AREA DEWASA!!
Empat tahun menduda pada akhirnya Wira menikah juga dengan seorang gadis yang bernama Mawar. Gadis yang tidak sengaja Wira tabrak beberapa waktu yang lalu.
Namun, di balik pernikahan Wira dan Mawar ada seorang perempuan yang tidak terima atas pernikahan mereka. Namanya Farah, mantan karyawan dan juga teman dari almarhum istri Wira yang bernama Dania. Empat tahun menunggu Wira pada akhirnya Farah lelah lalu menyerah.
Tidak berhenti sampai di sini, kehidupan masa lalu Wira kembali terusik dengan kehadiran iparnya yang bernama Widya, adik dari almarhum Dania. Masalah yang sudah terkubur lama namun nyatanya kembali terbuka semua kebenarannya setelah kehadiran Widya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31
Wira mengusap rambut istrinya yang sedang rebahan di atas pangkuannya. Nyaman sekali, Mawar merasa nyaman ketika berada di dekat suaminya.
Wajar saja, karena selama ini Mawar belum pernah mendapatkan perhatian dari orang lain terutama keluarganya yang sekarang sudah tiada semua.
Masih belum mau makan nasi juga, sejak pulang dari rumah sakit Mawar lebih suka makan ngemil.
"Sayang, akhirnya sekarang kau bertunas juga ya," ujar Wira membuat Mawar bingung.
"Aku bertunas? apanya yang bertunas mas?"
"Anu, hasil kita bercocok tanam setiap malam akhirnya sebentar lagi akan muncul tunasan Mawar baru!"
Entahlah, Mawar bingung dengan ucapan suaminya.
"Maksudnya anak, begitu?" Mawar memperjelas.
"Iya, mas udah gak sabar untuk menggendong anak. Terutama mamah yang selama ini kesepian dan selalu mengharapkan kehadiran seorang cucu."
"Mas, aku masih tidak percaya jika aku sekarang sudah menikah dan sebentar lagi akan memiliki anak. Maklum, masih muda!"
"Iya, mas tua. Kamu mah masih banyak yang melirik, beda sama mas yang udah bangkotan ini."
"Eh, tenaga seperti kuda. Apanya yang sudah bangkotan?"
Begini lah ketika Wira dan Mawar menghabiskan waktu sore mereka. Menjelang makan malam barulah mereka turun.
Melihat makanan di atas meja, sekali lagi Mawar tidak berselera seperti biasanya. Membuat Wira kembali bingung.
"Makan sedikit aja ya...!" bujuk Wira.
"Jangan di paksa Wira, percuma saja. Nanti pasti akan muntah. Mawar, kamu ingin makan apa nak?" tanya Asti pada menantunya.
"Em, apa ya mah? aku bingung. Cuma ingin makan yang berkuah dan pedas."
"Jangan makan pedas, kasihan anak kita!"
"Wira,....!" tegur Asti.
Asti sangat takut jika Wira akan membandingkan Mawar dan almarhum Dania yang dulu tidak terlalu repot ketika hamil.
Akhirnya, Mawar hanya makan nasi tanpa lauk. Tidak masalah yang penting Mawar mau makan nasi. Selesai makan malam, Mawar dan Wira kembali ke kamar mereka.
"Mas kenapa?" tanya Mawar heran ketika melihat wajah kusut suaminya.
"Sayang, sekarang kamu sudah hamil. Mas udah gak bisa menggoyang kamu sesuka hati."
"Mas, aku kira mikirin apa gak tahunya begituan!"
"Lelaki, jadi wajar!" seru Wira lalu mendengus kesal.
Wira sebenarnya paham, apa lagi setelah melahirkan dirinya akan lama berpuasa.
"Jangan coba-coba membangunkan pedang mas. Nanti kamu sendiri yang kesusahan!" ucap Wira pada istrinya.
Mawar tersenyum licik, sepertinya dia bisa memanfaatkan kehamilannya untuk mengerjai sang suami.
Mawar pergi ke kamar mandi, berganti pakaian dengan menggunakan lingerie berwarna putih tipis. Wira yang melihat Mawar keluar dari kamar mandi langsung menelan ludahnya kasar.
"Kenapa kau menggunakan pakaian itu hah?"
"Loh, apa mas Wira lupa kalau aku harus memakai pakaian haram ini setiap malam?"
"Tapi,.....!"
"Mas lupa ya....!"
"Mas sebenarnya ingin melahap kamu. Tapi, nanti anak kita bagaimana?"
"Udah ah, aku mau tidur!"
Mawar naik ke atas tempat tidur, dengan sengaja wanita ini melihatkan buah dadanya untuk menggoda sang suami.
