Panggilan Emran, sang papa yang meminta Ghani kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan Emran sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.
Ghani terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang kekasih.
Bagi Khalisa bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun.
Bisakah Khalisa bertahan dengan pernikahan tanpa cinta ini, sedang suaminya masih mencintai perempuan lain.
***
"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.
"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."
"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04
Sabar Kha, ini ujian dari Allah. Ujarnya menguatkan diri sendiri saat tidak ada yang menguatkan. Tempat mengadu pun tidak ada sekarang. Bukan tidak ada, Khalisa tidak ingin membeberkan aib keluarga.
Air mata ini selalu saja mengalir saat hati merasa teriris, kenapa jadi sangat cengeng seperti ini. Khalisa terisak dibalik mukena putih yang menyelimuti tubuhnya yang layu ini. Kha, jangan lemah seperti ini, kamu tidak boleh terlihat lemah. Tangannya menyeka air mata yang sudah mengurai.
"Kha, apa kamu mau pulang?" tanya Ghani. Khalisa baru sadar dia sudah di kamar lagi. Gadis itu menggelengkan kepala pelan.
"Lalu kenapa menangis?"
"Gha, kalau kamu tidak ingin melihatku kembalikan saja aku pada ayah dan ibu. Aku tidak pernah sendirian seperti ini, aku kesepian Gha." Isak tangis terdengar tambah nyaring dan semakin pilu. Dengan wajah masih menghadap sajadah, Khalisa tidak melirik sedikit pun ke arah Ghani.
"Aku tidak apa kamu lepaskan Gha. Di sini sangat sepi tidak ada teman bicara, tidak ada yang bisa aku lakukan." Lanjutnya, berharap Ghani sepemikiran dengannya.
"Aku tidak bodoh melepaskanmu sekarang Kha, Papa masih belum memberikan kekayaannya padaku." Sahut Ghani dengan arogan, Ya Allah siapa sebenarnya suaminya ini. Mengapa lelaki itu begitu tamak akan harta, sampai tega menyakiti Khalisa yang tidak tau apa-apa.
Khalisa menghapus air mata yang membasahi pipinya kemudian merapikan mukena. Dia mengambil ponsel lalu duduk di sofa yang agak jauh dari tempat Ghani berada sambil berbalasan pesan dengan Anindi sepupunya. Itu membuat hatinya sedikit lebih baik.
Terus-menerus meratapi nasib membuat Khalisa akan semakin gila.
Sampai malam Ghani tidak kemana-mana hanya asyik menonton televisi sendiri. Lelaki itu juga tidak mengajak Khalisa bicara. Asyik dengan ponselnya sambil cengar-cengir sendirian berbalas pesan dengan kekasihnya, mungkin.
Khalisa merebahkan badan di ranjang sampai tertidur, tidak ingin memohon lagi pada Ghani. Tidak akan ada yang berguna selain menerima semua kenyataan, bahwa dia sudah diperalatnya demi uang.
Apa ayah dan ibu tidak tau semua ini, anaknya sekarang hanya sebagai senjata untuk mendapatkan harta. Setelah semua Ghani dapat maka dia akan menjadi janda rasa perawan. Haha, menyedihkan sekali. Hati ini tertawa pilu.
Malam kedua di hotel tidur bersama suami bagai guling yang tidak bisa bicara, tapi sayang guling ini juga tidak boleh di peluk. Tidak kalah meneyeramkannya dengan malam pertama.
Khalisa duduk di balkon sofa menunggu Ghani tidur baru ikut berbaring di ranjang empuk. Dia memandang langit yang dihiasi banyak bintang berkilau dari balik kaca. Mungkin hatinya akan berkilau jika tidak menikah dengan Ghani.
Kenapa dia jadi menyesali pernikahan yang tidak salah ini. Khalisa-lah yang salah karena tidak bisa memposisikan diri dengan baik.
"Kha, tidur." Panggil Ghani, Khalisa menurut berbaring disampingnya.
"Gha..." Khalisa ingin mengajak suaminya bicara tapi tidak ada jawaban, yang ada malah suara mendengkur halus. Secepat itu Ghani meninggalkannya tidur.. huhh kesal...
"Kamu lebih manis kalau lagi tidur Gha. Selamat tidur suamiku yang galak." Khalisa membelai rambut Ghani dengan ujung jari agar tidak mengganggu suaminya tidur.
"Jika kamu tidak mau menerimaku sebagai istrimu, lebih baik lepaskan aku Gha, agar tidak ada yang tersakiti diantara kita." Suara lirih yang diucapkan Khalisa mampu menggetarkan relung hati Ghani yang sedang pura-pura tidur.
