Bebas dan seenaknya adalah dua kata yang dapat mendeskripsikan seorang Dilon. Walaupun Dilon selalu membuat masalah di sekolah, tapi para murid perempuan tetap memuja karena ketampanan dan gaya cool nya.
Entahlah apa Olivia, si murid pindahan itu bisa dibilang beruntung atau malah musibah karena menjadi satu-satunya yang bisa membuat Dilon jatuh cinta kepadanya. Bisakah dua orang berbeda kepribadian itu bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus Jadi Pacarnya
"Apa?" Bagas sampai terkejut sendiri mendengar itu.
Olivia sempat menoleh pada ketua ekskul nya itu, "Enggak kok, jangan percaya sama dia," ucapnya menjelaskan.
Dilon memicingkan matanya mendengar penolakan itu, kenapa juga Olivia itu harus menjelaskan kepada si Bagas? Dilon tiba-tiba merasa curiga jika dua orang itu sedang ada sesuatu.
Dilon lalu memeluk leher Olivia dari belakang, membuat perempuan itu kini benar-benar tidak bisa lari. Dilon tersenyum sinis pada Bagas, seolah sedang memamerkan kemesraan nya dengan perempuan ini.
"Sayang jangan malu-malu gitu dong, gak papa lah dia juga tahu kalau kita udah jadian," ucap Dilon kembali menggoda.
"Ih apaan sih? Jangan ngaku-ngaku. Ini juga, lepasin gak?!" protes Olivia. Lehernya memang tidak di peluk erat, tapi tetap saja membuatnya tidak bisa ke mana-mana.
Bagas terlihat menghela nafas berat menonton kedekatan dua orang itu, "Olivia, jadi kamu mau pulangnya sama siapa?" tanyanya.
"Sama kamu aj--hmmp!" Belum juga selesai menjawab, Dilon itu langsung membekap mulut nya dengan tangan.
"Heh lo mending pergi aja sana. Kurang ajar juga ya lo, udah tau dia cewek gue, masing terang-terangan ngajak lagi!" usir Dilon sambil menunjukan wajah garangnya.
"Em tapi--"
"Kalau lo gak pergi, gue pukul lo. Mau?!" ancam Dilon.
"Enggak-enggak," tolak Bagas cepat. Ia tahu Dilon itu orangnya serius, dan Bagas tidak mau berurusan dengan pria yang satu itu.
Sambil menatap tidak enak Olivia, Bagas pun dengan terpaksa pergi dari sana. Setelah menghilang, Dilon pun baru melepaskan bekaman Olivia dan melepaskannya.
Baru saja Olivia melayangkan tangan untuk menamparnya, Dilon dengan sigap menahan di udara. Ia sekarang sudah bisa membaca, tidak mau kejadian tadi pagi terulang lagi.
"Kamu itu kenapa sih nyebelin banget? Emangnya kamu siapasih, sok kenal!" teriak Olivia memarahi.
"Sayang kita kan pacaran, harus aku jelasin berapa kali lagi sih hm?" Dilon kembali bersikap manis begitu.
"Jangan ngaku-ngaku ya, aku bukan pacar kamu!" tolak Olivia.
Rasanya memalukan sekali jika sampai gosip ini terdengar sampai ke telinga semua orang. Olivia hanya ingin kehidupan sekolahnya baik-baik saja, tapi murid berandalan ini malah mengacaukan nya.
"Gue gak peduli lo setuju atau enggak, tapi intinya kita sekarang pacaran titik!" tegas Dilon.
"Enggak!"
"Ck dasar keras kepala, kalau lo ngomong gitu lagi gue cium sekarang. Mau lo?!" ancam Dilon sambil melotot.
Kedua mata Olivia terbelak lebar mendengar itu, Ia pun langsung menutup bibirnya dengan sebelah tangan lain sambil menggelengkan kepalanya kencang.
Melihat itu membuat Dilon terkekeh kecil merasa lucu sendiri, padahal Ia ingin sekali bisa mencicipi bibir tipis kemerahan Olivia. Tetapi Dilon harus menahan diri, bukan waktunya sekarang.
"Sekarang ayo naik, gue yang anterin lo pulang," perintah Dilon sambil menunjuk bagian belakang motornya dengan dagu.
"Enggak usah, aku mau nunggu Pak Agus aja." Olivia memperhatikan sekitar berusaha mencari lagi mobil keluarganya, sayangnya tidak ada.
"Siapa lagi Pak Agus itu? Bapak lo?" tanya Dilon.
"Bukan, dia supir aku," jawab Olivia agak kesal harus menjelaskan.
