Demi menutupi skandal adik dan tunangannya, Haira terpaksa menerima pertukaran pengantin. Dia menikah dengan pria yang akan dijodohkan dengan adiknya, yaitu Aiden yang merupakan orang biasa.
Bagaimana jika Haira mengetahui bahwa Aiden adalah CEO Alexan Group yang terkenal tajir melintir?
Dan apa yang melatarbelakangi penyamaran Aiden menjadi orang biasa?
Yuk kita simak kisahnya.
Follow instagram @yenitawati24 untuk mendapatkan informasi terupdate.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenita wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bijaksana
Setelah puas berbicara dengan Dean, Aiden pun kembali masuk dan menemui Haira.
"Berapa banyak yang dia pinjam?" tanya Haira penuh selidik.
"Lima ratus ribu," jawab Aiden.
"Hah? Kenapa tidak telpon saja. Untuk apa dia repot-repot kesini?"
"Namanya pinjam uang, tentu dia datang menemui langsung. Apa pernah kau melihat orang berhutang dari panggilan telepon?" tanya Aiden.
"Tidak!"
"Karena jika bertemu dengan orang nya langsung, si peminjam bisa berbicara yang manis-manis agar dipinjami. Tapi Dean tidak begitu. Dia sudah banyak membantuku selama ini. Dan dia juga membayar hutang nya tepat waktu, jadi aku tidak perlu mengemis minta uangku dikembalikan. Apalagi jaman sekarang kebanyakan orang yang berhutang yang lebih galak," tutur Aiden.
Haira mangut-mangut. Tepat setelah pesta usai, Aiden dan Haira pamit. Tak lupa mereka memberikan kado kepada Resya dan Ziko. Dan asal kalian tau, kado mereka adalah sebuah kaset berisi kumpulan video FTV yang isinya tentang penghianat yang bernasib tragis. Mereka memberikan nya agar mereka sadar bahwa hidup penghianat tidak akan tenang.
Mereka pulang dengan diantar mobil taxi Dean karena mereka tidak mau merepotkan Harsya dan Laras. Cukup Dean saja yang direpotkan. Lagi pula dia tidak akan keberatan karena punya hutang pada Aiden, begitu pikir Haira.
Diperjalanan.
"Dean, kau tinggal dimana?" tanya Haira.
"Aku tinggal di kontrakan di Jl. Kejujuran," sahut Dean yang masih fokus menyetir.
"Kau tinggal sendiri atau bersama orang tuamu?"
"Aku tinggal sendiri. Orang tuaku berada di desa."
"Oh, apa kau selalu mengirim uang pada orang tuamu setiap bulan?"
"Haira, tidak baik menanyakan hal sepribadi itu," ucap Aiden.
"Aku kan hanya bertanya. Aku ingin tau apakah dia anak yang berbakti atau tidak," terang Haira.
"Tidak apa-apa. Sebenarnya aku selalu ingin mengirim pada orang tuaku. Tapi mereka menolaknya. Berkali-kali mereka mentransfer balik uangku. Mereka hanya menerima gaji pertamaku saja," jelas Dean.
"Wah, orang tuamu sangat pengertian. Jadi kenapa kau sering meminjam uang pada Aiden? Untuk ammmppphhh!!!"
Aiden membekap mulut Haira agar tidak melanjutkan kata-katanya. "Haira, sebaiknya kau tutup mulutmu. Tidak baik menanyakan h setabu itu," bisik Aiden.
"Aku hanya ingin tau. Jika dia terlalu boros, aku akan mengajarinya berhemat agar uangnya tidak habis saat pertengahan bulan," ucap Haira.
'Habis apanya. Aku menggajinya sangat banyak dan gaji satu bulannya, cukup untuk hidupnya setahun' Batin Aiden.
"Sudahlah, tidak baik seorang istri berakrab ria dengan teman suaminya," ucap Aiden mengingatkan.
"Terima kasih, lain kali aku akan menghemat uangku," ucap Dean sambil tersenyum.
'Apa maksudnya terima kasih, dia mau cari mati ya' Batin Aiden.
Mobil telah sampai di rumah Aiden. Setelah itu Dean pun pulang.
Saat hendak memasuki pekarangan rumah, Haira dan Aiden terkejut melihat banyak sekali kendaraan parkir di halaman mereka.
"Hah? Ini kendaraan siapa?" tanya Haira.
"Sepertinya para tamu bu Asih, dia kan sedang mengadakan arisan," sahut Aiden. Bu Asih adalah tetangga sebelah kiri mereka. Sedangkan bu Evi adalah tetangga sebelah kanan mereka.
"Tapi semua kendaraan mereka memenuhi halaman rumah kita dan berderet di pinggir jalan dan menabrak bunga-bunga yang ku tanam dipinggir jalan itu," gerutu Haira sambil menunjuk beberapa bunganya jatuh terkena ban motor.
