"JANGAN LUPA LIKE PERBAB YA!"
Reyhan Pratama dipertemukan dengan seorang wanita shalihah yang dulu pernah ditolaknya saat akan dijodohkan beberapa tahun lalu membuatnya sedikit menyesal tentang masa lalunya.
Wanita itu sekarang sudah bercadar namanya Annisa Putri, wanita shalihah yang sangat lembut dan sekarang sangat disukai oleh Asyifa putrinya Reyhan.
Akankah mereka bisa memperbaiki masa lalu mereka?
Jika ada penulisan atau kata-kata yang salah, atau menyinggung salah satu agama, mohon di maafkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Karyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
5 tahun kemudian
Di bandara seorang wanita bercadar berjalan dengan sangat lambat sambil melihat pesan di ponselnya, tanpa disadarinya di depannya seseorang juga lagi menatap ponselnya. Wanita bercadar itu tetap berjalan dan akhirnya menabrak orang di depannya.
Wanita itu kaget dan mundur pelan dengan tangan bergetar karena grogi, orang yang ditabraknya menoleh ke arahnya dan ikut mundur karena tidak enak saat melihat yang menabraknya adalah wanita bercadar, sedikit dia tau wanita seperti ini sangan menjaga sentuhan dan pandangan dari lawan jenis. Laki-laki itu adalah Reyhan.
"Maaf," ucap Wanita itu tanpa menatap ke arah Reyhan.
Wanita itu yang tadinya menunduk langsung mengangkat wajah tapi kembali menunduk.
Pasti dia merasa tidak nyaman bersentuhan dengan lelaki yang bukan mahramnya batin Reyhan.
"Saya juga salah," ucap Reyhan menatap mata wanita itu yang sesekali sudah mengangkat wajah walau pandangannya tidak menentu karena panik.
"Saya permisi, sekali lagi saya minta maaf," ucapnya lembut
Reyhan mengangguk tanpa bicara, dia menatap kepergian wanita itu yang kembali menunduk.
"Jangan menunduk lagi, nanti nabrak orang lagi," Reyhan bicara sambil sedikit tersenyum. Wanita itu menoleh saat mendengar suaranya, dia mengangguk.
Ini pertama kalinya dia menatap lama pada lawan jenis. Pria di depannya memakai pakaian kantor rapi.
Reyhan menatap kepergian wanita itu lalu melanjutkan jalannya searah dengan wanita itu.
Di depan bandara Reyhan menghentikan taxi bersamaan dengan wanita tadi, mereka saling melihat satu sama lain dengan canggung. Ini kedua kalinya mereka bertemu setelah tadi berpisah di dalam.
"Silakan," ucap wanita itu dengan sopan, dia sudah terbiasa mendahulukan orang lain.
"Gak apa-apa, saya naik taxi lain saja, silakan Anda saja yang masuk," ucap Reyhan sambil membukakan pintu taxi dengan sopan, dia menunggu wanita itu masuk.
Wanita itu masuk ke dalam taksi tanpa menolak, sambil mengucapkan terima kasih, Reyhan mengangguk lalu menutup pintunya, taksi pun mulai jalan dengan pelan.
Reyhan melihat ke arah jalannya taksi hingga tidak terlihat lagi. Dia menghentikan taksi selanjutnya lalu masuk dan duduk di kursi penumpang depan dan barangnya disimpan supir di kursi penumpang belakang.
Saat sampai di depan rumah, Reyhan turun dari taksi lalu berjalan pelan masuk ke halaman rumah. Dengan pelan dia membuka pintu dan tersenyum melihat putri kecilnya bermain di lantai.
"Assalamu'alaikum," ucap Reyhan dengan suara khasnya.
Syifa putrinya menoleh saat mendengar salam dari Papanya, Syifa tersenyum bahagia dan langsung berdiri bangkit dari duduknya.
"Wa'alaikumussalam. Papa...!" panggilnya seraya berlari kepelukan Reyhan lalu mencium tangan papanya.
Reyhan mengendong Syifa dan menciumnya di pipi kiri dan kanan beberapa kali dengan penuh kerinduan.
"Papa kangen banget sama Syifa," ucap Reyhan bahagia, seketika lelahnya hilang setelah melihat si cantiknya ini.
