Siapa sangka niatnya merantau ke kota besar akan membuatnya bertemu dengan tunangan saudara kembarnya sendiri.
Dalam pandangan Adam, Emilia yang berdiri mematung seolah sedang merentangkan tangan memintanya untuk segera memeluknya.
"Aku datang untukmu, Adam."
Begitulah pendengaran Adam di saat Emilia berkata, "Tuan, apa Tuan baik-baik saja?".
Adam segera berdiri lalu mendekat ke arah Emilia. Bukan hanya berdiri bahkan ia sekarang malah memeluk Emilia dengan erat seolah melepas rasa rindu yang sangat menyiksanya.
Lalu bagaimana reaksi tunangan kembaran nya itu saat tau yang ia peluk adalah Emilia?
Bagaimana pula reaksi Emilia diperlakukan seperti itu oleh pria asing yang baru ia temui?
Ikuti terus kisah nya dalam novel "My Name is Emilia".
***
Hai semua 🤗
ini karya pertamaku di NT, dukung aku dengan baca terus kisah nya ya.
Thank you 🤗
ig : @tulisan.jiwaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hary As Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Rumah Sakit
Selang beberapa hari setelah acara pertunangannya, Emelda merasa kondisinya semakin menjadi. Ia beberapa kali mengalami hal yang sama. Tiba-tiba ia merasa pusing sekali hingga susah fokus mengelola butik miliknya.
Hari itu tepat pukul 7 pagi Emelda bangun tidur dan merasa tak enak badan. Kepala nya masih terasa pusing dan badan nya sangat lemas. Dia tetap memaksakan diri untuk bangun dan pergi ke kamar mandi.
Emelda pikir setelah mandi, tubuh nya akan terasa lebih segar dan pusing nya berkurang, tapi ternyata tidak. Akhirnya ia meraih handphone nya yang ada di atas lemari hias nya lalu menelepon salah satu karyawan butik nya untuk mengabari bahwa dia tak bisa datang hari itu. Ia memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter.
“Halo, Nona Emelda.” Sapa Ria karyawan butiknya.
“Halo Ria. Hari ini sepertinya aku tidak bisa datang ke butik, sedang tidak enak badan. Aku titip butik padamu ya. Tolong urus butik dengan baik.”
“Baik Nona. Nanti laporan penjualan nya akan saya email ke Nona.”
“Okay. Makasih ya Ria.”
“Sama-sama, Nona. Semoga lekas sembuh Nona.”
“Terimakasih Ria.”
Emelda pun segera bersiap-siap, lalu mengendarai mobilnya sendiri menuju ke salah satu rumah sakit yang tidak berada jauh dari apartemen nya. Ia bahkan tak mengabari Adam sama sekali karena tak mau Adam khawatir dengan kondisinya. Selain itu ia juga tak mau Adam terlalu over protective terhadap dirinya kalau tau ia sakit.
Adam memang tipe lelaki yang sangat perhatian terhadap pasangan, malah terkadang terkesan mengatur. Untuk itu terkadang ada beberapa hal yang menurut Emelda tidak harus ia ceritakan ke Adam.
Tak lama ia pun sampai ke rumah sakit. Kemudian ia mendaftar untuk pasien dokter umum karena dia sendiri belum tau apa yang dideritanya. Nanti juga dari dokter umum akan menyarankan kemana ia harus dirujuk saat sudah tau keadaannya.
Setelah beberapa saat menunggu antrean, namanya pun dipanggil. Dengan cemas dia masuk ke ruang pemeriksaan.
Dokter mulai bertanya keluhan yang dialaminya beberapa hari belakangan ini. Lalu memintanya berbaring di ranjang pasien dan mulai memeriksa dengan teliti. Mulai dari memeriksa denyut jantung dan beberapa bagian lain.
Dokter tampak mengangguk. Dan sesuai perkiraan Emelda, dirinya diminta untuk ke dokter spesialis lain sesuai dengan anjuran dokter umum tadi.
Mendengar penuturan dokter, lututnya terasa lemas. Tubuhnya lemah tak bersemangat saat menuju ruang spesialis yang dianjurkan. Dia berharap analisis dokter tadi salah.
Jantungnya berdegup kencang saat diperiksa oleh dokter spesialis itu. Dia lagi-lagi berharap analisis dokter salah. Harus salah. Dia tidak mau hal yang tidak diinginkannya terjadi.
Tapi sayangnya dia harus menelan kenyataan pahit bahwa dokter spesialis pun membenarkan analisis dokter umum tadi.
Rasanya jantung itu meledak begitu saja menerima kenyataan pahit di hadapannya. Sesekali ia menggeleng tak terima dengan kenyataan yang terjadi. Matanya mulai memanas, seakan-akan ada sesuatu yang menggenang disana lalu jatuh membasahi pipinya yang mulus itu.
Dengan langkah yang melemah ia memaksakan berjalan di koridor rumah sakit sembari memegang hasil pemeriksaan dan resep dari dokter. Belum lagi sampai di tempat pengambilan obat, ia menghentikan langkah nya lalu duduk di kursi yang ada disana.
Ia kembali membaca hasil pemeriksaan dokter yang ada di tangan nya. Rasanya ia masih tak percaya kalau hal ini akan terjadi padanya. Lalu tiba-tiba ia teringat akan sesuatu, kemudian ia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.
Ia nampak mencari nama seseorang di list kontak ponsel nya. Setelah ketemu, ia memencet tombol telepon dengan jari yang gemetar.
“Ada hal serius yang ingin aku sampaikan padamu.”
“Aku butuh bantuanmu.”
Tak begitu jelas apa isi obrolan nya, yang jelas membuat Emelda tidak jadi menebus obat yang diberikan dokter. Malah ia berbalik menuju parkiran dan meninggalkan rumah sakit.
nana naannananaa