Saat Khlisa membuka mata Ghani sudah tidak ada di sampingnya, kamar mandi juga kosong.
"Gha kamu suka sekali meninggalkanku sendirian."
Selesai mandi dan sholat subuh Khalisa keluar kamar hotel. Setelah berjalan sampai loby, dia kembali lagi ke kamar karena bingung mau kemana mencari Ghani.
"Aku bisa gila seperti ini Gha."
Khalisa menghempaskan tubuh di sofa dengan gusar.
"Sepiiiii, sesepi hatiku tanpamu," lirihnya.
"Ghaaa pulaangg, aku kesepian juga kelaparan." Ucapnya dengan setengah berteriak untuk melegakan hati yang gundah.
"Makan dulu kalau lapar." Ghani meletakkan sepiring nasi lengkap dengan lauk, sayur, buah dan susu cokelat di meja.
"Gha jangan tinggalkan aku lagi, sepi."
"Iya, makan." Titah Ghani dengan muka datar, tanpa ekspresi. Ihh kok suami serem amat, manis dikit kek, ini pengantin baru kenapa jadi dianggurin gini ya.
Khalisa menyantap nasi dengan lahap, agar tatapan Ghani segera berhenti, tatapannya seperti ingin menerkam saja.
"Pelan-pelan Kha."
Yeay dia tersenyum, pekik Khalisa dalam hati. Walau Ghani segera mengubah ekspresi wajahnya saat Khalisa melirik ke arah lelaki itu. Manis juga senyumannya, coba kalau setiap saat senyum pasti tambah ganteng deh.
"Hari ini kamu mau mengurungku di kamar sendirian lagi?"
"Hm."
Yaah suaminya jelmaan limbad.
"Ya udah, tinggalin aja kalau kamu lagi sibuk." Kata Khalisa setelah menyelesaikan makan, beranjak meninggalkan Ghani duduk di sisi ranjang. Pemandangan yang indah dilihat sambil tiduran, akan lebih indah kalau ditemenin Ghani memandangnya.
Biar ada kesempatan memandang wajah tampannya, yaelah.. baper banget...!! Ku menangis membayangkan... jadi ketularan sinetron itu deh Khalisa...
"Ghaa kamu jahaattt." Teriaknya saat tau Ghani tak ada di kamar, tidak akan ada juga yang mendengar teriakannya ini. Sekedar untuk melegakan hati yang kesunyian di sini. Perih.
"Maaf...!" Ucap Ghani, tadi dimana lelaki itu jadi tiba-tiba muncul di belakang, persis jailangkung datang tak dijemput pulang tak diantar. Suka nongol dan menghilang sesuka hati.
"Kalau kamu gak mau terima aku sebagai istrimu gak masalah Gha. Tapi jangan diemin aku seperti ini. Aku jadi kayak orang yang gak ada gunanya." Dua hari berdiam diri di hotel membuat Khalisa frustasi, belum bisa beradaptasi menerima keadaan ini.
Tidak ada jawaban, sanggahan, komentar, kritik atau pun saran yang membangun, membuat Khalisa benar-benar jadi seperti orang gila.
"Aku pulang aja ya, nanti aku bilang sama Ayah kalau kamu ada urusan jadi gak bisa pulang bareng. Aku mau nenangin diri di rumah aja." Katanya melangkah ke arah pintu, lelah kalau harus terus seperti ini.
"Jangan keluar..!"
Bentakan Ghani membuat Khalisa terduduk di lantai, bersandar ke ujung ranjang. Satu dua butiran bening terjatuh. Penderitaannya tak bisa diakhiri sekarang. Ghani kembali meninggalkan Khalisa sendirian di kamar.
Peraturannya, Ganti boleh pergi, Khalisa tidak. Sungguh nasibmu sangat malang, Kha.
"Maaf Kha, aku harus memperlakukanmu seperti ini."
Ghani meninju udara hampa dan mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Mana bisa dia terus-terusan melihat gadis kecilnya menangis seperti ini karenanya. Ghani meninggalkan istrinya sendirian di kamar saat sedang menangis. Bahkan tidak bisa memeluknya untuk menenangkan seperti Kha kecil lagi.
Ada Clara di sana yang sedang menunggunya dengan setia. Memeluk Kha sama saja mengkhianati Clara, tapi apa kabar pernikahan ini. Lebih dari sekedar selingkuh biasa. Ghani berkali-kali melepaskan tendangannya ke ruang hampa udara yang sangat menyesakkan dada.
"Maafkan aku Kha kecilku sayang, maaf kakakmu ini jahat sekarang padamu. Maaf Kha karena pernikahan ini sangat menyakitimu."