"Syifa juga," kata Syifa dengan suara polos kekanak-kanakan yang sangat lucu.
Janeta berjalan mendekat akan mengambil koper Reyhan.
Reyhan mencium tangan Mamanya.
"Pa, oleh-olehnya mana?" tanya Syifa sambil mengulurkan tangan.
Reyhan dan Janeta tersenyum melihatnya bertingkah seperti itu.
"Ada di dalam koper, ayo bantu Papa membereskan koper di kamar!" ajak Reyhan
Syifa mengangguk senang, mereka bertiga langsung naik ke atas menuju kamar tidur.
Perlahan Reyhan membuka pintu kamar, ketiganya masuk ke dalam.
Di dalam kamar, Janeta menyimpan koper Reyhan di dekat lemari pakaian.
"Kemaren kami ke panti asuhan, sepertinya Syifa sangat senang main di sana," ucap Janeta sambil membuka koper itu.
"Kalau begitu sering-sering saja ke sana, jika dia sangat menyukai tempat itu," kata Reyhan
"Minggu depan Syifa memang akan ke sana lagi sama Oma. Ya kan Oma?" ucap Syifa
"Iya. Mau ikut sekalian?" tanya Janeta pada Reyhan
"Aku akan sibuk untuk 2 minggu kedepan, jadi Mama pergi sama Syifa saja," ucap Reyhan, "Mungkin lain kali," tambahnya
"Opa juga sibuk, Papa sibuk, kapan gak sibuknya?" tanya Syifa gak semangat.
"Akan ada waktunya nanti," ucap Reyhan sambil ikut membongkar kopernya.
Reyhan mengambil mainan yang dibelinya.
"Ini untuk Syifa, bagus gak?" tanya Reyhan saat memperlihatkan oleh-oleh yang dibawanya.
"Cantik banget Pa, makasih Papa sayang," kata Syifa sambil mencium pipi papanya karena senang saat melihat hadiahnya.
Syifa langsung memainkan set mainan masak-masak keluaran terbaru yang dibeli Reyhan.
Reyhan tersenyum senang, sangat gampang membuat anak cantiknya bahagia.
*
Di depan pesantren, Wanita bercadar tadi turun dari taksi dan langsung berjalan memasuki kawasan pesantren.
Dia mengucap salam saat di depan sebuah ruangan.
Pak Harun dan Bu Aisyah membalas salamnya, sambil menoleh menatap wanita itu.
"Ibu, Ayah,” sapa Wanita itu dengan suara lembutnya yang belum berubah.
"Nisa kamu pulang Nak?" ucap Bu Aisyah dengan mata berkaca-kaca melihat putrinya. Karena keterbatasan biaya jadi mereka tidak pernah bertemu, paling hanya telponan itupun tidak bisa lama karena perbedaan waktu.
Annisa mengangguk lalu mencium tangan ibunya dan memeluk Ibunya dengan penuh kerinduan.
"Nisa sudah menutup wajah sekarang?" tanya Pak Harun bangga dan terharu, matanya berkaca-kaca melihat perubahan putri satu-satunya ini.
Annisa melepaskan pelukannya lalu mencium tangan Ayahnya.
"Iya ayah. Saat menutup wajah, hati Nisa lebih tenang karena tidak ada lagi pandangan dari laki-laki yang berniat tidak baik," cerita Annisa pada orang tuanya.
"Ini bagus, Ayah bangga," kata Pak Harun mengusap pundak putrinya
Sebelum berangkat ke Kairo, Annisa hanya memakai jilbab biasa dan gamis biasa tapi sekarang pulangnya semuanya tertutup, hanya menyisakan telapak tangan dan mata indahnya.
Annisa dan kedua orang tuanya berjalan pulang ke rumah mereka yang ada di sebelah pesantren.
Annisa menatap ke arah depan rumah mereka yang sedikitpun tidak berubah. Hatinya hangat melihat semua yang dirindukannya, sempat Ia ingin menyerah pada study nya di Kairo tapi mengingat pengorbanan orang tuanya dan banyaknya uang yang sudah dikeluarkan padahal keluarga mereka hanya keluarga sederhana jadi Ia kembali memantapkan hati ingin lulus secepatnya.
Mata Annisa sedikit berkaca-kaca mungkin karena kerinduan yang cukup besar.