Nesya, seorang gadis sederhana, bekerja paruh waktu di sebuah restoran mewah, untuk memenuhi kebutuhannya sebagai mahasiswa di Korea.
Hari itu, suasana restoran terasa lebih sibuk dari biasanya. Sebuah reservasi khusus telah dipesan oleh Jae Hyun, seorang pengusaha muda terkenal yang rencananya akan melamar kekasihnya, Hye Jin, dengan cara yang romantis. Ia memesan cake istimewa di mana sebuah cincin berlian akan diselipkan di dalamnya. Saat Nesya membantu chef mempersiapkan cake tersebut, rasa penasaran menyelimutinya. Cincin berlian yang indah diletakkan di atas meja sebelum dimasukkan ke dalam cake. “Indah sekali,” gumamnya. Tanpa berpikir panjang, ia mencoba cincin itu di jarinya, hanya untuk melihat bagaimana rasanya memakai perhiasan mewah seperti itu. Namun, malapetaka terjadi. Cincin itu ternyata terlalu pas dan tak bisa dilepas dari jarinya. Nesya panik. Ia mencoba berbagai cara namun.tidak juga lepas.
Hingga akhirnya Nesya harus mengganti rugi cincin berlian tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri?
Beberapa menit setelah Jae Hyun meninggalkan ruang rawat, pintu kamar terbuka pelan. Wajah cerah Mitha, sahabat Nesya, muncul dari balik pintu dengan membawa sekotak buah segar di tangannya. Di belakangnya, seorang pria bertubuh tinggi dengan wajah ramah mengikuti sambil membawa sebuket bunga mawar merah muda.
"Nesya! Kamu baik-baik aja, kan? Aku langsung ke sini begitu dengar kabar dari kampus," ujar Mitha dengan nada khawatir. Ia berjalan cepat mendekati tempat tidur Nesya, meletakkan buah di meja samping, dan langsung memeriksa keadaan sahabatnya itu.
Nesya tersenyum tipis, meski wajahnya masih tampak pucat. "Aku baik-baik aja, cuma sedikit sakit di bahu. Jangan khawatir, Mit."
Mitha memutar bola matanya, jelas tidak percaya. "Sedikit? Sampai harus dioperasi, ya ampun, Nesya. Kalau aku nggak denger dari dosen pembimbing, aku mungkin nggak tahu kamu masuk rumah sakit!"
Pria di belakang Mitha akhirnya melangkah maju, memberikan buket bunga itu pada Nesya. "Hai, Nesya. Lama nggak ketemu. Aku dengar kamu di rumah sakit, jadi aku ikut Mitha ke sini."
Nesya menoleh dan terkejut melihat siapa yang datang. "Dirgantara?"
Dirgantara—salah satu mahasiswa paling populer di kampus mereka—tersenyum hangat. "Iya, ini aku. Kamu kelihatan lebih kurus, ya. Semoga cepat sembuh."
Nesya menerima bunga darinya dengan canggung, mengucapkan terima kasih pelan. Kehadiran Dirgantara yang tiba-tiba membuat hatinya sedikit hangat, meskipun ia tidak menyangka pria itu akan repot-repot menjenguknya.
Mitha memutar matanya jahil sambil tersenyum. "Aku bilang ke Dirga soal kamu, dan dia langsung semangat pengen ikut. Ada apa nih?" godanya.
"Mitha, jangan aneh-aneh," balas Nesya cepat, pipinya bersemu merah.
Dirgantara hanya tertawa pelan, lalu menarik kursi dan duduk di sisi ranjang Nesya. "Aku nggak bisa lama-lama, tapi aku pengen pastiin kamu baik-baik aja. Kalau ada yang kamu butuhin, kasih tahu aku atau Mitha, ya."
Mitha mengangguk semangat. "Iya, Nes. Jangan sungkan! Kamu udah bantu aku banyak waktu tugas akhir, sekarang giliran aku yang bantuin kamu."
Mereka bertiga terlibat dalam percakapan ringan. Kehadiran Mitha dan Dirgantara berhasil mengalihkan pikiran Nesya dari Jae Hyun untuk sementara waktu. Mereka bercanda dan tertawa kecil, membawa suasana yang lebih hangat di kamar rawat yang sebelumnya terasa dingin dan sepi.
Namun, di balik pintu yang tak sepenuhnya tertutup, Jae Hyun berdiri diam. Ia kembali ke kamar karena merasa lupa menyerahkan dokumen dari rumah sakit kepada Nesya. Tapi yang ia temui adalah pemandangan yang membuat dadanya terasa sesak—Nesya tersenyum begitu tulus pada pria lain.
Mata tajam Jae Hyun memandangi Dirgantara yang duduk di samping ranjang. Ia tidak tahu siapa pria itu, tetapi entah mengapa, ia merasa tidak suka melihat Nesya begitu nyaman dengan orang lain. Tanpa sadar, genggamannya di pegangan pintu mengencang.
