Apa yang terlintas di pikiranmu ketika mendengar kata keluarga? Rumah untuk berteduh? Tempat meminta perlindungan? Tempat memberi kehangatan? Itu semua benar. Tetapi tidak semua orang menganggap keluarga seperti itu. Ada yang menganggap Keluarga adalah tempat dimana ada rasa sakit, benci, luka dan kekangan.
"Aku capek di kekang terus."
"Lebih capek gak di urus."
"Masih mending kamu punya keluarga."
"Jangan bilang kata itu aku gak suka."
"Kalian harusnya bersyukur masih punya keluarga."
"Hidup kamu enak karena keluarga kamu cemara. Sedangkan aku gak tau siapa keluarga aku."
"Kamu mau keluarga? Sini aku kasih orang tua aku ada empat."
"Kasih aku aja, Mamah dan Papah aku udah di tanam." Tatapan mereka berubah sendu melihat ke arah seorang anak laki-laki yang matanya berbinar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Echaalov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Gerald mengikuti langkah Bu Rosa yang terlihat buru-buru. Bu Rosa berjalan ke arah parkiran guru lalu berhenti di mobil putih.
"Gerald ayo masuk," ujarnya. Bu Rosa sudah masuk ke mobilnya.
"Kenapa saya harus ikut Ibu," bingung Gerald.
"Masuk Gerald nanti Ibu jelaskan," ucap Bu Rosa tidak ingin di bantah. Gerald pun menurut dan masuk ke dalam mobil Bu Rosa.
Sepanjang perjalanan tidak ada yang berbicara. Mulut Gerald rasanya gatal ingin berbicara tapi melihat raut gelisah Bu Rosa, Gerald memilih diam.
Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di sebuah rumah sakit.
"Ayo ikuti Ibu," ucap Bu Rosa yang telah keluar dari mobil. Gerald mengikutinya.
Saat masuk rumah sakit entah mengapa perasaan Gerald menjadi tidak enak seperti akan terjadi sesuatu. Bu Rosa membawanya ke dalam ruangan ICU.
"Kenapa kita ke sini Bu? " tanya Gerald. Pikiran buruk mulai memenuhi kepalanya.
"Orang tua kamu kecelakaan," ucap Bu Rosa, ia tidak tega mengucapkan itu.
"A-Apa? " Gerald harap ucapan Bu Rosa salah.
"Tadi Ibu dapat panggilan dari rumah sakit," ucapnya lagi.
Seorang dokter keluar dari ruangan itu."Dengan keluarga korban? "
"Saya anaknya dok," ucap Gerald mendekati dokter itu.
"Dengan berat hati saya harus mengatakan ini. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin namun tuhan berkehendak lain. Maaf orang tua kamu tidak dapat di selamatkan, karena luka yang di dapat sangat parah kedua orang tua kamu kehilangan banyak darah, sekali lagi saya minta maaf," ucap dokter itu.
"Gak mungkin! Dokter pasti bohongkan? Mamah dan Papah gak mungkin ninggalin Gerald," ucap Gerald dengan nada lirih di akhir ucapannya.
Tanpa sadar air mata terus berjatuhan di pipinya. Rasanya dunianya hancur. Ia harus apa? Mamah dan Papahnya sudah tidak ada di dunia ini? Apa yang harus ia lakukan?
Pikiran Gerald menjadi kosong. Bu Rosa yang tidak tega memeluk Gerald.
"Kamu harus kuat Gerald, Ibu tahu kamu pasti bisa," Bu Rosa menepuk punggung Gerald.
"Kenapa mereka ninggalin Gerald Bu?" Bu Rosa tidak tahu harus menjawab apa.
"Gerald udah jadi anak baik yang gak pernah mengeluh walau mereka sering ninggalin Gerald sendirian di rumah. Tetapi kenapa mereka malah ninggalin Gerald selamanya? " ucap Gerald dengan suara gemetar. Tanpa sadar setetes air mata jatuh di pipi Bu Rosa mendengar ucapan Gerald. Anak sekecil ini harus di tinggalkan oleh kedua orang tuanya.
******
Hari yang cerah sangat tidak cocok dengan hati seseorang yang sedih. Gerald menatap nisan kedua orang tuanya, air mata sudah tidak ada di wajahnya. Tatapan Gerald terlihat kosong, entah apa yang dia pikirkan.
"Gerald kamu harus kuat dan tabah."
"Orang tua kamu pasti gak mau liat kamu kayak gini."
"Sesekali menangis itu boleh untuk menyalurkan rasa sakit yang kita rasakan."
"Kamu harus doain orang tua kamu di sana."
"Gerald kamu boleh tinggal sama bibi."
"Iya jangan merasa sendiri kami ada buat kamu."