"Mawar,....kau benar-benar mencari perkara!"
Melihat suaminya hendak naik ke atas tempat tidur, Mawar langsung menarik selimut menutup diri.
"Sudah berada di ketegangan berapa mas?" tanya Mawar membuat Wira berguling-guling di atas tempat tidur.
Mawar tertawa, sudah saatnya dia membalas suaminya yang suka mengerjai dirinya. Sudah tiga hari Wira tidak bisa menggoyang Mawar, ubun-ubunnya mulai merasakan pening dan gelisah.
Malam telah berganti pagi, Mawar yang terbangun lebih dahulu langsung pergi ke dapur untuk membuat bubur.
"Mbak Mawar mau masak apa?" tanya bi Jum.
"Anu bi, aku pengen makan bubur nasi gurih."
"Em, yang gimana maksudnya?"
"Yang di campur santan bi,"
Bi Jum langsung paham, "ya udah, biar bibi aja. Mbak Mawar tunggu aja di kamar, nanti bib kasih tahu kalau udah mateng."
"Eh, jangan bi. Biar Mawar aja yang masaknya!"
"Jangan mbak, nanti kalau ibu dan mas Wira tahu. Bibi kena marah!"
Mau tidak mau Mawar menurut, wanita ini kembali ke kamar dan mendapati suaminya masih terlelap.
"Mas bangun,...!"
Mawar membangunkan suaminya.
"Mas, bangun kerja!"
"Eeemmm....mas gak pergi ke kantor sayang. Dua menit lagi ya...!" ucap Wira dengan suara pelan.
Belum sempat Mawar menyahut, tiba-tiba saja Wira melompat dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.
"Mas kenapa?"
Mawar panik, langsung menyusul suaminya ke kamar mandi.
Bisa-bisanya Mawar melihat sang suami yang muntah-muntah dan mengguyur kepalanya dengan air dingin.
Mawar bingung sendiri ingin berbuat apa karena dia sendiri mual ketika melihat suaminya seperti itu.
"Mas,....!"
"Kamu keluar aja, mas akan membersihkan kamar mandi dan langsung mandi."
"Tapi mas,....!"
"Udah, kamu tunggu di luar aja. Di dalam licin, bahaya!"
Dengan kepala sempoyongan, Wira membersihkan kamar mandi yang kotor dengan tumpahan muntahan dirinya sendiri. Setelah selesai, Wira langsung pergi mandi. Padahal, pria ini sudah berencana untuk bangun siang.
"Mas, apa mas Wira baik-baik aja?" tanya Mawar yang khawatir pada suaminya.
"Mas baik-baik aja. Mungkin masuk angin...!"
"Tapi sebelumnya tidak pernah seperti ini."
"Udah, gak usah panik. Kamu sedang hamil, jadi wajar jika mas mengalami hal seperti ini."
Mawar benar-benar bingung, dirinya belum berpengalaman tentang kehamilan sedang Wira yang sudah pernah mengalami hal seperti ini menanggapinya dengan biasa.
Mereka turun ke ruang makan, mamah Asti sudah makan terlebih dahulu karena jika menunggu Mawar dan Wira bisa kelaparan.
"Kok ada bubur?" tanya Wira heran.
"Aku yang minta sama bibi tadi mas!"
"Eh, mas mau dong!"
Wira memakan bubur tersebut, membuat Asti heran pada anak lelakinya ini karena Wira tidak pernah menyukai makanan berjenis bubur.
"Sejak kapan kamu makan bubur?" tegur Asti.
"Sejak sekarang, sejak istri ku hamil!" jawab Wira dengan santainya.
Mawar juga ikut makan di sana.
"Bukannya kamu selalu jijik melihat makanan seperti itu?"
"Ah, masa sih mah?" Mawar tidak percaya.
"Iya Mawar, suami mu ini tidak suka makan bubur. Sepertinya mama harus sungkeman pada anak kalian nanti deh!"
Mawar tertawa mendengar ucapan sang mamah mertua. Sedangkan Wira dengan santainya mengabiskan satu mangkuk bubur tersebut.
"Ini tidak terlalu buruk. Enak!" ujar Wira.
Secuil kebahagiaan dalam rumah tangga Wira dan Mawar sudah membuat Asti senang. Beda lagi dengan Farah yang mulai sibuk mencari pekerjaan karena Yunita terus mendesaknya untuk mencari uang.
Hampir setiap hari mereka berdua di tagih dan teror atas utang-utang peninggalan almarhum papahnya. Terkadang Farah jengkel juga, kedua orangtuanya yang penggila judi ini selalu menyusahkannya. Apa lagi selama ini Farah tidak pernah tahu jika sang mamah masih suka bermain judi di belakangnya.