"Kenapa aku peduli?" gumamnya pelan pada dirinya sendiri. Dengan ekspresi dingin yang kembali menghiasi wajahnya, ia berbalik dan meninggalkan tempat itu sebelum Nesya menyadari keberadaannya. Namun, di dalam hatinya, ada sesuatu yang mulai bergejolak—sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Keesokan harinya, Jae Hyun kembali ke rumah sakit dengan membawa sekeranjang buah premium dan sekotak makanan bergizi dari restoran mewah. Wajahnya tampak tenang, tetapi dalam hatinya ada rasa tak nyaman sejak melihat kedekatan Nesya dan Dirgantara.
Saat Jae Hyun mendorong pintu kamar rawat Nesya, ia menemukan pemandangan yang kembali membakar emosinya. Dirgantara sedang duduk di samping ranjang, membacakan sesuatu dari tablet sambil tertawa kecil bersama Nesya. Kehangatan di antara mereka terasa jelas, seolah tidak ada ruang bagi siapa pun di antara mereka.
Namun, alih-alih menunjukkan rasa tidak suka, Jae Hyun justru melangkah masuk dengan tenang. Suaranya terdengar rendah namun penuh wibawa.
"Nesya, aku membawakan makanan yang sehat untukmu. Kau harus makan dengan baik agar cepat sembuh," ujarnya, meletakkan keranjang buah dan kotak makanan di meja samping tempat tidur.
Nesya, yang terkejut melihat kedatangan Jae Hyun, langsung merapikan selimutnya. Sementara itu, Dirgantara menoleh dan berdiri sopan, sedikit kaget melihat kedekatan mereka yang tidak pernah ia duga.
"Oh, terima kasih…," jawab Nesya canggung.
Jae Hyun melirik ke arah Dirgantara dengan ekspresi ramah namun penuh kewaspadaan. "Kau teman Nesya di kampus?" tanyanya santai.
Dirgantara mengangguk sopan. "Iya, saya Dirgantara. Kami satu jurusan. Saya datang menjenguk karena mendengar Nesya dirawat."
Jae Hyun tersenyum tipis, lalu melangkah mendekat dan duduk di sisi ranjang—mengambil posisi yang jelas mengisyaratkan wilayah pribadinya. Ia dengan cekatan membuka kotak makanan dan menyodorkannya ke arah Nesya.
"Kau harus makan ini. Dokter bilang asupan makananmu penting untuk pemulihan."
Nesya hanya bisa menatapnya bingung. Biasanya, Jae Hyun bersikap dingin dan tidak peduli. Tapi, kali ini dia begitu perhatian di depan orang lain—terutama di depan Dirgantara.
Dirgantara, yang merasa suasana mulai canggung, tersenyum sopan. "Kalau begitu, saya pamit dulu. Semoga cepat sembuh, Nesya."
Namun, sebelum Dirgantara benar-benar pergi, Jae Hyun berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih dalam.
"Terima kasih sudah menyempatkan waktu menjenguknya. Aku menghargai perhatianmu pada istriku."
Kata "istriku" meluncur dari bibir Jae Hyun dengan begitu lancar, membuat Nesya nyaris tersedak. Dirgantara yang tidak mengetahui perjanjian mereka, tampak terkejut. Ia hanya mengangguk kecil dan segera pergi meninggalkan kamar dengan berbagai pertanyaan di kepalanya.
"Nes,aku kami pamit ya ," mereka pun pulang.
Begitu pintu tertutup, Nesya menatap Jae Hyun tajam.
"Kenapa kamu bilang aku istrimu di depan Dirgantara?" tanyanya pelan namun tajam.
Jae Hyun hanya menyandarkan punggung di kursi dengan ekspresi datar. "Kau tinggal di penthouse-ku, memakai cincinnya. Bukankah wajar jika aku menyebutmu istriku di depan orang lain?"
Nesya menghela napas dalam, menahan rasa jengkel di dadanya. "Kau tahu pernikahan ini hanya kontrak, tuan Jae Hyun. Jangan membuat semuanya menjadi rumit."
Pria itu menoleh, matanya yang tajam memancarkan emosi yang sulit diartikan. "Aku hanya tidak suka melihat pria lain terlalu dekat denganmu," gumamnya tanpa sadar.
Kalimat itu membuat hati Nesya bergetar sesaat, tetapi ia menepis perasaan aneh tersebut. Ia tidak boleh membiarkan dirinya berharap pada pria yang hatinya jelas-jelas masih terpaut pada wanita lain—Hye Jin.
Tanpa membalas kata-kata Jae Hyun, Nesya mengambil sumpit dan mulai memakan makanan yang ia bawa. Meski mulutnya dipenuhi makanan, pikirannya berputar tentang perubahan sikap Jae Hyun. Ada apa sebenarnya di balik semua ini?
Namun, di sisi lain, Jae Hyun sendiri merasakan kegelisahan yang tak biasa. Entah mengapa, ia merasa tidak rela membiarkan pria lain mengambil perhatian Nesya, meskipun hatinya masih menggantung pada bayangan Hye Jin.
ceritanya bikin deg-degan
semagat terus yaa kak