*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Apa Yang Diinginkan Ibu Mertuaku?
Setelah kepergian Weny, Yudha menonton ditemani ibunya. Ibu membawa cemilan buat menemani mereka mengobrol.
"Apa kamu sudah memikirkan ucapan ibu tadi?" tanya ibu.
"Ucapan Ibu yang mana?" Bukannya menjawab, Yudha balik bertanya.
Sebenarnya Yudha hanya pura-pura tidak mengerti. Dia hanya tidak ingin membahas mengenai pernikahan lagi. Vira masih wanita yang bertahta dihatinya belum bisa tergantikan. Pria itu sangat mencintai istrinya.
"Weny wanita yang baik. Apa kamu tidak tertarik dengannya?" tanya Ibu masih belum mau menyerah.
Yudha menarik napas dalam dan panjang. Dia tidak bisa melawan atau membantah apa yang ibunya inginkan. Dulu saja pernikahannya dengan Vira hampir batal karena ibunya yang tidak merestui. Namun, saat tahu Vira akan memberi uang yang banyak untuk pesta, akhirnya ibu setuju.
Jika saja Yudha tidak mengatakan kalau Vira memiliki pekerjaan yang mapan, ibunya mungkin tidak pernah merestui hubungan mereka.
"Bu, Weny itu masih gadis. Kenapa ibu menjodohkan aku dengannya. Dia tidak akan mau menikah dengan pria beristri. Dia juga tidak akan mau dipoligami," ucap Yudha akhirnya.
"Jika ibu bisa membujuknya, bagaimana?"
"Sudahlah, Bu. Nanti Vira dengar. Pasti dia sedih jika mendengarnya."
"Salah sendiri! Kenapa mandul? Dia harus bisa menerima di madu, atau bisa pilih bercerai saja," ucap Ibu ketus.
Yudha kembali menarik napasnya. Dia tidak ingin menjawab ucapan ibu. Takut terbawa emosi.
"Bu, aku ngantuk mau istirahat." Pamit Yudha.
Selain malas mendengar ibunya yang selalu menginginkan dia menikah lagi, Yudha juga ingin melihat Vira. Jam telah menunjukkan pukul sepuluh, tapi istrinya itu belum juga keluar kamar untuk makan malam.
"Ibu harap kamu pikirkan saran ibu tadi. Siapa yang akan menjaga kamu di hari tua jika tidak memiliki anak?" tanya ibu Desy.
"Iya, Bu." Hanya kata itu yang keluar dari bibirnya Yudha.
Yudha membuka pintu pelan, takut membangunkan atau mengganggu istrinya. Tampak Vira yang telah terlelap. Pria itu duduk di tepi ranjang. Terdengar suara perut istrinya itu.
"Sayang, kamu pasti tertidur dengan menahan lapar? Maafkan aku, karena telah menuduh kamu," ucap Yudha dengan mengusap rambut Vira.
Saat mengusap rambut istrinya, Yudha melihat mata Vira yang bengkak. Dia tambah merasa bersalah.
"Pasti kamu menangis karena aku membentak tadi," ucap Yudha sambil mengusap rambut Vira.
Wanita itu akhirnya membuka mata. Yudha tersenyum dengan istrinya itu. Mengecup dahinya. Namun, itu tidak bisa membuat hati Vira tersentuh. Dia membalikkan badan membelakangi Yudha.
"Maafkan, aku. Kamu belum makan. Aku ambilkan nasi ya? Kamu bisa sakit kalau tidak makan," ucap Yudha.
Tanpa menunggu persetujuan dari istrinya, Yudha berjalan keluar kamar menuju dapur. Pria itu mengambil sepiring nasi lengkap dengan lauknya.
Saat akan masuk ke kamar, ibu Desy melihat dan menatap sinis. Dia ikut berdiri menyusul putranya.
"Sayang, duduklah. Aku suapi," ucap Yudha lembut.
Vira bangun. Air mata jatuh membasahi pipi wanita itu. Terharu karena ternyata suaminya masih perhatian pada dirinya.
"Jangan menangis. Aku merasa sangat bersalah jika kamu terus begini. Tersenyumlah!" ucap Yudha menghapus air mata istrinya.
Yudha menyuapi Vira dengan telaten. Ibu Desy yang melihat dari ambang pintu merasa geram. Wanita paruh baya itu berjalan mendekati keduanya.
"Hebat benar kamu jadi seorang istri. Yudha capek bekerja, ditambah kerjaan lagi dengan melayani kamu bak seorang ratu. Sudah tidak bisa memiliki anak, tambah lagi mau menguasai anakku!" ucap Ibu ketus.
"Ibu, ini kemauanku bukan Vira," ucap Yudha.
"Ini yang membuat istrimu melonjak. Sudah salah masih saja kamu bela. Ibu tidak mau tahu. Jika kamu masih menghargai aku sebagai ibumu, ikuti apa mauku. Kalau kau masih terus membantah, lebih baik ibu pergi. Sudah tidak tahan melihat sandiwara istrimu!" ucap Ibu.
Wanita itu berjalan meninggalkan kamar putranya dengan hati yang sangat dongkol. Dia tidak suka melihat Yudha yang memanjakan Vira.
"Mas, ibu mau apa?" tanya Vira.
Wanita itu ingin tahu, apa yang diinginkan ibu mertuanya itu? Kenapa Yudha jadi terdiam mendengar ucapan ibu?
...****************...