"Mana bu Asih, akan aku labrak saja didepan banyak orang biar dia malu sekalian!" Haira hendak pergi ke rumah bu Asih namun, dihalangi Aiden.
"Tidak, Haira jangan. Kau yang sebenarnya salah. Sudah tau ini jalan umum, tapi kenapa menanam bunga mentok dipinggir jalan. Harusnya kau mundurkan agar tidak merusak bungamu sendiri." Aiden memberi pengertian kepada Haira.
"Tidak! Aku akan menegurnya di depan para tamunya. Aku tidak suka jika bungaku rusak!" Haira hendak melangkah lagi menuju rumah bu Asih.
"Haira, tolong. Apa kau akan mempermalukan banyak orang hanya karena bunga? Bunga bisa kau tanam lagi, tapi rasa sakit hati orang apa bisa kau obati? Sakit hatinya bisa membekas bahkan sampai dia tiada. Mau minta maaf diakhirat?" tanya Aiden sambil menatap serius.
Haira tertunduk. Aiden menghela nafas pelan. Dia memegang kedua pundak Haira dan berkata dengan lembut, "Haira dengar lah. Jika kau ingin menegurnya, tengurlah secara pribadi. Bicara baik-baik tanpa emosi dan jangan menunjukkan rasa tidak sukamu pada apa yang dia lakukan. Lagi pula hanya sehari kan, bukan setiap hari kan, kenapa harus dipermasalahkan. Kau tau jika kau melakukannya, maka kau yang akan malu sendiri karena orang-orang menganggap mu tipe orang yang suka membesarkan masalah," jelas Aiden.
"Haira, kau mengerti kan? Jika nanti ada orang yang berbuat salah, kau cukup beritahu saja, jangan menyebarluaskan kesana kemari. Apalagi sampai kau posting di social media, memangnya kau mau dianggap tukang gosip?"
Haira mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Kau benar, maafkan aku karena sempat terbawa emosi tadi. Hampir saja aku menjalin permusuhan dengan bu Asih. Terima kasih ya sudah mengingatkan," ucapnya.
Aiden mengangguk dan tersenyum. "Ayo masuk," ucapnya.
Haira mengangguk dan masuk kedalam rumah bersama Aiden.
Sementara itu, Dean sedang menuju lokasi dimana wanita gila yang dia temui kemarin di rumah kecil di pinggir kota.
Satu jam kemudian dia telah sampai. Dia masuk dan menemui sang psikiater yang bernama Wina.
"Bagaimana Wina?" tanya Dean saat sudah masuk ke ruangan Wina.
"Dia masih belum mau menyebutkan namanya. Setiap saya tanyakan dia selalu berteriak histeris. Namun saat saya memperlihatkan foto tuan William, dia langsung tenang dan diam. Tapi jika dia melihat foto kakaknya, dia langsung berteriak histeris lagi," tutur Wina.
"Kenapa aneh sekali. Sebenarnya apa hubungannya dengan tuan William?" Dean tampak berpikir.
"Tuan, sepertinya teori kita salah. Mungkin saat itu dia tidak ingin menyelamatkan kakaknya, melainkan tuan William," jelas Wina.
"Sepertinya kau benar. Saat therapy selanjutnya, coba tanyakan tentang tuan William. Tapi tidak terang-terangan. Kau mengerti kan," ucap Dean.
"Saya mengerti tuan," ucap Wina.
"Hahaha tentu saja kau mengerti. Kau kan psikiater." Dean tergelak sementara Wina hanya cengengesan.
Dean pun meninggalkan tempat itu. Di perjalanan, dia masih memikirkan bagaimana masa lalu si wanita gila dan William. Menurut cerita Grandma saat masih hidup, William bukanlah tipe yang ramah. Dia pendiam dan terkesan dingin.
Dean telah sampai di kontrakannya yang sangat kecil dan sumpek. Benar-benar menandakan bahwa dia seorang supir yang sering meminjam uang.
Sesampainya didalam, Dean langsung mandi dan beristirahat. "Mengirim untuk orang tua katanya. Bagaimana bisa aku mengirim uang pada mereka. Sementara aku tidak tau mereka ada dimana, hahaha." Dean tergelak. Rasanya mustahil bertemu dengan mereka. Orang tuanya membuang nya ke panti asuhan sejak dia bayi. Saat umur tiga belas tahun, dia lari dari Panti Asuhan dan menjadi gelandangan. Dan Grandma bertemu dengannya saat usianya lima belas tahun dan merawat nya namun tidak mengadopsinya. Setelah nya, Grandma memberikan pendidikan dan pelatihan ketahanan diri hingga akhirnya dia menjadi asisten pribadi Aiden yang dipercayakan Grandma.
Yuk Baca Karya dibawah ini selagi menunggu aku up 😊