"Wah kayanya lo orang kaya ya sampai di antar jemput supir begitu. Tapi emang kelihatan sih dari sampul aja," ucap Dilon sambil memperhatikan tubuhnya.
Karena Dilon terus memaksanya untuk naik, akhirnya mau tidak mau Olivia pun terpaksa naik ke bagian belakang motor tinggi itu. Dilon lalu meminta untuk memeluk pinggangnya, tapi Olivia pura-pura tuli saja.
Saat pria itu menyalakan motornya dan mengendarai pergi dari sana dengan kecepatan langsung tinggi, membuat Olivia terpekik terkejut karena tubuhnya hampir terjengkang ke belakang. Repleks Olivia pun langsung memeluk pinggang Dilon.
"Kita ke rumah gue dulu ya?" tawar Dilon sambil berteriak takut tidak terdengar.
"Gak mau, anterin aku pulang sekarang!" balas Olivia dari belakang.
"Sebentar aja, gue mau bawa sesuatu, gak akan lama kok."
Sepertinya rasanya percuma saja menolak pun, toh Dilon yang mengemudikan motornya. Sepanjang perjalanan itu pun Olivia terus menggerutu di belakang menyumpah serapahi Dilon.
Saat merasa kecepatan motor berkurang, Olivia kembali duduk tegak dan melepaskan pelukan. Ia cukup terkejut saat motor masuk ke sebuah gerbang besar dan tinggi, tidak lama terlihatlah sebuah rumah bertingkat yang besar dan mewah.
"Bisa gak turunnya?" tanya Dilon saat mematikan mesin motornya.
"Ck bisa lah, emang aku anak kecil?" balas Olivia kembali kesal karena di remehkan.
Sayangnya bukan itu yang Dilon pikirkan, tapi pria itu kan dengan senang hati menggendong Olivia jika perempuan itu tidak turun. Setelah Olivia benar-benar turun, Ia pun ikut turun.
Tetapi senyuman Dilon langsung menghilang saat melihat sebuah mobil Mercedes terparkir tidak jauh darinya. Rahangnya pun tanpa sadar mengeras, seperti sedang memikirkan sesuatu yang membuatnya kesal.
"Lo tunggu sebentar di sini, gue masuk dulu mau ambil laptop," perintah Dilon. Tadinya ingin Ia ajak kekasihnya itu ke dalam, tapi Dilon tidak mau Olivia bertemu pria itu.
"Iya tapi jangan lama, terus kalau udah langsung anterin aku pulang," ucap Olivia sambil menggerutu.
"Iya sayang, sabar dong." Sebelum pergi Dilon masih sempat-sempatnya mencolek dagu Olivia.
Pria itu pun langsung berlari mendengar protesan Olivia, memang dasar cerewet sekali. Sedang Olivia sendiri langsung mengusap-usap dagunya kasar, kembali menyumpahi Dilon.
Olivia memperhatikan sekitar rumah itu, terlihat luas dan indah dengan banyak tanaman. Olivia tidak terlalu terkejut Dilon tinggal di rumah mewah begini, dari motornya saja sudah bisa menjelaskan. Ternyata Dilon orang kaya.
Jika di bandingkan dengan rumahnya, rumah Dilon terasa lebih besar. Sebenarnya rumah Olivia juga besar dan bagus, tapi Dilon ini arsitektur nya seperti mengikuti rumah mewah khas luar negeri.
"Dilon kamu mau kemana lagi sih? Kamu ini ya benar-benar keras kepala sekali, susah di atur!"
Teriakan itu membuat perhatian Olivia teralih, Ia melirik ke arah pintu utama. Terlihat di sana seorang pria paruh baya seperti sedang memarahi Dilon yang sepertinya tidak mendengarkan dan pergi begitu saja.
"Dilon, Papa tidak mau lagi dengar kamu buat ulah dan mempermalukan Papa. Awas kalau sampai Papa dengar dari Kakek kamu lagi!" teriak pria paruh baya itu keras.
Saat Dilon berdiri di hadapannya, Olivia pun baru menatap pria itu. Ekspresi wajah Dilon pun dengan mudah melunak saat di depan Olivia, pria itu lalu memintanya naik.
Olivia mengangguk begitu saja menurut, Ia pun naik ke motor setelah Dilon juga naik. Motor itu pun pergi dari sana. Olivia sempat menoleh ke belakang, ternyata pria paruh baya itu masih di tempatnya dan menatapnya.
Sepertinya pria paruh baya itu Papanya Dilon, tapi kenapa mereka terlihat bertengkar ya?