Begitulah ucapan kerabatnya untuk menghibur Gerald agar tidak sedih. Namun ucapan itu bagai angin lalu, Gerald sama sekali tidak mendengar ucapan mereka. Tatapan Gerald masih kosong menatap nisan kedua orang tuanya.
Firda risau melihat tatapan kosong yang ada di mata Gerald. Hal itu mengingatkannya kepada Anka. Saat suaminya meninggal tatapan Anka juga seperti itu.
Firda memegang bahu Gerald. Anak itu tersentak seperti baru sadar dari lamunannya."Gerald kalau ada apa-apa kamu bisa cerita ke Tante ya? Kalau kamu mau tinggal di rumah Tante juga boleh, Anka jadi ada teman kalau kamu tinggal sama kami," ucap Firda lembut sambil mengusap bahu Gerald. Teman-teman Anka sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.
Hati Gerald terasa hangat mendengar ucapan Firda,"Makasih Tante, tapi Gerald kayaknya akan tinggal sama Bibi dan Paman," tolak Gerald halus, ia tidak ingin merepotkan Firda.
"Kalau itu keputusan kamu Tante terima, tapi ingat ya pintu rumah Tante selalu terbuka untuk kamu," ucap Firda.
"Iya Tante," balas Gerald.
Satu persatu orang yang ada di pemakaman pergi. Karena cuaca yang cerah mendadak mendung.
"Gerald ayo kita pulang sebelum hujan," ucap Bibinya.
"Tapi Gerald masih pengen di sini," ujarnya.
"Gerald dengerin ucapan Bibi kamu, ia khawatir nanti kamu sakit jika terus di sini terus nanti kamu kehujanan," ujar Pamannya.
Akhirnya Gerald menuruti ucapan Paman dan Bibinya. Ia pergi menjauhi pemakaman kedua orang tuanya. Sebelum ia benar-benar pergi ia menoleh ke arah Firda yang belum pergi. Gerald tersenyum menunjukkan bahwa ia sudah tidak apa-apa jadi jangan khawatir.
Firda membalas senyuman dari Gerald dengan tersenyum lembut.
"Semoga kamu kuat menjalani ini Gerald."
******
Sekumpulan anak-anak sedang duduk di dalam mesjid, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Tania menghembuskan nafasnya
"Aku khawatir sama Gerald," ucap Tania.
"Gerald pasti kuat menjalani ini," balas Harrel.
"Aku masih gak percaya orang tua Gerald udah gak ada," ucapan Tyra di angguki oleh mereka semua.
Kabar mengenai orang tua Gerald yang kecelakaan sudah mereka ketahui dari orang tua mereka. Mereka ingin pergi ke pemakaman namun jelas di larang oleh orang tua mereka. Katanya anak kecil gak boleh datang ke pemakaman.
"Gerald pasti bisa melalui ini semua," ucap Azel.
"Ketika kita ketemu Gerald kita jangan melihatnya dengan tatapan kasihan, tapi bersikap biasa saja seolah kita gak tahu," ucap Anka.
"Kenapa kita gak hibur Gerald aja? " tanya Candy.
"Gerald akan merasa gak nyaman kalau kita ngelakuin itu," ucap Naysa.
"Oke kalau gitu kita bersikap biasa saja," ucapan Candy di angguki semua orang.
Suasana mendadak hening, mereka bingung mau berbicara apa lagi.
"Sesel bentar lagi kamu bakal terus ngobrol sama kak Rangga," ejek Tania.
"Ih kenapa harus kak Rangga sih? " ujar Candy tidak suka.
"Itu udah nasib kamu Sel," ledek Naysa.
"Kenapa gak Yaya aja kan dia keponakan kak Rangga," ucap Candy.
"Kenapa jadi aku, males banget. Sesel jangan ungkit itu aku gak suka di anggap sebagai keponakan dia," kesal Tania.
"Yaya jangan gitu, meski kamu gak suka, tidak akan bisa merubah fakta bahwa kamu adalah keponakan kak Rangga," ucapan Naysa. Candy terkekeh mendengar itu sedangkan Tania mendengus kesal.
"Rara kamu aja yang jadi keponakan kak Rangga," ucap Tania.
"Kenapa gitu? " tanya Tyra.
"Karena kak Rangga baik sama kamu," ucap Tania, Naysa dan Candy berbarengan.
"Kompak benar kalau lagi ngebahas Kak Rangga," ucap Harrel.
"Jelas lah siapa sih yang gak suka sama dia. Yang gak suka sama dia angkat tangan! " ucap Tania.
Mereka semua angkat tangan kecuali Tyra."Dari sini kita bisa lihat cuman Tyra yang suka sama kak Rangga." ucap Tania. Mereka semua menatap Tyra lalu menganggukkan kepalanya setuju.