komit ama tanggung jawab ku kok," jawab Kanaka.
"Good kalo gitu, kamu uncle tempatkan di divisi pemasaran nggak papa kan? Vin di pengadaan, Val di legal, sebenarnya om pengen nya Keiko masuk juga biar pegang Keuangan, tapi..... " Kalimat Vetsa menggantung tak ingin ia teruskan.
"Keiko udah masuk ke disain interior om, nggak bisa diharepin sih tuh anak, soalnya impiannya kerja dari rumah seperti Mimo," ucap Kanaka sambil terkekeh karena Uncle seperti tak enak mengeluarkan uneg-uneg nya.
"Iya uncle ngerti sih, but it's oke itu pilihan kalian kok, yang penting serius ngejalaninnya," ucap Vetsa akhirnya.
Lalu mereka melanjutkan obrolan mereka, kemudian Kanaka pamit undur diri karena dia masih ada urusan dengan Ali nanti sore.
Kanaka turun dari lantai tempat ruangan Vetsa berada, saat dia masuk ke dalam lift dia melihat cewek yang pernah numpahin kopinya waktu itu.
Rere melengos, mencoba mengalihkan pandangannya ke arah lain, agak tak enak hati saat mengetahui bahwa tadi dia melontarkan kalimat yang tak pantas kepada Kanaka.
Tapi karena memang Kanaka tak mempedulikan orang yang dianggapnya tak penting, maka dia masa bodoh dengan keberadaan Rere yang ada disana.
Dan tanpa mempedulikan Rere yang berdiri di belakangnya dan mepet di pojokan, begitu pintu lift terbuka Kanaka melangkah keluar diikuti oleh Rere.
"Belagu banget sih, berasa paling ganteng semuka bumi ini!" gerutu Rere yang sayangnya terdengar jelas di telinga Kanaka.
Kanaka menghentikan langkahnya lalu dia membalikkan badan dan menatap Rere dengan tatapan mengintimidasi.
Rere gelagapan, ingin memukul mulutnya yang suka sembarangan kalau bicara.
"Lo ngomong ama gue?!" tanya Kanaka dingin, pasalnya memang di dalam lift itu mereka hanya berdua, pasti dong Rere bicara dengannya bukan?
Rere berharap ada pintu penghubung ke masa depan agar dia menghilang dari hadapan Kanaka saat itu juga.
"Gue nggak ngerasa punya masalah sama lo!" lanjut Kanaka saat melihat Rere hanya terdiam dan tak menjawab.
"Um... gu.... gue.... " Rere tak bisa menjawab, lebih tepatnya bingung mau menjawab apa.
"Kalo gue nggak bisa nerima pemberian lo, bukannya itu hak gue ya? Kenapa lo jadi dendam gitu sih?" tanya Kanaka dengan gusar.
Lalu Kanaka berbalik dan siap pergi dari hadapan Rere, sampai suara Rere yang tersengal membuat Kanaka urung melangkah.
"Gue cuman mau ganti kopi lo yang gue tumpahin, paling nggak hargai niat baik orang, jangan ngerasa paling keren dan ganteng, nyatanya nggak semua cewek itu tertarik sama lo!" Habis mengatakan itu Rere melangkah lebar meninggalkan Kanaka yang berdiri termangu dan menatap punggung Rere yang berjalan meninggalkannya.
Kanaka menyeringai lebar." Lihat aja, gue mau lihat apa bibir itu nanti tetap bisa berkata kayak gitu!"
_______
Full senyum nulisnya guys, terima kasih ya telah mampir ke ceritaku ini, buat kalian semua thank you so much.
Love you all guys..... muach..... muachh...
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu